progresifjaya.id, JAKARTA – Penurunan kelas menengah di Indonesia mencapai angka signifikan pada 2024, dengan sekitar 10 juta orang terdepak dari kelompok ini.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia turun dari 57,3 juta pada 2019 menjadi 47,8 juta pada 2024.
Sementara itu, kelompok masyarakat yang mendekati kelas menengah, atau aspiring middle class, justru meningkat dari 128,85 juta menjadi 137,5 juta orang.
Kedua kelompok ini membentuk sekitar dua pertiga populasi Indonesia, yang mencapai 277 juta jiwa.
Para ekonom mengaitkan penurunan kelas menengah ini dengan dampak berkepanjangan pandemi serta keterbatasan dalam jaring pengaman sosial.
Spesialis kebijakan dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Ega Kurnia Yazid menjelaskan, bahwa kelas menengah Indonesia lebih berkontribusi pada pajak namun minim menerima bantuan sosial.
“Bantuan seperti transfer tunai dan subsidi energi sering salah sasaran dan tidak efektif disalurkan kepada kelompok ini,” kata Yazid, dikutip dari media Qatar, Al Jazeera.
Selain itu, mekanisme bantuan seperti jaminan kerja dan asuransi kesehatan hanya dapat diakses oleh pekerja formal, yang tidak mencakup seluruh kelas menengah.
Penurunan kelas menengah ini menjadi peringatan akan perlunya kebijakan sosial yang lebih inklusif dan efektif.
Dengan jutaan orang terdampak, upaya untuk memperbaiki kondisi ekonomi harus menjadi prioritas pemerintah di tengah pemulihan pasca-pandemi.
Al Jazeera menyoroti fenomena penurunan kelas menengah di Indonesia dalam laporan bertajuk “We lost everything”: the Indonesians falling out of the middle class.
Artikel ini menggambarkan dampak pandemi Covid-19 yang berkelanjutan terhadap ekonomi keluarga kelas menengah di Indonesia.
Salah satu kisah yang diangkat adalah Halimah Nasution, warga Sumatera Utara yang bisnisnya hancur akibat pandemi.
Bersama suaminya, Agus Saputra, mereka dulu menjalankan usaha penyewaan perlengkapan acara seperti pernikahan dan wisuda.
Dengan penghasilan hingga Rp30 juta per bulan, mereka masuk kategori kelas menengah atas, yang memiliki pengeluaran bulanan antara Rp2 juta hingga Rp9,9 juta.
Namun, pandemi Covid-19 membawa pukulan berat. Larangan acara komunal dan pembatasan sosial menghentikan bisnis mereka sepenuhnya.
“Kami kehilangan segalanya,” ujar Halimah, dikutip dari Al Jazeera melalui CNN.
Kini, kehidupan mereka berubah drastis. Halimah bekerja sebagai petugas kebersihan dengan gaji Rp1 juta per bulan, sementara Agus menjadi pekerja kelapa sawit dengan penghasilan sekitar Rp2,8 juta.
Mereka bukan lagi bagian dari kelas menengah, melainkan bergabung dengan jutaan orang yang kini berjuang untuk bertahan hidup. (Red)