Monday, May 19, 2025
BerandaHukum & KriminalCap Jari yang Dibubuhkan Terdakwa Tidak Bisa Dikualifikasi Tindak Pidana

Cap Jari yang Dibubuhkan Terdakwa Tidak Bisa Dikualifikasi Tindak Pidana

progresijaya.id, JAKARTA – Perbuatan terdakwa yang membubuhkan cap jari pada kolom nama saksi pelapor Melliana Susilo pada akad jaminan fidusia tidak memiliki kualifikasi sebagai tindak pidana.

Hal itu terungkap saat Tim penasehat hukum terdakwa Hasim Sukamto masing-masing, Teddi Adriansyah, SH., MH., Henrius Nani, SH., dan Albert Frans Nova, SH., menegaskan di depan majelis hakim pimpinan Djuyamto Hadi Sasmito, SH., MH., didampingi Taufan Mandala Putra, SH., MHum., dan Agus Darwanto, SH., di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, pekan lalu.

Menurut Henrius Nani, perbuatan terdakwa tidak dilandasi oleh niat dan motivasi (mens rea) sebelum perbuatan itu dilakukan. Suatu actu reus dinyatakan sebagai delik pidana jika terlebih dahulu dinyatakan ada niat dan motivasi yang menjadi sikap batin pelaku.

Cap jari pada akta Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), tambahnya, tidak diperlukan. Sebab menurutnya, SKMHT bukan dokumen produk notaris, melainkan dokumen produk PPAT dan cap jari diatur dalam UU No. 2 tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sedangkan PPAT berlandaskan pada UU No. 5 tahun 1960.

Ditegaskannya, Bank CIMB Niaga tidak memiliki syarat cap jari pada dokumen yang berhubungan dengan kredit, kecuali nasabah atau pihak yang berkepentingan tidak memiliki kemampuan untuk membubuhkan tandatangan.

“Klien kami tetap pada sikapnya, bahwa yang menandatangani akta SKMHT tersebut adalah istrinya Melliana Susilo sendiri. Klien kami sudah memberikan dokumen tersebut kepada Melliana Susilo dan selama satu malam dokumen itu berada dalam kamar tidur Melliana Susilo,” ujar Henrius.

Dikatakannya, Melliana Susilo tidak berhak menuntut kerugian terkait dua aset yang dijaminkan di Bank CIMB Niaga, karena kedua aset tersebut adalah milik PT. HMU, bukan harta bersama yang kemudian mau dijadikan harta gono gini.

Menurutnya, cap jari yang dibubuhkan terdakwa pada kolom nama istrinya Melliana Susilo di dalam SKMHT tidak dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana, karena cap jari bukan syarat yang ditentukan oleh UU No. 5 tahun 1960.

Pengajuan kredit di Bank CIMB Niaga, tambahnya, adalah merupakan take over (pengalihan) kredit, bukan kredit baru. Karena itu, Melliana Susilo tidak beralasan untuk tidak menandatangani SKMHT, karena di Bank Commonwealth sebelumnya Melliana Susilo menyetujuinya.

“Saya hanya berniat membantu penghematan pengeluaran perusahaan yang sedang mengalami penurunan omset yang salah satunya adalah dengan cara mengalihkan kredit dari Bank Commonwealth yang suku bunga kreditnya tinggi 13%/tahun ke Bank CIMB Niaga yang suku bunga kreditnya lebih rendah 8%/tahun, kan ada penghematan sebanyak 5%/ tahun,” kata Hasim Sukamto.

Hasim Sukamto mengatakan, kredit yang diajukan di Bank CIMB Niaga, bukan kredit baru, melainkan pengajuan pengalihan kredit dari Bank Commonwealth dan jaminan yang di Bank Commonwealth itu pula yang dijaminkan menjadi jaminan di Bank CIMB Niaga.

“Jaminan kedua aset itu telah lama berlangsung di Bank Commonwealth, istri saya Melliana Susilo dan anak-anak kami juga mengetahui bahwa kedua aset yang dijaminkan tersebut adalah milik PT. HMU, bukan harta bersama atau harta gono gini,” jelasnya.

Jadi, tambahnya, dimana kerugian istri saya itu dan agar diketahui oleh publik, bahwa sama sekali pemegang saham di PT. HMU adalah para anggota keluarga dan tidak ada pemegang saham dari luar keluarga.

“Keterangan istrinya Melliana Susilo didepan majelis hakim ketika diperiksa dan didengar keterangannya sebagai saksi pelapor yang mengatakan, memiliki sebagian saham di PT. HMU dan kredit di Bank CIMB Niaga adalah kredit baru, serta dia mengalami kerugian sebesar Rp 22 miliar lebih adalah sama sekali tidak benar, jelas penuh kebohongan,” katanya.

“Saya tidak habis pikir dengan pola pikir istri saya Melliana Susilo ini. Darimana dia dirugikan hingga mencapai puluhan miliar rupiah, sedangkan yang membayar kredit tersebut jelas PT. HMU, karena yang mengajukan pengalihan kredit dari  Commonwealth ke Bank CIMB Niaga adalah PT. HMU, bukan saya atau kakak saya Hasan Sukamto atau istri saya Melliana Susilo,” jelasnya sedikit bernada bertanya kepada Progresif Jaya.

Dikatakannya, istrinya diundang melalui WA oleh karyawan tanggal 22 Desember 2017 yang meminta semua pengurus dan istri pemilik jaminan di mohon kehadirannya di ruang meeting PT. Hasdi dalam rangka penandatanganan proses akad kredit Bank Niaga tanggal 27 Desember 2017, tetapi pada saat itu istrinya Melliana Susilo tidak hadir dengan alasan ada urusan mendadak di GTI dan meminta agar prosesnya dilanjut saja.

Namun, lanjutnya, setelah akad proses pengalihan kredit tersebut telah berlangsung selama 9 bulan, istrinya Melliana Susilo melaporkannya ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan pemalsuan dan/atau memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik srbagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP dan/atau pasal 266 KUHP.

“Waduh, hebat dong istrinya merasa dirugikan kurang lebih Rp 22 miliar, tapi masih anteng-anteng saja selama 9 bulan. Kemana saja selama ini dan kenapa setelah 9 bulan baru melapor ke Polisi ya,” gumam seorang pengunjung sidang sembari meninggalkan ruangan.

Penulis/Editor: U. Aritonang

Artikel Terkait

Berita Populer