progresifjaya.id, CIREBON – Merasa tak dipenuhi tuntutan pesangonnya puluhan bekas karyawan Perseroan Terbatas (PT) Yamakawa Rattan Industry kembali melakukan pertemuan dengan awak perusahan yang diwakilkan oleh staf personalia, Untung. Pertemuan yang dilakukan eks karyawan dengan PT Yamakawa dilaksanakan di Kantor Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Pada pertemuan itu hadir Camat Plumbon Dadang, Kapolsek Depok AKP Sakur, perwakilan PT. Yamakawa Untung, LSM GRIB Kabupaten Cirebon Amal S, jajaran Koramil Plumbon, dan puluhan karyawan yang di-PHK.
Puluhan karyawan ini sudah sering kali melakukan audensi dengan pihak perusahaan. Merasa tak pernah ada jawaban, mereka terus menutut haknya. Karyawan sempat melakukan aksi demo pada bulan lalu sebelum bulan Ramadhan.
Menanggapi permohonanya, Untung sebagai perwakilan perusahaan selalu menyampaikan setiap pertemuan dengan mereka. Dia mengklaim selalu menyampaikan kepada pemimpin perusahaan. “Setiap pertemuan kami selalu melaporkan kepada pimpinan perusahaan namun jawaban dari perusahaan sampai saat ini masih sama,” kata Untung pada hari Kamis (17/6/2020).
Untung menjelaskan, pihaknya pernah menemui para eks karyawan. “Sebelum pertemuan ini, kami sudah ada pertemuan dengan pihak karyawan terkait tuntutan. Namum perusahaan belum memberikan jawaban, dan jawabanya masih sama seperti kemarin,” kata Untung.
Bupati Jangan Diam
Tuntutan eks karyawan ini juga ada dukungan dari Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Rakyat Indonesia Baru (LSM GRIB), yang diwakilkan Amal S, Sekjen LSM GRIB Kabupaten Cirebon, pihaknya akan terus memperjuangkan aspirasi masyarakat Plumbon, terutama para karyawan PT Yamakawa yang terkena PHK.
Menurut Amal, perusahan tersebut jelas-jelas melanggar regulasi perundang-undangan ketanagakerjaan dengan mem-PHK tanpa pesangon.
“Sebenarnya saya sudah tahu sebelumnya bahwa camat tidak bisa berbuat apa-apa karena regulasinya ada di Bupati Cirebon, seharusnya bupati jangan diam saja dengan adanya dampak Covid-19 ini,” jelasnya.
“Bupati seolah-olah membiarkan masyarakatnya yang terdampak covid-19 ini yaitu di-PHK tanpa diberikan pesangon. Seharusnya regulasinya ada di aturan UU Ketenagakerjaan tahun 2003 bahwa Bupati melalui disnakernya bisa menindak perusahaan yang melanggar, namun ini tidak dilakukan oleh bupati,” tambah Amal.
Dirinya juga menegaskan, pihaknya sudah dua kali melayangkan surat kepada bupati, namun sampai saat ini diakuinya belum ada jawaban. Pihaknya juga telah melakukan audiensi dengan DPRD Kabupaten Cirebon melalui Komisi IV namun tetap saja belum mendapatkan jawaban yang kongkrit dari DPRD Kabupaten Cirebon.
“Kami sudah melayangkan surat ke bupati dan sampai saat ini belum ditanggapi oleh bupati dan ini sebenarnya insiden buruk bagi nasib pekerja Kabupaten Cirebon,” ucap Amal.
“Kita juga sudah melakukan audiensi dengan DPRD Kabupaten Cirebon lewat Komisi IV, hasilnyapun belum ada ultimatum. Kemarin Komisi IV ngomong akan melakukan tindakan persuasif ketika perusahaan melanggar akan menutup, saya rasa itu omong besar saja,” tegasnya.
Amal menegaskan, pihaknya akan melayangkan surat yang ketiga kepada Bupati Cirebon. Apabila bupati tidak merenspon, maka menurutnya, bupati tidak melindungi rakyatnya.
“Nah ini sebagai catatan saya tunggu gerakan Bupati Cirebon yang peduli tentang pekerja yang terdampak Covid-19 ini Jadi, kami minta bupati segera melakukan tindakan nyata kepada perusahaan. Kami akan terus melakukan perlawanan baik secara litigasi maupun non litigasi sampai tuntutan teman-teman ini terpenuhi. Walaupun dengan setandar yang ketat karena Covid-19 ini masih berlangsung jadi kami juga harus menaati aturan yang berlaku,” pungkasnya.
Penulis: Slamet
Editor: Hendy