Tuesday, May 20, 2025
BerandaBerita UtamaAhli TPPU, Yenti Ganarsih Sebut Pengumpulan Uang Masyarakat Tanpa Izin OJK dan...

Ahli TPPU, Yenti Ganarsih Sebut Pengumpulan Uang Masyarakat Tanpa Izin OJK dan Bappebti Merupakan Tindak Pidana

progresifjaya.id, JAKARTA – Pengumpulan dana atau uang dari masyarakat harus memiliki izin dari OJK atau Bappebti. Tanpa adanya izin dari OJK atau Bappebti, baik telah berbadan hukum atau tidak boleh – boleh saja, namun bilamana pengumpulan dana tersebut mengiming – imingi dan menjanjikan sesuatu baik langsung atau melalui aplikasi sudah barang tentu merupakan tindak pidana.

Hal itu disampaikan oleh Dr. Yenti Ganarsih, SH., MH., yang merupakan pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang diajukan Melda Siagian, SH., dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara untuk memperkuat dakwaannya kepada terdakwa Peterfi Supandri dan Carry Chandra didepan majelis hakim pimpinan Juli Effendi, SH., MH., didampingi Slamet Widodo, SH., MH., dan Budiarto, SH., di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (14/9/2023).

Ditambahkannya, dirinya pernah memberikan keterangan ketika dipenyidik berkaitan  dengan investasi bodong berkedok Robot Trading FIN888 dan sesuai data yang diterimanya, baik dari pemberitaan beberapa media maupun yang disampaikan oleh sejumlah korban, disebut bahwa investasi bodong Robot Trading FIN888 belum ada izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Karena itu, kata dia, perbuatan kedua terdakwa terkait pengumpulan dana dari masyarakat tanpa izin dari OJK atau Bappebti tersebut adalah merupakan tindak pidana penipuan yang berpotensi kuat adanya terjadi TPPU. Namun demikian, maka harus dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya, seperti, perkara penipuan, penggelapan, ITE, Narkoba dan sebagainya.

Terkait dengan investasi FIN888, lanjutnya, bahwa perbuatan kedua terdakwa Peterfi Supandri dan Carry Chandra, yang mengiming – imingi dan menjanjikan imbalan uang per bulan, sudah jelas melanggar hukum dan mengenai aliran dana harus ditelusuri.

Sejumlah para korban ketika akan memberikan kesaksian. (Foto: Ari)

Dia katakan, sebagaimana Pasal 67 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2010, tentang TPPU bahwa uang yang dikumpulkan dari masyarakat harus dikembalikan kepada pihak yang berhak atau korban.

“Uang korban yang ditransfer pelaku bisa di kembalikan sebagaimana UU TPPU, baik yang ada di bank yang ada di Indonesia dan luar negeri,” tegas Yenti Ganarsih.

Dikatakannya, terkait apustille merupakan dokumen perusahaan yang telah didaftarkan di Kemenhumkam, dimana apidavid satu surat keterangan yang biasanya diminta luar negeri dan bisa dijadikan alat bukti pidana. Berdasarkan apidavid yang sudah diapustillekan, sudah cukup jadi bukti adanya TPPU, korporasi, kumpulan.

Biasanya, lanjutnya, apidavid yang minta penyidik, tapi ini yang mohonkan yang bersangkutan, apidavid merupakan sah alat bukti meski tidak diapustillekan apalagi ini diapustillekan.

Selain Ahli TPPU Yenti Ganarsih. Jaksa Penuntut Umum, Melda Siagian, juga menghadirkan ahli TPPU Flora Dianti, sedangkan ahli dari Perindag, yang menerangkan lewat zoom online, bahwa seluruh perusahaan yang ada di Indonesia harus ada badan hukumnya. Kalau tidak memiliki ijin usaha dinyatakan tidak sah.

“Selaku kuasa hukum para korban penipuan investasi ‘bodong’ Robot Trading FIN888, kami sangat mengapresiasi pendapat ahli TPPU yang disampaikan kepada majelis hakim. Kami mohonkan agar majelis hakim berterima atas pendapat ahli dan dapat dijadikan tolok ukur dalam memutuskan perkara yang telah merugikan para korban ratusan miliar rupiah,” kata Oktavianus Setiawan, SH., CMed., CMLC., CRIP., kepada sejumlah wartawan. (ARI)

Artikel Terkait

Berita Populer