Tuesday, July 15, 2025
BerandaBerita UtamaFounder LS Vinus Sampaikan Empat Alasan UU Pemilu Harus Direvisi

Founder LS Vinus Sampaikan Empat Alasan UU Pemilu Harus Direvisi

progresifjaya.id, DEPOK – Revisi UU Pemilu adalah isu yang sedang hangat di pusaran pemilu, dan tidak sedikit yang membahasnya melalui forum diskusi. Untuk meningkatkan kualitas pemilu, maka di Indonesia ada tiga lembaga penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Tapi faktanya semakin banyak lembaga penyelenggara pemilu, semakin turun juga kualitas demokrasi di Negeri ini. Hal itu disampaikan Founder Lembaga Studi Visi Nusantara (LS Vinus), Yusfitriadi  dalam acara diskusi media mengawal Revisi UU Pemilu: Efisiensi dan Parpol dan Penyelenggara Pemilu di Sekretariat LS Vinus Kota Depok, Selasa (10/06/2025).

Menurut Yusfitriadi yang selalu membahas revisi UU Pemilu ini apakah kemudian nanti bisa menjadi bahan pertimbangkan atau tidak, yang pasti akan terus menyuarakan dan berikhtiar untuk memberikan kontribusi ke depan terhadap pemilu.

“Kami memilih jalan memberikan masukan terhadap revisi Undang Undang Pemilu dengan berbagai macam cara diantaranya diskusi seperti ini, kita sudah sering membahas revisi UU Pemilu sudah sering juga tulisan-tulisan kita beredar terkait dengan revisi uu pemilu,” ujarnya.

“Tapi, apakah kemudian ini juga menjadi bahan pertimbangan atau tidak, yang pasti kita terus berikhtiar bagaimana memberikan kontribusi yang terbaik agar ke depan pemilu bisa lebih baik tentunya,” ucapnya.

Lebih lanjut Yusfitriadi menyampaikan bahwa dirinya mempunyai empat alasan terkait kenapa UU Pemilu harus direvisi,

“Saya mempunya empat alasan kenapa UU Pemilu harus direvisi, yang pertama pemilu dan pemilihan atau pilkada dilakukan secara serentak di tahun yang sama sehingga undang-undang yang ada skemanya itu ketika pemilu dan pilkada dipisah,” kata dia.

Sebab, menurutnya, ketika pemilu dan pilkada disatukan di tahun yang sama tentunya harus ada perubahan secara signifikan terkait dengan penyelenggaraan pemilu.

Sebagai contoh, ketika pemilu dan pilkada disatukan berarti KPU hanya bekerja dua tahun, padahal masa jabatannya lima tahun, terus tiga tahun lagi mengerjakan apa?

“Lalu yang kedua adalah demokratisasi internal partai yang ini sangat menggaduhkan. Contoh misalnya, partai itu dalam konteks peran pengkaderan seakan-akan tidak berjalan, selanjutnya yang ketiga adalah ancaman, intimidasi atau tekanan terhadap penyelenggara pemilu, ini problem dari mulai rekruitmen sampai pada pelaksanaan. dengan demikian penyelenggara KPU sudah tidak bisa lagi dikatakan independen,” jelasnya.

Dan yang terakhir, terang dia, adalah kualitas pemilu. Dikatakannya, di Indonesia penyelenggara pemilu itu unik karena tidak pernah kita temukan di negara manapun.

“Ada tiga penyelenggara pemilu, ada KPU, Bawaslu dan ada DKPP. Kita paham harapannya adalah untuk menjadikan pemilu berkualitas, tetapi faktanya semakin banyak lembaga penyelenggara pemilu semakin turun juga kualitas demokrasi di negeri ini. Artinya, tiga lembaga penyelenggara pemilu tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap kualitas pemilu,” jelasnya.

Acara diskusi yang dipandu oleh Jihan Lutfiyah tersebut juga dihadiri oleh narasumber lainnya, yakni Ray Rangkuti dari Lima Indonesia, Jeirry Sumampow dari TePi Indonesia, dan juga beberapa rekan dari media dan lembaga studi Vinus Kota Depok. Acara dilanjutkan dengan nobar pertandingan timnas Indonesia menghadapi Jepang. (Agus Tanjung)

Artikel Terkait

Berita Populer