Friday, March 28, 2025
BerandaBerita UtamaBertentangan dengan Putusan Presiden dalam Kasus CPO, Prof Mudzakir : Jabatan Airlangga...

Bertentangan dengan Putusan Presiden dalam Kasus CPO, Prof Mudzakir : Jabatan Airlangga Sudah Bergeser dari Pembantu Menjadi Pembangkang

progresifjaya.id, JAKARTA – Ahli hukum pidana Prof DR Mudzakir SH., MH., menyebutkan, keputusan Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto menghapus domestic market obligation atau DMO bertentangan dengan keputusan presiden, padahal statusnya adalah sebagai pembantu presiden. Putusannya yang bertentangan dengan putusan presiden ini maka jabatan Airlangga sudah bergeser dari pembantu menjadi pembangkang.

Pencabutan DMO ini berdampak merugikan kebutuhan domestik dalam negeri yang ternyata dalam praktiknya sulit untuk mencari minyak goreng dan jika ada harganya sangat mahal sekali.

Timbul kesulitan masyarakat miskin dan menengah ke bawah untuk membeli minyak goreng, karena terjadi kelangkaan CPO yang ternyata banyak diekspor akibat mengambil keuntungan yang besar. Kalau masuk ke dalam negeri barangkali akan rugi istilahnya keuntungan kurang banyak.

“Maka saya akan kutip pertama dari panitia, bahwa sudah ada rapat terbatas tanggal 15 Maret 2002 yang dipimpin oleh presiden, yang mengambil keputusan mencabut harga eceran tetap dan menaikkan DMO dari 20% menjadi 30%. Ini keputusan presiden,” ujar Prof Mudzakir dalam sebuah diskusi yang diseleggarakan BEM Seluruh Indonesia, Senin (7/8).

Namun apa yang diperintahkan oleh presiden ini tidak dilaksanakan, Menko malah mencabut DMO pada rapat yang dipimpinnya di hari berikutnya tanggal 16 Maret 2022,

Konsekuensi daripada pencabutan DMO-nya, jelas dia, maka lahirlah keputusan untuk sekaligus melepaskan rambu-rambu ekspor, sehingga lahirlah ekspor CPO yang begitu bebas. Menurut pendapatnya, pencabutan DMO inilah yang menjadi masalah.

“Tetapi dalam rapat terbatas menko ekonomi, Pak menko ini malah justru sebaliknya, mencabut HET itu sudah benar, tetapi juga ditambah mencabut DMO. Konsekuensinya kalau DMO dicabut berarti dia tidak melaksanakan prinsip presiden yang mengharuskan naik menjadi 30% supaya stok dalam negeri itu bisa terpenuhi,” katanya.

“Jadi menurut saya yang melawan hukum adalah mencabut DMO,” tegasnya.

Penghapusan ini, menurut Mudzakir, bertentangan dengan keputusan presiden, padahal statusnya adalah sebagai pembantu presiden. Putusannya yang bertentangan dengan putusan presiden ini maka jabatan Airlangga sudah bergeser dari pembantu menjadi pembangkang.

“Dalam kaitan keputusan, kata dia, Lin Chen we selaku staf khusus menteri ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Seperti disampaikan oleh Bapak Bunyamin secara implisit sudah mengakui bahwa ini ada sesuatu hal yang menarik dalam konteks ini karena peran seorang staf khusus menko ini ternyata diketahui dengan teknik manipulasi sedemikian rupa, dia adalah konsultan perusahaan pengekspor CPO,” katanya.

Tiga Korporasi

Pada 15 Juni 2023, Kejaksaan Agung menetapkan tiga perusahaan: Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup, sebagai tersangka korupsi dalam kasus ini.

Penetapan tersangka dilakukan setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis lima orang terdakwa dengan hukuman 5-8 tahun. Vonis ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) di tingkat kasasi.

Majelis Hakim juga menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi atau tempat di mana para terpidana bekerja. Oleh karena itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya.

“Berdasarkan hal tersebut, dalam rangka menegakkan keadilan, Kejaksaan Agung segera mengambil langkah penegakan hukum dengan melakukan penyidikan korporasi, guna menuntut pertanggungjawaban pidana serta untuk memulihkan keuangan negara,” kata Ketut, 15 Juni 2023, dalam keterangan resmi.

Ketut mengatakan negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp6,47 triliun akibat perkara ini. Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak siginifikan, yaitu terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan masyarakat khususnya terhadap komoditi minyak goreng.

“Akibatnya, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai sebesar Rp 6,19 Triliun,” kata dia.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memperberat vonis semua terdakwa kasus korupsi minyak goreng di tingkat kasasi. Kelimanya mendapatkan tambahan hukuman penjara dan denda.

Vonis tersebut diputus pada Jumat, 12 Mei 2023. Kelima terdakwa tersebut adalah mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana; anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley M.A; dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang. (Ndy)

Artikel Terkait

Berita Populer