progresifjaya.id, JAKARTA – Mahasiswa berteriak keras mengkritisi kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah perguruan negeri. Mereka mengungkapkan kenaikan sudah ugal-ugalan antara 300% – 500%.
Para mahasiswa melalui Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) pada Kamis (16/5), mengadukan kenaikan UKT di beberapa universitas negeri ke Komisi X DPR RI. Aduan ini direspons dan berakhir pemanggilan terhadap Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Perwakilan BEM SI dari Unsoed, Maulana Ihsan Huda, menyebut kenaikan UKT berkisar 300-500%. Maulana menyebut para mahasiswa sempat melakukan audiensi dengan rektorat namun berujung nihil.
“UKT di Universitas Jenderal Soedirman ini naik melambung sangat jauh. Kenaikan bisa 300 sampai 500 persen,” ujar Maulana dalam rapat dengan Komisi X DPR.
“Menurut kami, (hasil audiensi) masih belum menjawab segala tuntutan kami. Contohnya balik lagi di fakultas saya itu untuk golongan terbesar hanya turun Rp 81 ribu. Itu benar-benar menjadi keresahan,” katanya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Presiden Mahasiswa UNS, Agung Luki Praditya. Dia mengatakan biaya kuliah di kampusnya melambung tinggi.
“Fakultas Kedokteran tahun sebelumnya Rp 25 juta, hari ini 2024, IPI (Iuran Pengembangan Institusi)-nya Rp 200 juta, naiknya delapan kali lipat lebih,” kata Agung.
“Kebidanan tahun sebelumnya Rp 25 juta, hari ini di UNS ketika masuk kebidanan IPI paling rendah adalah Rp 125 juta yang di mana naiknya lima kali lipat,” tambahnya.
Mereka berharap Komisi X DPR bisa mendengarkan aspirasi mereka. Mereka ingin ada aturan yang jelas soal penetapan UKT.
“Di Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 Pasal 7, PTN dapat menetapkan tarif UKT lebih dari besaran UKT pada setiap program studi diploma dan sarjana. Hari ini sangat dipertanyakan ya, bagaimana penetapan UKT itu sendiri,” katanya.
Segera Panggil Mendikbud Ristek
Komisi X DPR pun merespon akan segera memanggil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim. Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri mengatakan, pemanggilan dilakukan untuk mengetahui penyebab kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri (PTN).
Hal itu dikatakan Faqih dalam acara daring Polemik Trijaya dengan Tema “Nanti Kita Cerita Tentang UKT Hari Ini”, Sabtu (18/5/2024).
“Ini yang akan dalam waktu dekat kami akan undang kementerian seperti apa karena menurut Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 kan harus berkonsultasi dan bahkan dapat persetujuan. Jadi approval itu dari kemendikbud Ristek jangan-jangan standar yang ditentukan tidak dipenuhi,” kata Faqih.
Faqih menuturkan, awalnya ada asumsi kenaikan UKT ini bemula dari status perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH). Namun ternyata banyak mahasiswa yang mengadu ke DPR karena UKT-nya naik tidak hanya dari PTN-BH tapi juga PTN dengan status lainnya. “Tapi banyak faktor karena belum ketemu dengan Kemendikbud Ristek,” ujarnya.
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda juga melihat ada yang aneh ketika biaya kuliah atau uang kuliah tunggal (UKT) di perguruan tinggi melonjak cukup signifikan. Padahal, menurut Syaiful, pemerintah sudah mengalokasikan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) cukup besar untuk dunia pendidikan.
Huda menjelaskan bahwa Indonesia telah menerapkan mandatory spending sebesar 20 persen dari APBN untuk anggaran pendidikan.
Menurutnya, tahun ini saja pemerintah mengeluarkan dan sebesar Rp 665 triliun dari APBN untuk dialokasikan membiayai pendidikan.
“Maka agak aneh ketika komponen biaya pendidikan dari peserta didik kian hari meroket, padahal alokasi anggaran pendidikan dari APBN juga relatif cukup besar,” kata Syaiful dikutip dari laman resmi DPR RI, Jumat (17/5/2024).
Oleh karena itu, Komisi X DPR kata Syaiful, akan menbuat Panitia Kerja (Panja) Biaya pendidikan untuk memastikan biaya pendidikan di Indonesia tetap terjangkau.
Syaiful mengatakan, pada Panja Biaya Pendidikan, Komisi X akan memanggil stakeholder pengelola anggaran pendidikan seperti Kementerian Keuangan. Kemudian Kementerian Dalam Negeri, Kemendikbud Ristek, Bappenas, hingga pemerintah daerah dengan harapan, bisa diketahui faktor-faktor yang membuat biaya pendidikan di Indonesia semakin mahal.
Panja juga akan mencari tahu apakah semua lembaga yang mengelola anggaran pendidikan sudah sesuai kebutuhan di lapangan atau memang ada perlu perbaikan.
“Baik terkait pola distribusi, pola pengelolaan, hingga penentuan sasaran,” pungkas dia. (Red)