Friday, April 25, 2025
BerandaHukum & KriminalGegara Viral di Medsos Terungkap ke Publik: Dokter Anastesi Bius dan Perkosa...

Gegara Viral di Medsos Terungkap ke Publik: Dokter Anastesi Bius dan Perkosa Wanita Pendamping Pasien di RSHS Bandung

progresifjaya.id, BANDUNG – Heboh, gegara viral di media sosial terungkap aksi perkosaan yang diduga dilakukan oleh seorang dokter anastesi kepada seorang perempuan penunggu pasien di Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat. Padahal kejadiannya sudah berlangsung lama pertengahan Maret 2025, dan baru terungkap ke publik Rabu (9/4) dari akun Instagram @ppdsgramm.

Kontan saja, para jurnalis dari berbagai media daring mencari tahu kebenaran kasus perkosaan tersebut ke berbagai sumber terpercaya. Hasilnya,  peristiwa perkosaan itu memang benar adanya,  meski sudah berlangsung sekitar tiga minggu lalu saat dilaporkan ke polisi 18 Maret 2025.

Direktur Ditreskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan membenarkan adanya peristiwa perkosaan tersebut. Terduga pelaku sudah ditahan. “Sudah ditahan pada tanggal 23 Maret,” ujar Surawan saat dikonfirmasi wartawan.

Pelaku perkosaan merupakan dokter berusia 31 tahun peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad).

Dikutip dari akun Instagram @ppdsgramm yang viral itu, aksi kekerasan seksual tersebut  bermula saat korban sedang menunggu bapaknya yang dirawat di ruang ICU RSHS dan akan dioperasi sehingga butuh darah. Pelaku kemudian menawarkan korban untuk crossmatch atau pemeriksaan kecocokan darah antara pendonor dan penerima sebelum transfusi darah.

Korban kemudian dibawa ke lantai 7 MCHC RSHS yang saat itu sedang sepi untuk crossmatch. Selanjutnya korban disuruh ganti baju pakai baju pasien.

Diduga karena tidak paham proses crossmatch, korban diduga menurut saja perintahkan dokter itu termasuk ketika diberi obat penenang. Diduga sang dokter memerkosa saat korban tak sadarkan diri.

Setelah tersadar dari pengaruh obat penenang, korban merasa sakit di bagian kemaluan. Kemudian minta divisum, saat itulah ketahuan ada sperma di kemaluannya. Ia sadar telah menjadi korban pelecehan seksual.

Universitas Padjadjaran (Unpad) dan RSHS mengecam tindak kekerasan seksual yang diduga dilakukan dokter PPDS terhadap pendamping pasien.

Dekan Fakultas Kedokteran Unpad Yudi Mulyana Hidayat mengatakan Unpad dan RSHS berkomitmen untuk mengawal kasus tersebut dengan tegas, adil, dan transparan. “Serta memastikan tindakan yang diperlukan diambil untuk menegakkan keadilan, bagi korban dan keluarga serta menciptakan lingkungan yang aman bagi semua,” ujar Yudi Mulyana, Rabu (9/4).

Pelaku adalah dokter residen yakni dokter umum sedang menjalani PPDS yang merupakan pelatihan pascasarjana dan harus ditempuh setelah lulus dari sekolah kedokteran.

Sementara Direktur Utama RSHS Rachim Dinata Marsidi membenarkan kabar dugaan pemerkosaan yang dilakukan residen anestesi PPDS FK Unpad. Menurut Rachim, kasus itu terjadi pada 18 Maret 2025 di salah satu gedung RSHS Bandung.

“Jadi itu sebetulnya kita yang pertama (pelaku) sudah dilaporkan ke polisi ya. Terus untuk residennya sudah kami kembalikan ke fakultas (dikeluarkan). Karena kan dia itu titipan fakultas, bukan pegawai di sini. Jadi PPDS-nya sudah kita kembaliin ke fakultas,” kata Rachim saat dihubungi wartawan, Rabu (9/4).

Rachim menduga ada kemungkinan pelaku membius korban sebelum melakukan aksi bejatnya seperti yang ramai diperbincangkan di media sosial. Dia menyebut korban telah melakukan visum dan membuat laporan ke Polda Jawa Barat.

“Iya kelihatannya gitu ya emang (dibius). Ya kan PPDS anastesi mungkin mengenai apa penanganan pembiusan memang belajarnya ke sana kali mereka itu ya. Ini PPDS itu residen, lagi belajar anastesi ya, jadi lagi sekolah anastesi,” terangnya.

Lebih lanjut, Rachim mengungkapkan aksi pelaku sempat terekam kamera CCTV rumah sakit. Rekaman tersebut menurutnya juga telah diserahkan ke pihak kepolisian sebagai barang bukti.

“Dia lewat di situ (ruangan) kelihatan gitu (di CCTV) itu, dan itu kan semua kita dilaporkan semua ke ke pihak yang berwenang,” tandasnya.

Modus pelaku diduga membius korban sebelum melakukan pemerkosaan. Kasus itu diketahui telah dilaporkan ke kepolisian, sementara terduga pelaku langsung dikeluarkan dari program pendidikan di RSHS.

Sementara itu, pihak rektorat Unpad, dalam siaran persnya menyatakan pihaknya telah menerima laporan kekerasan seksual diduga oleh dokter residen itu dari pihak RSHS.

“Unpad dan RSHS mengecam keras segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, yang terjadi di lingkungan pelayanan kesehatan dan akademik,” demikian pernyataan Unpad.

Dalam siaran persnya itu, Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi mengatakan, pihak kampus dan RSHS menyatakan akan mengawal proses hukum tersebut.

“Unpad dan RSHS berkomitmen untuk mengawal proses ini dengan tegas, adil, dan transparan, serta memastikan tindakan yang diperlukan diambil untuk menegakkan keadilan bagi korban dan keluarga serta menciptakan lingkungan yang aman bagi semua,” kata siaran pers itu.

Selain itu, pihaknya pun memberi pendampingan ke Polda Jabar. “Saat ini, korban sudah mendapatkan pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jabar. Unpad dan RSHS sepenuhnya mendukung proses penyelidikan Polda Jabar,” katanya.

Polda Jabar pun akhirnya menggelar konferensi pers atas peristiwa yang viral di medsos. Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan menyampaikan kronologi dugaan pemerkosaan tersebut yang terjadi pada 18 Maret sekitar pukul 01.00 WIB.

Saat itu, korban perempuan berinisial FA tengah menjaga ayahnya yang menjadi pasien, kemudian diminta oleh tersangka dokter berinisial PAP untuk pengecekan atau transfusi darah. Selanjutnya pelaku membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7.

“[Tersangka] Meminta korban untuk tidak ditemani oleh adiknya,” ungkap Hendra, di Polda Jabar, Rabu (9/4) petang.

Setelah berada di lantai 7, korban diminta untuk berganti pakaian menggunakan baju operasi. Setelah itu, tersangka membius dengan cara penyuntikan hingga korban tak sadarkan diri.

Kemudian, pada pukul 04.00 WIB, korban tersadar dan kembali ke IGD. Namun saat korban hendak buang air kecil, ia merasakan sakit pada alat vitalnya.

Korban pun menceritakan tindakan yang dilakukan tersangka sebelum ia tak sadarkan diri, kepada ibunya. Keluarga korban merasa ada kejanggalan dari rasa sakit yang dirasakan FH. Mereka akhirnya melaporkan apa yang menimpa anaknya itu kepada pihak kepolisian.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan penyelidikan mendalam, akhirnya pada 23 Maret 2025, polisi mengamankan tersangka PAP.

Direktur Ditreskrimum Polda Jabar Kombes Pol Surawan menuturkan lokasi yang dijadikan pelaku untuk melakukan tindakan pemerkosaan terhadap korban, dilakukan di salah gedung yang ada di RSHS.

“Itu memang ruangan belum pakai, itu ruangan baru. Mereka (pihak RSHS) rencananya untuk operasi khusus perempuan. Jadi itu belum pakai,” kata Surawan pada waktu yang sama.

Terkait apa yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban, Surawan mengatakan pihaknya memerlukan pemeriksaan lebih dalam dengan menggunakan uji DNA.

“Akan dilakukan uji di DNA, kan kita harus uji. Dari yang ada di kemaluan korban, kemudian keseluruhan uji DNA korban, dan juga yang ada di kontrasepsi itu, sesuai DNA sperma,” katanya.

Soal dugaan ada sperma berbeda pada alat vital korban, Surawan belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut. Ia masih menunggu pemeriksaan mendalam untuk penyelidikan lebih lanjut.

“Sekarang lagi kita uji. Jadi ini nanti kita kirim ke laporan,” katanya.

Surawan mengatakan,beberapa hari sebelum ditangkap, pelaku sempat mencoba bunuh diri.

“Jadi pelaku setelah ketahuan itu sempat berusaha membunuh diri juga. Memotong urat-urat nadi. Sehingga dia sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap,” katanya.

Terkait kondisi korban, Surawan mengatakan saat ini korban dalam kondisi baik. Namun begitu, korban mengalami trauma pasca kejadian tersebut.

Pada kasus ini, polisi pun telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diantaranya dua buah infus fulset, kemudian dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu kondom, dan beberapa obat-obatan.

Kepada tersangka PAP, polisi menerapkan pasal 6 C undang-undang nomor 12 tahun 2022 yaitu tentang tindak pidana kekerasan seksual. Untuk ancaman hukumannya yaitu penjara paling lama 12 tahun.

Penulis/Editor: Isa Gautama

Artikel Terkait

Berita Populer