Saturday, February 8, 2025
BerandaBerita UtamaDiusung PPP sebagai Caleg Dapil Banten 3: FortunE Siap Lenggangkan Eno Syafrudien...

Diusung PPP sebagai Caleg Dapil Banten 3: FortunE Siap Lenggangkan Eno Syafrudien ke Senayan

progresifjaya.id, TANGERANG – Pengurus dan anggota Forum Relawan Tangerang untuk Eno (FortunE) tampaknya sudah mulai siap melakukan tugasnya guna mendukung dan memenangkan tokoh pendidik Eno Syafrudien yang diusung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi calon anggota legislatif (caleg) DPR RI.

Mantu Wakil Presiden, KH Ma’ruf Amin ini akan bertarung di daerah pemilihan (dapil) Banten 3 yang meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.

Ketua FortunE, Haerul Herdiansyah mengatakan, pihaknya terus merapatkan barisan dan melakukan komunikasi ke para koordinator di dapil 3 Banten.

“Untuk sementara kami mendirikan posko FortunE bermarkas di kawasan Legok, Kabupaten Tangerang. Ke depannya kami akan nembuka posko  Eno’S Centre di beberapa tempat wilayah dapil 3 sebagai  posko para kordinator guna mensosialisasikan dan memperkenalkan  Eno sebagai caleg PPP potensial,” papar Haerul.

Mantan wartawan dan ketua beberapa LSM di Tangerang itu, optimis Eno Syafrudien dapat melenggang ke Senayan, karena dia tokoh pendidik yang pas untuk dipilih menjadi anggota dewan guna menyuarakan aspirasi masyarakat.

“Kita tinggal nensosialisasikan saja agar warga memilih caleg yang tepat,” tambah Haerul.

Eno lahir di Kebumen, Jawa Tengah 17 Agustus 1960. Suami dari Siti Ma’rifah Ma’ruf putri sulung KH Ma’ruf Amin itu, dari sejak muda sudah mengabdi di dunia pendidikan hingga sekarang.

Sejak 2017, Eno menjabat sebagai Ketua (Rektor) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Shalahuddin Al-Ayyubi Jakarta. Sekolah ini berdiri 1984 dinaungi Yayasan Al-Jihad yang didirikan oleh KH. Ma’ruf Amin, mertuanya.

Eno Syafrudien belajar di Gontor sejak 1975 sampai 1981. Tamat dari Gontor, ia pulang kampung dan mengabdi menjadi guru di SMP Demangsari, Kebumen (1981-1982) dan di Pesantren Gading, Kroya, Jawa Tengah (1982).

Dalam kurun waktu itulah ia mendirikan lembaga informal kursus bahasa Inggris pertama di Kebumen. Jadi jauh sebelum hadirnya sejumlah lembaga kursus bahasa Inggris ternama seperti sekarang ini.

Di sela-sela mengajar di SMP dan pesantren tersebut, Eno Syafrudien membuka kelas les bahasa Inggris bagi para siswa, mahasiswa, dan para guru. Mulai dari rumah ke rumah sampai memanfaatkan ruangan di kediaman orang tuanya.

Seukuran zaman itu, era 1980-an, inovasi Eno dipandang sebagai terobosan; gebrakan yang tak lazim. Jangankan berbahasa asing, masyarakat saat itu masih banyak buta aksara. Lagi pula, jebolan pesantren pada zaman itu lebih fasih berbahasa Arab. Karenanya lebih banyak mengajar mengaji Al-Quran dan bahasa Arab.

Sayangnya, kelas kursus bahasa Inggris besutan Eno Syafrudien berjalan hanya setahun. Sebab ia melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta di Ciputat, Tangsel (1982-1989).

Pembelajaran di Gontor yang mewajibkan para santri berbahasa Inggris dan Arab sebagai bahasa percakapan sehari-hari serta pengalaman mendirikan lembaga kursus bahasa Inggris di tanah kelahiran sangat membekas dalam dirinya.

Tidak terlalu heran bila dirinya memilih program studi Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta.

Pada era 1980-an, UIN di Ciputat Tangerang Selatan dulunya berstatus Institut Agama Islam Negeri (IAIN), merupakan fase perkembangan paling intensif dalam modernisasi pemikiran Islam di Indonesia.

Sebagai mercusuar transformasi pemikiran Islam modern  di tanah air, sampai-sampai IAIN itu dikenal sebagai Madzhab Ciputat.

Kekentalan intelektualisme Ciputat inilah yang menempa Eno menjadi penerjemah literatur bahasa Inggris ke bahasa Indonesia selain pemikir di bidang humaniora.

Semasa kuliah di Ciputat, Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Kebumen 2004-2009 ini memelopori berdirinya lembaga kajian kemanusiaan Akademika, Humanika, dan Logos. Lembaga terakhir ini dinaungi Yayasan Kalimah, yang ia dirikan bersama para seniornya, antara lain Prof. Dr. Azyumardi Azra dan almarhum Prof. Dr. Badri Yatim.

Melalui  jaringan penerbit di Jakarta, antara lain Gaya Media Pratama, Eno Syafrudien intensif menjalin kerjasama dengan beberapa penerbit buku ternama di Amerika Serikat dan Eropa.

Yayasan Kalimah paling produktif menjalin kerjasama tersebut. Khususnya melalui unit usaha penerbitan dan percetakan PT. Logos Wacana Ilmu yang berdiri pada pertengahan dekade 1990-an.

Bagi para akademisi dan praktisi dari kalangan pendidikan tinggi Islam, buku-buku terbitan Logos Wacana Ilmu menjadi salah satu referensi penting dalam studi Islam di tanah air.

Sampai tahun 2003, Ketua Umum Yayasan Rekat Anak Bangsa ini telah menghasilkan enam buku terjemahan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dari para ilmuan terkenal di dunia.

Debutnya di tahun 1988 saja sudah menerjemahkan karya Erich Fromm, filosof Jerman yang dikenal dengan sang filosof cinta melalui karya The Art of Loving (1956).

Sebagai debut, Eno menerjemahkan karya Erich Fromm, Man for Himself: An Inquiry Into the Psychology of Ethics (1947), penerbit Rinehart, New York. Eno menerjemahkan buku ini dengan judul “Manusia bagi Dirinya: Suatu Telaah Psikologis Filosofis tentang Tingkah Laku Manusia Modern”, diterbitkan Akademika, Jakarta.

Tak hanya literatur studi Islam, filsafat, dan psikologi, pada dekade 1990-an, ia juga menerjemahkan karya-karya ilmu praktis.

Seperti karya penulis spiritual, Les Donaldson, dan pakar SDM, Edward E Scannell. Kedua tokoh itu menerbitkan karya Human resource development: the new trainer’s guide (1979).

Bersama koleganya, Mochammad Yakub, Eno menerjemahkan buku tersebut, “Pengembangan Sumber Daya Manusia: Panduan bagi Pelatih Pemula” (1993) melalui penerbit Gaya Media Pratama, Jakarta.

Kepiawaian Eno menerjemahkan literatur Inggris menjadi magnet redaksi koran bahasa Inggris Indonesian Observer merekrutnya sebagai wartawan pada 1995.

Tapi ia bekerja di koran bahasa Inggris lagendaris yang telah muncul pada zaman Presiden Soekarno itu hanya setahun.

Ayah dari empat orang anak ini memilih mengundurkan diri. Sebabnya, Menteri Penerangan RI, Harmoko, menekan redaksi Indonesian Observer agar mengubah penggunaan kalimat yang ia tulis tentang sikap pemerintah Indonesia atas intervensi militer Amerika Serikat terhadap kawasan Teluk pasca Invansi Kuwait (Perang Teluk II) antara Irak vs Kuwait yang meletus tahun 1990. (Isa)

Artikel Terkait

Berita Populer