progresifjaya.id, JAKARTA – Buronan Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) Benyamin Netanyahu yang juga Perdana Menteri (PM) Israel ternyata takut juga ditangkap saat mengunjungi Amerika Serikat (AS). Pasalnya untuk menuju ke negara Adi daya itu, pesawatnya harus memutar sejauh 400 kilometer atau sejauh 248,5 mil agar tidak melewati negara-negara anggota ICC.
Mahkamah internasional itu menyatakan Benjamin Netanyahu merupakan salah satu penjahat perang di Gaza, Palestina yang harus diadili. ICC juga sudah mengeluarkan surat perintah penangkapan kepada 21 negara yang menjadi anggotanya. Oleh sebab itu pesawat yang membawa Netanyahu tidak berani melewati udara negara-negara seperti Irlandia, Islandia, dan Belanda yang menjadi anggota ICC. PM Israel itu takut negara anggota ICC itu akan menangkapnya sesuai perintah yang dikeluarkan atas kejahatan perang di Gaza.
Pesawat resmi Netanyahu, yang dikenal sebagai Wing of Zion menjauh dari rute tercepatnya dalam perjalanan menuju AS untuk menghindari negara-negara yang menurut Israel dapat mematuhi surat perintah ICC jika pendaratan darurat diperlukan. Menurut laporan Haaretz, Selasa (8/4), penerbangan akhirnya melewati Yunani, Italia, dan Prancis agar terbebas dari udara negara negara anggota ICC.
Seperti diketahui ICC pada November 2024, mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant atas kejahatan perang yang dilakukan di Gaza. Sejak saat itu, Netanyahu secara konsisten mengambil jalur penerbangan yang lebih jauh untuk menghindari yurisdiksi dari negara-negara penandatangan Statuta Roma—perjanjian yang membentuk ICC—untuk menegakkan keputusan pengadilan tersebut.
Kunjungan sebelumnya ke AS pada bulan Februari, tak lama setelah Netanyahu menjalani operasi, juga mengikuti rute yang dipetakan dengan cermat terbang di atas pangkalan militer AS untuk memastikan kedekatan dengan fasilitas medis sekutu jika terjadi keadaan darurat.
Netanyahu mendarat di Washington pada Minggu malam untuk serangkaian pertemuan dengan Presiden AS Donald Trump dan pejabat senior Amerika. Mereka mendiskusikan dengan fokus pada perang Israel di Gaza, nasib 59 tawanan Israel yang masih ditahan di Jalur Gaza, dan kebijakan perdagangan baru Trump, yang telah mengenakan tarif 17 persen pada barang-barang Israel.
Kedatangannya disambut dengan protes di luar kediaman sementara Trump di ibu kota AS, dengan para demonstran mengecam kunjungannya dan menarik perhatian pada perang yang sedang berlangsung di Gaza dan surat perintah penangkapan ICC.
Kantor Netanyahu mengatakan kunjungan tersebut juga akan membahas masalah keamanan regional, termasuk Iran, hubungan Israel-Turki, dan apa yang digambarkannya sebagai “menghadapi Pengadilan Kriminal Internasional”.
Sementara itu Hongaria menyatakan ke luar dari anggota ICC, saat Netanyahu mengakhiri kunjungan resmi empat hari ke Budapest sebagai perhentian pertama di Eropa yang dilakukannya sejak surat perintah ICC dikeluarkan.
Perdana Menteri Hongaria Viktor Orbán sebelumnya berjanji pada bulan November untuk menentang surat perintah penangkapan, dengan mengatakan bahwa surat perintah itu “tidak akan berpengaruh di Hongaria.”
Keluarnya Hongaria menggarisbawahi perpecahan yang semakin besar di antara negara-negara anggota atas keputusan ICC. Sementara negara-negara seperti Irlandia, Italia, dan Belanda mengatakan mereka akan menegakkan surat perintah tersebut jika Netanyahu memasuki wilayah mereka. Negara-negara lainnya termasuk Amerika Serikat mengecam langkah ICC.
Sebagai penandatangan Statuta Roma, negara mana pun yang terikat secara hukum oleh ICC harus menangkap individu yang disebutkan dalam surat perintahnya jika mereka memasuki yurisdiksinya. Seperti Filipina yang menangkap mantan presidennya sendiri Rodrigo Duterte atas perintah ICC karena dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan membunuh ribuan orang yg tersangkut narkoba.
Penulis/Editor: Isa Gautama