Friday, April 25, 2025
BerandaInternasionalGempa Myanmar dan Thailand 7,7 Magnitudo: Diprediksi 10 Ribu Korban Tewas, Kerugian...

Gempa Myanmar dan Thailand 7,7 Magnitudo: Diprediksi 10 Ribu Korban Tewas, Kerugian Rp1.650 T

progresifjaya.id, JAKARTA –  Gempa bumi dahsyat melanda Myanmar pada hari Jumat (28/3), menghancurkan jalan-jalan, merobohkan monumen-monumen keagamaan hingga menghancurkan gedung-gedung bertingkat. Gempa yang mengguncang negara tetangga Indonesia ini menjadi hantaman baru bagi negara yang telah terkoyak oleh perang saudara.

Meskipun jumlah korban tewas masih belum jelas, perkiraan para ahli memperingatkan bahwa angka kematian bisa sangat besar, mengingat populasi yang padat dan bangunan-bangunan yang rentan di dekat episentrum, tepat di luar Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar.

Melansir laporan The New York Times seperti dikutip NBCIndonesia,  perkiraan jumlah korban tewas kemungkinan akan melampaui 10.000 korban jiwa Sementara total kerugian akibat gempa ini diestimasi dapat menyentuh US$ 100 miliar (Rp 1.650 triliun) atau lebih besar dari pendapatan domestik bruto Myanmar senilai US$ 66 miliar.

Hitungan awal dari pemerintah militer Myanmar menyebutkan lebih dari 1000 orang tewas dan sekitar 2500  orang terluka di tiga kota termasuk Mandalay.

Di Thailand gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,7 itu  merobohkan gedung 33 lantai yang sedang dibangun di Bangkok,.  Setidaknya delapan orang dipastikan tewas di sana, dan puluhan lainnya hilang. Mereka semua diduga sebagai anggota kru pekerja yang beranggotakan 320 orang yang sedang membangun gedung baru untuk pemerintah Thailand.

Gempa bumi tersebut merupakan gempa bumi ketiga terbesar yang pernah mengguncang kawasan itu dalam seabad terakhir, dan analisis USGS menempatkan episentrumnya hanya 10 mil dari jantung Mandalay, kota berpenduduk sekitar 1,5 juta orang. Gempa susulan berkekuatan M 6,7  tercatat sekitar 11 menit kemudian, yang merupakan gempa pertama dari beberapa gempa besar yang terjadi setelah gempa pertama.

Guncangan itu terasa hingga Bangladesh, Vietnam, Thailand, dan China bagian selatan, tempat media berita pemerintah melaporkan bahwa sejumlah orang yang tidak disebutkan jumlah pastinya terluka di Ruili, dekat perbatasan Myanmar. Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra menyatakan Bangkok sebagai “daerah darurat” dan mendesak penduduk untuk mengungsi dari gedung-gedung tinggi jika terjadi gempa susulan.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, António Guterres, mengatakan organisasi tersebut tengah bergerak untuk membantu orang-orang yang membutuhkan dengan mengalokasikan dana awal sebesar US$5 juta dari dana daruratnya untuk membantu operasi penyelamatan nyawa di Myanmar.

Presiden Trump mengatakan Amerika Serikat juga akan memberikan bantuan kepada Myanmar. “Ini benar-benar buruk, dan kami akan membantu,” katanya di Ruang Oval. “Kami telah berbicara dengan negara itu.”

Organisasi-organisasi bantuan mengatakan bahwa sulit untuk menilai skala penuh kerusakan di banyak bagian Myanmar karena listrik dan jalur komunikasi terputus. Selain itu, junta telah berulang kali memutus internet dan memutus akses ke media sosial, sehingga mengisolasi negara tersebut.

Bahkan sebelum gempa, sistem perawatan kesehatan Myanmar telah mencapai batas maksimal. Junta militer telah menindak tegas para dokter dan perawat, yang telah menjadi garda terdepan dalam gerakan pembangkangan sipil yang menentang rezim tersebut. Myanmar dianggap sebagai salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi tenaga kesehatan, menurut organisasi nirlaba Physicians for Human Rights yang berpusat di New York.

Gempa itu menjadi yang terbesar di Myanmar semenjak 1912 dan menjadi yang paling mematikan dan paling merusak sejak Myanmar merdeka pada 1948.

Myanmar terletak di perbatasan antara dua lempeng tektonik dan merupakan salah satu negara dengan aktivitas seismik paling aktif di dunia. Meskipun, gempa bumi besar dan merusak sebenarnya jarang terjadi di wilayah Sagaing.

“Batas lempeng antara Lempeng India dan Lempeng Eurasia membentang kira-kira dari utara ke selatan, membelah bagian tengah negara ini,” kata Joanna Faure Walker, seorang profesor dan pakar gempa bumi di University College London.

Walker menyebut lempeng-lempeng tersebut bergerak melewati satu sama lain secara horizontal dengan kecepatan yang berbeda.

Meski ini menyebabkan gempa “geseran lempeng” yang biasanya tidak sekuat gempa yang terjadi di “zona subduksi” seperti Sumatera, gempa masih dapat mencapai magnitudo 7 hingga 8.

Sagaing sendiri sudah dilanda beberapa gempa dalam beberapa tahun terakhir. Gempa besar terakhir kali terjadi pada 2012 sebesar 6,8 magnitudo dan menewaskan setidaknya 26 orang dengan puluhan orang cedera.

Namun pakar gempa di UCL, Bill McGuire, menyebut gempa yang terjadi pada 28 Maret 2025 adalah “mungkin yang terbesar” yang melanda Myanmar dalam 75 tahun terakhir.

Dampak gempa Myanmar makin diperparah dengan kedalaman gempa yang dangkal atau kurang dari 70 kilometer dari permukaan Bumi. Menurut peneliti Survei Geologi Inggris, Roger Musson, ini membuat kerusakan makin dahsyat.

“Ini sangat merusak karena terjadi pada kedalaman yang dangkal, sehingga gelombang kejut tidak hilang saat bergerak dari pusat gempa ke permukaan. Bangunan-bangunan menerima kekuatan penuh dari guncangan,” kata Musson seperti diberitakan Reuters pada Sabtu (29/3).

“Penting untuk tidak berfokus pada episentrum karena gelombang seismik tidak menyebar dari episentrum – melainkan menyebar dari seluruh garis patahan,” tambahnya.

Musson juga menanggapi prediksi USGS bahwa korban jiwa gempa Myanmar bisa menembus angka 10 ribu orang. Selain itu, gempa ini juga diprediksi mengguncang 7 persen PDB Myanmar.

Musson mengatakan perkiraan tersebut didasarkan pada data dari gempa bumi sebelumnya dan pada ukuran, lokasi, dan kesiapan Myanmar secara keseluruhan terhadap gempa.

Kejadian seismik besar yang jarang terjadi di wilayah Sagaing mengisyaratkan infrastruktur di sana belum dibangun untuk tahan menghadapi guncangan besar. Dengan begitu, kerusakan bisa jauh lebih parah.

Musson mengatakan gempa besar terakhir yang melanda wilayah itu terjadi pada 1956, dan rumah-rumah tidak mungkin dibangun untuk menahan kekuatan yang seismik sekuat yang terjadi pada hari Jumat.

“Sebagian besar gempa di Myanmar terjadi di wilayah barat, sedangkan gempa ini terjadi di wilayah tengah negara,” katanya.

Editor: Isa Gautama

Artikel Terkait

Berita Populer