progresifjaya.id, LEBAK – Dosen Universitas Latansa Mashiro Rangkasbitung Mochamad Husen menyebutkan menteri pembantu kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terlibat kasus korupsi semuanya kader partai politik (parpol).
“Kami menilai kasus korupsi yang melibatkan menteri itu, karena biaya politik cukup tinggi,” kata Wakil Ketua Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Latansa Mashiro Rangkasbitung di Lebak, Banten, Kamis, (5/10/2023)
Kasus korupsi yang melibatkan menteri pembantu Presiden Jokowi itu antara lain eks Menkominfo Johnny G Plate, eks Menpora Imam Nahrawi, eks Menteri Sosial Idrus Marham, eks Menteri Sosial Juliari Batubara, dan eks Menteri KKP Edhy Prabowo.
Sedangkan, terakhir kasus korupsi menimpa Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mereka para menteri yang terlibat korupsi itu membuktikan bahwa semuanya sebagai kader parpol yang berkoalisi dengan partai pemenang 2014 – 2019. Karena itu, benang merahnya kasus korupsi yang melibatkan menteri hingga legislatif karena tingginya biaya politik tersebut.
Seharusnya, kata dia, negara dalam hal ini pemerintah wajib membiayai parpol, sehingga dapat mencegah perbuatan kejahatan korupsi yang dilakukan kader parpol.
“Kami meyakini kader parpol melakukan korupsi itu, karena bagaimana biaya bisa kembali lagi,” kata Mochamad Husen.
Menurut dia, kasus korupsi di lingkungan kabinet presiden kemungkinan ke depan akan banyak yang terlibat, karena biaya politik cukup tinggi. Sepanjang biaya parpol itu dibebankan kepada kadernya dipastikan tidak akan hilang kasus korupsi tersebut.
Untuk mencegah kasus korupsi tentu negara harus hadir dengan membiayai parpol, sehingga tidak dibebankan kepada kadernya.
Selain itu juga ketua parpol yang memutus kadernya duduk di pejabat menteri tentu harus dipilih dengan mengedepankan integritas tinggi dan mental untuk membangun bangsa dengan komitmen tidak melakukan korupsi.
“Kami memastikan kader parpol tidak melakukan korupsi jika biaya parpol dibiayai negara juga kader yang dipersiapkan menjadi menteri harus memiliki integritas dan mental. Jika mental mereka lemah tentu akan mudah menerima suap maupun permainan kongkalingkong untuk membobol keuangan negara,” kata mantan anggota DPRD Lebak.
Ia mengatakan, banyaknya menteri yang terlibat korupsi tentu menjadikan bahan evaluasi presiden untuk menentukan dan menunjuk menteri dan pejabat lainnya. Sebab, penentuan menunjuk menteri sangat penting dilakukan guna membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
“Saya kira kasus korupsi yang melibatkan menteri itu dipastikan berdampak pada tingkat ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah,” ujarnya. (R. Rencong)