progresifjaya.id, JAKARTA – Media sosial (medsos) di Indonesia kini berperan penting dalam menyalurkan aspirasi dan mengkritik pemerintah. Banyak konten atau cuitan di berbagai akun berseliweran dan cepat ditanggapi bagi yang merasa tersindir atau dikritik. Sepanjang masih dalam batas-batas toleransi, unggahan yang menjurus ke tindak pidana hanya kena UU-ITE yang hukumannya paling lama 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Namun di Arab Saudi ‘mengkritik’ pemerintah, bisa dihukum mati atau mendapat hukuman penjara selama 20 tahun. Ini terjadi pada aktivis medsos yang juga jurnalis bernama Turki al-Jasser yang dieksekusi mati, di Riyadh akhir Minggu lalu.
Turki dituduh melakukan “pengkhianatan tingkat tinggi” bekerja sama dengan pihak asing untuk melawan keamanan nasional. Demikian bunyi pernyataan Kementerian Dalam Negeri Saudi seperti dilansir The Guardian dikutip NCBCIndonesia, Sabtu (21/6).
Turki yang ditahan sejak 2018 memiliki dua akun Twitter yang sekarang berganti akun X. “Akun anonimnya lebih vokal dan menyindir, dan itulah yang menjadi sasaran pemerintah Saudi,” kata Abdullah Alaoudh, direktur Middle East Democracy Center.
Turki diyakini sebagai sosok di balik akun Twitter anonim yang kerap mengkritik keluarga kerajaan dan mengangkat isu HAM. Di depan publik, ia adalah pendiri blog Al-Mashhad Al-Saudi, yang membahas hak perempuan dan isu Palestina. Namun, aktivitas media sosialnya membuatnya ditangkap di tengah gelombang penindasan terhadap para pembangkang.
Eksekusi ini memicu kecaman luas. Sarah Leah Whitson, direktur eksekutif kelompok HAM DAWN, menyebutnya sebagai Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) menjadikan pengadilan Saudi sebagai senjata untuk mengeksekusi seseorang hanya karena kritik di media sosial.
Kasus ini juga mengungkap kembali skandal penyusupan agen Saudi ke Twitter pada 2014-2015, yang memungkinkan pemerintah mengidentifikasi ribuan akun anonim pembangkang, termasuk Turki. Salah satu korbannya, Abdulrahman al-Sadhan, dijatuhi hukuman 20 tahun karena akun yang mengejek keluarga kerajaan.
Meskipun Putra Mahkota MBS sempat menyatakan bahwa ia berupaya mengubah hukum di negaranya, para pakar menekankan bahwa setiap eksekusi harus disetujui olehnya. Artinya, eksekusi Turki al-Jasser terjadi dengan sepengetahuan dan izin langsung dari penguasa de facto Saudi itu.
Editor: Isa Gautama