progresifjaya.id, JAKARTA – Kendatipun majelis hakim menjatuhkan putusan yang lebih tinggi kepada kedua terdakwa penyiram Novel Baswedan yakni, Rahmat Khadir Mahulette (RKM) yang divonis dengan hukuman penjara selama 2 tahun dan Ronny Bugis (RB) divonis dengan hukum penjara selama 1 tahun 6 bulan, namun dengan sifat ksatria keduanya menerima putusan tersebut.
“Terdakwa Rahmat Khaidir Maulete divonis selama 2 tahun penjara karena terbukti telah merencanakan hingga melakukan penyerangan terhadap Novel Baswedan. Sedangkan Ronny Bugis terbukti ikut terlibat dalam aksi penyerangan tersebut dan dijatuhi hukuman selama 1 tahun dan 6 bulan penjara,” kata majelis hakim pimpinan Djuyamto, SH., didampingi Agus Darwanto, SH., dan Taufan Mandala, SH., MH., sebagai anggota majelis hakim dalam amar putusannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (16/7).
Kedua terdakwa RKM dan RB mengaku bersalah atas tindakan itu dan siap mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut. Pasalnya, ketika majelis hakim mempertanyakan tanggapannya atas putusan tersebut dengan sigap kedua pelaku menjawab kesiapannya.
“Bagaimana tanggapan terdakwa atas putusan tersebut, apa menerima, pikir-pikir atau mengajukan banding,” tanya majelis hakim usai membacakan amar putusannya.
“Siap, Yang Mulia, saya menerima hukuman tersebut,” jawab terdakwa RKM dan RB.
Sementara Tim penasehat hukum kedua terdakwa dari Kadivkum Polri juga menyatakan menerima putusan, tetapi dari Tim JPU menyatakan pikir-pikir dengan berakhirnya persidangan ini, maka berakhir pula pemeriksaan kedua terdakwa.
Menurut salah satu praktisi hukum mengatakan, putusan majelis hakim itu harus tetap dihormati, karena putusan itu cukup berkeadilan bagi kedua terdakwa yang secara ksatria mengakui perbuatannya, bahkan mereka juga siap bertanggung jawab.
“Bagi masyarakat yang kurang puas atas putusan tersebut, terutama dari kuasa hukum korban Novel Baswedan yang mengaku sangat paham akan hukum, tetapi kurang berterima atas putusan tersebut, silahkan mengajukan banding. Sampaikan keberatannya, melalui jaksa,” ujarnya kepada Progresif Jaya di PN Jakarta Utara usai mendengarkan putusan.
Saudara, sambungnya, tidak perlu mempublikasikan identitas, biar publik yang memberikan penilaian.
Ditambahkannya, tidak perlu menyeret-nyeret para petinggi Kejaksaan maupun para petinggi Kepolisian atau yang berkepentingan untuk menutup-nutupi permasalahan ini, yang penting saat ini adalah faktanya kedua pelaku penyiraman Novel Baswedan bersedia mempertanggungjawabkan semua perbuatannya.
Dikatakannya, kalau memang Novel Baswedan yang jelas mantan Polisi yakin bahwa kedua pelaku tersebut bukanlah pelakunya, seharusnya dia juga dapat berkoordinasi dengan baik dengan aparat penyidik untuk mengungkap siapa pelaku sebenarnya dan siapa dalang dibalik penyiramannya.
“Sebagai praktisi hukum yang sering menangani perkara pidana maupun perkara perdata di beberapa pengadilan di Indonesia seharusnya dalam memberikan statmen haruslah yang positif, sehingga masyarakat pencari keadilan tidak merasa ragu akan peradilan di Indonesia. Janganlah mengaku-ngaku sebagai praktisi hukum, kalau hanya ingin menyesatkan pemikiran masyarakat,” jelasnya.
Perlu di ingat, sambungnya, semua hakim di dunia ini dalam memberikan putusan tentu telah berdasarkan rasa keyakinannya dan sama sekali tidak dapat dipengaruhi publik atau di intervensi oleh siapapun, bahkan tidak juga dengan adanya statmen-statmen yang menggiring kepenyesatan publik.
“Marilah kita sebagai aparat penegak hukum (advokat, Polisi, jaksa, hakim) mengarahkan atau mengajak agar masyarakat seluruh Indonesia untuk menghargai putusan-putusan hakim yang berkeadilan. Kalau ada yang tidak terima atau kurang puas atas putusan tersebut, kan masih ada langkah berikutnya, ya silahkan banding, kasasi sampai mengajukan peninjauan kembali (PK),” jelasnya, sambil mengingatkan agar identitasnya jangan ditulis.
Masyarakat, terdakwa atau korban, bahkan yang mengaku sebagai praktisi atau pengamat hukum, juga pakar hukum agar jangan asal protes, bahkan sampai mengeluarkan statmen yang memperburuk penilaian kepada lembaga peradilan.
“Kalau tidak puas sama putusan hakim, kan ada langkah berikutnya yaitu, ya upaya hukum lagi, sampai ke kasasi, barulah kelihatan hasilnya. Putusan hakim tersebut dibuat berdasarkan fakta hukum yang terungkap selama proses pemeriksaan mulai dari identitas terdakwa, keterangan saksi korban dan saksi lainnya, juga keterangan ahli dalam perkara tersebut, juga keterangan terdakwa,” jelasnya.
Penulis/Editor: U. Aritonang