progresifjaya.id, JAKARTA – Direktur Pemberitaan (Dirpem) Jak TV Tian Bahtiar (50) yang ditetapkan tersangka kasus perintangan penyidikan perkara impor gula dan kasus timah oleh Kejagung, membantah terima order Rp 478,5 juta untuk membuat dan menayangkan berita sudutkan kejaksaan. “Tidak benar itu,” katanya menjawab pertanyaan awak media, saat tersangka digelandang penyidik masuk ke mobil tahanan, Selasa (22/4) dinihari.
Sambil berjalan dengan tangan diborgol ke depan, Tia berujar berkali-kali tidak ada. “Nggak ada, gak ada. Kita sama-sama satu profesi,” ujarnya. Tian memakai rompi warna merah jambu dan menggunakan masker kelabu.
Jurnalis berkacamata itu, tidak sempat menjawab pertanyaan rekan wartawan yang mencecarnya dengan berbagai pertanyaan, karena keburu masuk ke dalam mobil tahanan yang akan membawanya ke Rutan Salemba.
Sementara Dewan Pers tampaknya tidak akan membela Tian Bachtiar yang juga sebagai jurnalis di Jak TV. Pihaknya tidak akan ikut campur dalam proses penyidikan pidana. Dia mengaku tak ingin Dewan Pers menjadi lembaga yang cawe-cawe.
“Kalau memang ada bukti-bukti yang cukup bahwa kasus tersebut terkait dengan tindak pidana, maka ini adalah kewenangan penuh dari Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti prosesnya,” ujar Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu kepada wartawan, Selasa (22/4) sore.
Sebelumnya Kejagung membantah mempidanakan Tian Bahtiar sebagai wartawan atau jurnalis. Proses hukum terhadap Direktur Pemberitaan Jak TV itu dalam kapasitasnya sebagai pribadi atau personal.
“Kami juga menjelaskan kepada Dewan Pers bahwa pertama, perbuatan yang disangkakan kepada yang bersangkutan adalah perbuatan personal yang tidak terkait dengan media. Itu tegas,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, dalam konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta, Selasa, (22/4).
Harli menampik bahwa Tian ditetapkan tersangka karena berita, padahal Kejagung tidak antikritik. “Bahwa yang dipersoalkan kejaksaan bukan soal pemberitaan, karena kita tidak antikritik. Bahkan rekan-rekan media tahu sejak saya jadi Kapuspen,” kata Harli lagi.
Menurut Harli, penyidik Jampidsus Kejagung menetapkan Tian sebagai tersangka, atas tindakannya yang bermufakat melakukan perintangan penyidikan.
“Tapi yang dipersoalkan adalah tindak pidana permufakatan jahatnya antar pihak-pihak ini sehingga terjadi perintangan terhadap proses yang berjalan, ada rekayasa di sini,” jelasnya.
Kejagung mengklaim Dewan Pers telah menerima penjelasan pihaknya. “Setelah mendapat penjelasan-penjelasan itu, terkait penegakan hukum, Dewan Pers sangat menghormati itu, kami juga terkait etik dan karya jurnalistik kami menghormati Dewan Pers akan melakukan itu,” tuturnya.
Harli menegaskan Kejagung menghargai perbedaan pandangan dan menjaga demokrasi yang disuarakan media massa. “Kepada teman-teman media bisa menjadi saluran informasi bagi berbagai pandangan yang barang kali ada perbedaan-perbedaan. Itu sangat demokratis, dan dimaknai dari esensi perkara ini,” tandasnya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Direktur Jak TV Tian Bahtiar sebagai tersangka perintangan penyidikan sejumlah perkara korupsi. Perintangan yang dimaksud, ialah membuat dan menyebarkan berita yang dianggap menyudutkan Kejagung, dalam penanganan sejumlah kasus korupsi.
Berita itu, disebut Kejagung hasil pesanan dari dua pengacara yakni Marcella Santoso dan Junaedi Saibih. Atas aksinya, Tian disebut Kejagung menerima imbalan Rp 478,5 juta dari dua advokat tersebut.
Kejagung menjelaskan, bahwa kesalahan dari Tian, ialah menerima uang untuk kepentingan pribadi bukan perusahaan, dari hasil membuat produk jurnalistik dan menyebarkannya.
“Dia mendapatkan uang atas nama pribadi, bukan sebagai Direktur Jak TV karena tidak ada kontrak tertulis dengan perusahaan,” ujar Harli Siregar lagi.
Atas perbuatannya, Tian, Marcella dan Junaedi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Ketiganya dijerat Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Advokad Marcela Santoso sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka pada perkara suap putusan lepas (onslag) terhadap korupsi korporasi impor minyak goreng. Artinya dia menjadi tersangka dalam dua perkara korupsi yang disidik Kejagung.
Sedangkan Junaedi Saibih merupakan pengacara dari Harvey Muis dalam perkara korupsi Timah. Hal ini ada kaitannya dengan perintangan penyidikan dalam perkara ini. Tersangka juga dikenal sebagai staf pengajar atau dosen di Universitas Indonesia dan pernah menjadi kuasa hukum perkara pajak terpidana Rafeal Alun beberapa tahun lalu.
Penulis/Editor: Isa Gautama