Tuesday, May 20, 2025
BerandaHukum & KriminalDugaan Pelecehan Seksual Bupati Maluku Tenggara: Meski Laporan Dicabut, Proses Tetap Berlanjut

Dugaan Pelecehan Seksual Bupati Maluku Tenggara: Meski Laporan Dicabut, Proses Tetap Berlanjut

progresifjaya.id, JAKARTA – Kasus dugaan pelecehan seksual Bupati Maluku Tenggara terhadap gadis pelayan kafe lalu menikahi jadi sorotan. Korban dinikahi dengan mahar Rp 1 miliar.

Sang bupati pun menikahi gadis itu secara siri. Kronologi peristiwa dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Bupati Maluku Tenggara M Thaher Hanubun itu pun terkuak.

M Thaher Hanubun diduga melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan inisial TA (21), yang bekerja sebagai karyawan di kafe milik Thaher.

Dikutip detikcom, kasus itu telah dilaporkan ke Polda Maluku pada Jumat (1/9). Laporan itu teregister dengan nomor TBL/230/IX/2023/MALUKU/SPKT

Aktivis perempuan dari Yayasan Peduli Inayana Maluku, Othe Patty, mengatakan pelecehan yang dilakukan Thaher diduga terjadi di kafe miliknya yang berada di wilayah Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, pada April 2023. Othe mengatakan saat itu korban diminta memijat pelaku di kamar hingga terjadi pelecehan.

Perbuatan serupa ternyata pernah coba dilakukan kembali oleh pelaku terhadap korban pada Agustus. Namun saat itu korban menolak hingga berujung pemecatan. Pada awal September, korban TA akhirnya memberanikan diri melaporkan kasus itu ke kepolisian.

“Ya, menurut korban (kejadian sejak April 2023) seperti begitu. Dia baru berani melaporkan, jadi dia kumpul kekuatan untuk membicarakan masalah yang menimpa dirinya itu seng (tidak) gampang,” kata Othe.

Sepuluh hari setelah pelaporan ke Polda Maluku, korban TA justru mencabut laporannya. Namun polisi menyebut kasus pelecehan Bupati Malra tetap akan dilakukan.

“Benar seperti berita (informasi korban mencabut laporan itu), tapi (proses pengusutan) tetap berlanjut sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual),” ujar Kabid Humas Polda Maluku Kombes M Roem Ohoirat kepada detikcom, Senin (11/9).

Roem mengatakan, sesuai dengan UU TPKS, kasus kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan di luar peradilan. Dia mengatakan dasar itu yang digunakan pihaknya untuk tetap menyelidiki dugaan pelecehan yang dilakukan Bupati Malra.

“Sehingga, kalaupun ada pencabutan laporan, kasus ini akan terus berlanjut, kecuali pelakunya di bawah umur. Jadi penyidik akan tetap proses masalah ini, untuk itu kita tunggu hasil penyelidikan,” ujarnya.

Pihak polisi kemudian mengungkap kendala dari penyelidikan dugaan pelecehan seksual akibat korban yang hilang kabar setelah mencabut laporannya. Korban dan sejumlah saksi, kata Roem, dinilai tidak koperatif.

Roem menambahkan korban juga belum menjalani pemeriksaan psikiatrikum. Sebab, pelapor melalui pengacaranya mengajukan surat pernyataan menolak dilakukan pemeriksaan psikiatrikum lanjutan.

“Selain itu, hingga saat ini penyidik tidak dapat berkomunikasi dengan pelapor karena pihak keluarga tidak mau mempertemukan. Sehingga sampai saat ini penyidik tidak mengetahui keberadaan pelapor,” ungkap Roem.

Sementara, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga mendukung penuh Polda Maluku yang tetap melanjutkan penyidikan kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan Bupati Maluku Tenggara serta dikenakannya Undang-Undang (UU) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Kami mendukung penuh kebijakan Polda Maluku yang tetap melanjutkan penyidikan terhadap pelaku. Jika saat ini ada informasi tentang pencabutan laporan oleh korban, kami berharap agar penyidikan bisa tetap dilanjutkan karena aparat polisi sudah memiliki bukti pemeriksaan sebelumnya,” kata Bintang Puspayoga dalam keterangan, di Jakarta, Senin (18/9).

Bintang Puspayoga mengatakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak mengenal istilah restorative justice sehingga dalam kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh pejabat publik di Maluku Tenggara adalah murni tindakan pidana.

“UU TPKS tidak memungkinkan adanya upaya proses damai yang ditawarkan oleh pelaku. UU TPKS hadir sebagai bukti negara serius melindungi para korban kekerasan seksual khususnya kelompok rentan perempuan dan anak-anak. Ancaman pidana UU TPKS terhadap pelaku sudah tepat,” katanya.

Perbuatan yang dilakukan terduga pelaku terhadap korban yang menurut korban sudah dilakukan sejak April 2023, maka terduga pelaku juga bisa dikenakan Pasal 6 huruf c UU TPKS Jo 64 KUHP tentang perbuatan berlanjut.

Sementara hasil koordinasi dengan Reskrimsus Polda Maluku, diketahui bahwa benar pada April 2023 terjadi tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan Bupati Maluku Tenggara terhadap korban berinisial TSA (21) yang merupakan karyawan kafe.

Pada 1 September 2023, kasus diproses oleh penyidik Reskrimsus Polda Maluku dengan nomor TBL/230/IX/2023/Maluku/SPKT.

Pada hari yang sama, korban langsung menjalani pemeriksaan di Polda Maluku dan visum et repertum di Rumah Sakit Bhayangkara yang didampingi oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Maluku.

“Kami melalui tim layanan SAPA sebelumnya langsung berkoordinasi dengan dinas pengampu yang berada di daerah, yaitu Dinas PPPA Provinsi Maluku dan UPTD PPA Provinsi Maluku untuk mendampingi korban mulai dari pendampingan psikologi korban hingga nanti mengawal proses hukumnya. Mereka juga akan terus berkoordinasi dengan Polda Maluku untuk mengikuti perkembangan kasus,” kata Bintang Puspayoga. (Rere/ant/detik)

Artikel Terkait

Berita Populer