Wednesday, May 21, 2025
BerandaBerita UtamaCukup para Politisi Berebut Kekuasaan, Toto Izul Fatah: Penulis Jangan Diajari 'Kudeta'

Cukup para Politisi Berebut Kekuasaan, Toto Izul Fatah: Penulis Jangan Diajari ‘Kudeta’

progresifjaya.id, JAKARTA – Para penulis itu sama dengan seniman, sastrawan dan budayawan yang lahir dengan pewarisan sifat ‘DNA’-nya (deoxyribonucleic aid -dalam istilah kedokteran) untuk selalu berkarya, bukan untuk berkuasa. Mereka bergerak mengalir atas panggilan jiwa dan moral yang berbasis pada kreatifitas dan sensitifitas terhadap lingkungan sekitar.

Demikian penulis dan juga wartawan senior Toto Izul Fatah mengatakan hal itu menanggapi kisruh para penulis yang tergabung dalam organisasi Satu Pena, setelah ketua umumnya, DR Nasir Tamara ‘dikudeta’ sejumlah anggotanya melalui Rapat Luar Biasa Anggota (RLBA) pada tanggal 1 dan dilanjut 8 Agustus 2021.

Buntut dari kisruh tersebut, Nasir Tamara didukung para penulis senior lain melayangkan somasi kepada para penyelenggara RLBA karena dianggap sebagai kegiatan organisasi yang liar dan illegal.

Kepada pers, Senin (9/8), Toto Izul Fatah yang juga Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengaku perihatin atas kisruh tersebut karena sangat berpotensi merusak citra para penulis sebagai salah satu bagian dari civil society.

Mereka sebaiknya kembali kepada ‘DNA’ awalnya sebagai komunitas yang tak memiliki syahwat berebut kekuasaan.

“Sudahlah, cukup yang yang bertikai berebut kekuasaan itu para politisi di partai politik dan gedung DPR/MPR. Jangan dibawa merembet ke organisasi para penulis. Seluruh anggota Satupena itu seharusnya tak punya waktu dan kesempatan untuk berpikir berebut kekuasaan dan jabatan ketua umum, karena waktunya dihabiskan untuk berkarya,” kata Toto.

Karena itu, Toto yang juga Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA mengingatkan, siapapun yang hari ini tergabung dalam Satupena untuk tidak mengajari para penulis lakukan ‘kudeta’.

Disamping telah melenceng keluar dari habitat aslinya sebagai penulis sekaligus civil society, juga hanya akan menjadi tontonan menggelikan rakyat hari ini yang sedang mengalami berbagai kesulitan hidup.

Menurut Toto, sangat tak elok dilihat dan didengar, para penulis harus menguras waktunya dengan berebut posisi lewat ‘kudeta’ jabatan ketua umum yang sah. Masih ada ruang demokrasi yang terbuka lebar untuk berdialog dan beradu gagasan sehat.

Terutama, dalam konteks merumuskan peran maksimal para penulis dalam menunaikan tugas sucinya sebagai kelompok intelektual yang kritis, kreatif dan peduli terhadap keadaan hari ini yang sedang tidak baik-baik saja.

“Saya sih berharap, jangan ada penulis yang mau menjadi inang bersemainya virus demokrasi yang pathogenic di lingkungannya masing-masing, termasuk di lingkungan organisasi para penulis. Mari kita jaga imunitas demokrasi ini agar makin sehat dan kuat. Salah satunya, mereka harus kembali ke ‘DNA’ awalnya sebagai agen moral, bukan agen kekuasaan,” tegas Toto.

Penulis/Editor: Isa Gautama

Artikel Terkait

Berita Populer