Tuesday, April 22, 2025
BerandaHukum & KriminalBegal Anggaran Mungkin Terjadi Hampir di Semua Daerah: Yang Terjaring OTT Bisa...

Begal Anggaran Mungkin Terjadi Hampir di Semua Daerah: Yang Terjaring OTT Bisa Dikategorikan Lagi Apes

progresifjaya.id, JAKARTA – Begal anggaran yang dilakukan oknum anggota DPRD dengan oknum pejabat pemerintah daerah seperti yang terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) sebenarnya menjadi modus di hampir semua daerah. Namun yang apes lah terendus KPK.

Mengapa demikian? Mungkin ada yang teriak karena pembagian tidak merata atau teriak karena tidak kebagian. “Ini semua modus korupsinya gaya lama di daerah untuk memainkan anggaran rakyat,” celoteh mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo kepada wartawan, Senin (17/3).

Yudi bercerita bahwa modus lama itu dimulai dari DPRD yang menggunakan kewenangan mereka untuk mengesahkan APBD tahun berjalan dan bersepakat dengan pihak pemda karena saling menguntungkan. Kemudian dicarilah anggaran OPD terbesar, dalam kasus ini adalah Dinas PUPR karena diyakini mark up bisa besar-besaran untuk proyek fiktif renovasi, pembangunan gedung, hingga pengerjaan jalan.

“Dicari pengusaha atau swasta yang mau jadi bohir atau pihak penyedia uang agar mau memberi sejumlah uang untuk DPRD dan tentu saja pihak Pemda juga tidak mau tidak untung,” ujarnya.

“Selanjutnya Bohir bisa mengerjakan sendiri dengan perusahaannya, atau mencari bendera perusahaan lain atau pihak ketiga yang mau mengerjakan sehingga dia hanya menjadi calo anggaran sehingga hasil proyek yang dikerjakan sudah bisa ditebak entah itu mangkrak ataupun pembangunannya tidak sesuai kualitas,” papar Yudi yang sering diundang stasiun TV atau konten potcast untuk diwawancarai seputar kasus korupsi di KPK.

Biasanya KPK mengembangkan perkara tersebut berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh. Misalnya seorang kepala dinas tak mungkin bergerak sendiri tanpa persetujuan atasannya, yakni walikota atau bupati maupun gubernur.

“Karena dari logika hukum dan pengalamannya, kepala dinas tidak akan bergerak sendiri tanpa perintah atau paling tidak persetujuan atasan itu,” ceritanya lagi.

Begitu pula dengan DPR, diyakini ikatan antara pimpinan dan anggota dewan kuat sekalipun berasal dari partai politik berbeda. Hal itu sering terjadi sejumlah daerah.

“Kalau ada yang tidak kebagian atau istilahnya hujan tidak merata, pasti teriak. Diantaranya kasus korupsi massal DPRD seperti di Sumut, Seluma, dan Malang,” ucapnya.

Kasus begal anggaran ini sudah sering diungkap pada waktu-waktu lalu. Banyak kepala daerah dan anggota dewan yang terkena OTT pada kasus korupsi itu. Nah, seharusnya kasus ini contoh bagi pemerintah daerah dan juga DPRD, termasuk pengusaha untuk tidak melakukan korupsi karena cepat atau lambat pasti terkuak. Mungkin yang apes lebih cepat kena OTT duluan.

Seperti diketahui, tiga anggota DPRD di Kabupaten OKU, Sumsel sudah ditetapkan menjadi tersangka suap dan pemotongan anggaran proyek menagih fee ke Kadis PUPR OKU menjelang hari raya Idul Fitri. Ternyata, permintaan fee itu terjadi sehari usai KPK memberi peringatan kepada para penyelenggara negara melalui surat edaran kepada semua kepala daerah dan pejabat di bawahnya, termasuk para anggota dewan.

Sebagai informasi, KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di OKU. Mereka Ferlan Juliansyah (FJ) selaku Anggota Komisi III DPRD, M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD dan- Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU.

Kemudian Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU, M Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS) masing selaku kontraktor swasta.

KPK menyebut tiga anggota DPRD OKU itu menagih fee proyek yang telah disepakati sejak Januari 2025 ke Nopriansyah karena sudah mendekati Lebaran. Nopriansyah pun menjanjikan fee yang diambil dari sembilan proyek di OKU tersebut cair sebelum Lebaran.

“Menjelang hari raya Idul Fitri pihak DPRD yang diwakili oleh saudara FJ (Ferlan Juliansyah) yang merupakan anggota dari Komisi III, kemudian saudara MFR (M Fahrudin), kemudian saudari UH (Umi Hartati), menagih jatah fee proyek kepada saudara NOP (Nopriansyah) sesuai dengan komitmen yang kemudian dijanjikan oleh saudara NOP akan diberikan sebelum hari raya Idul Fitri,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (16/3).

Pada 13 Maret 2025, Nopriansyah menerima uang Rp 2,2 miliar dari Fauzi selaku pengusaha. Nopriansyah juga telah menerima Rp 1,5 miliar dari Ahmad. Uang itu diduga akan dibagikan ke Anggota DPRD OKU.

Pada 15 Maret, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para tersangka itu. KPK pun mengamankan uang Rp 2,6 miliar dan mobil Fortuner dari OTT itu.

Penulis/Editor: Isa Gautama

Artikel Terkait

Berita Populer