progresifjaya.id, JAKARTA — Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dimohon membebaskan kedua terdakwa yaitu, Rian Pratama Akbar dan Yanuar Rezananda yang menerima
hasil komisi dari transaksi jual beli mesin Hot Melt Adhesive (HAP) antara PT Kencana Hijau Bina Lestari (PT. KHBL) selaku pembeli dengan PT. Beo Ero Orien (PT. BEO) selaku penjual.
Hal itu diungkapkan dalam nota pembelaan (pledoi) yang dibacakan Mahadita Ginting, SH., MH., dan Erly Asriyana, SH., dua orang daritTim penasehat hukum kedua terdakwa didepan majelis hakim pimpinan
Sofia Marlianti Tambunan, SH., MH., didampingi Dian Erdianto, SH., MH., dan Yuli Sintesa, SH.,MH di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (26/10-2023).
Ditambahkannya, mengenai harga pembelian mesin HAP atas penunjukan PT. BEO sudah sesuai dan sudah diterapkan oleh perusahaan antara lain,
presentasi vendor (pengenalan) dan sistem yang diajukan oleh vendor sudah sesuai dengan permintaan yang
diajukan oleh kepala divisi R&D saksi Ahmad Bachtiar.
Selain harga yang telah sesuai target, katanya, juga dibawah target limit dari RAB atas persetujuan pihak management PT. KHBL yaitu Tami Abadi dan telah diputuskannya dalam setiap kegiatan operasional RAB dan pengadaan yang terjadi di setiap kegiatan operasional bisnis PT. KHBL, bahkan para sebagian para saksi menyatakan bahwa harga PT. Beo adalah harga yang paling murah.
Sebagaimana dalam keterangan saksi Tami Abadi dan Ahmad Bachtiar, lanjutnya, kepuasan dan spesifikasi mesin sesuai dan semua total partisi mesin yang diberikan pun sesuai dengan kontrak, karena itulah timbul dokumen berita acara serah terima (BAST) dan telah dinyatakan bahwa, semua partisi mesin dan sistem sudah diserahkan total kepada PT. KHBL.
Kata dia, terkait verifikasi vendor PT. Beo dengan adanya survei, hal ini berkaitan dengan kontradiksi dakwaan dari pihak jaksa penuntut umum (JPU) mengenai rekomendasi PT. Beo yang diberikan oleh terdakwa Rian dan terdakwa Yanuar secara fakta kronologis mengenai rekomendasi itu sebenarnya tidak ada, karena sudah dilakukan visit oleh Tami Abadi selaku Direktur PT. KHBL bersama dengan Ahmad Bahtiar selaku Kepala Divisi R&D, dimana verifikasi di workshop PT BEO yang terjadi pada tanggal 18 Desember 2020.
Proses kedua, tambahnya, saksi Ahmad Bachtiar juga memberikan informasi bahwa, tim purchasing yang dikepalai oleh saksi Tjung Heni akan melakukan fisik ke PT. BEO untuk melakukan proses verifikasi kembali.
Sebagaimana fakta yang terungkap dalam persidangan, katanya, dia (Ahmad Bachtiar) menyatakan bahwa dia memberikan rekomendasi untuk pengadaan mesin HAP yaitu PT. Sabatani yang diwakilkan oleh saudara Gunarto yang di mana secara personal saksi Ahmad Bachtiar mengenal secara pribadi kepada saudara Gunarto, karena di tempat kerja seperti sebelumnya saudara Bachtiar saksi sebelumnya, saudara Gunarto merupakan vendor dari saksi Ahmad Bachtiar dalam pengadaan dan maintenance mesin HAP.
Karena itu, tambah dia, dari segi harga sesuai dengan keterangan para saksi baik dari PT. KHBL yaitu saksi Tami Abadi, Ahmad Bachtiar dan Aldi yang menyatakan bahwa harga dari PT. BEO adalah yang paling murah, bahkan saksi Ahmad Bachtiar selaku kepala R&D yang juga membuat RAB memberikan pernyataan di persidangan dengan terang dan jelas bahwa unit mesin HAP sudah sesuai dengan target budget dan plafon budget.
Ditambahkannya, para saksi menyatakan bahwa harga tersebut murah, maka bisa disimpulkan semestinya perusahaan tidak mengalami kerugian, karena budget pengeluaran sudah dikeluarkan dan sudah disetujui sebelum jalannya proyek.
Tim penasehat hukum menegaskan, terkait adanya penawaran Rp 3,480 miliar dari PT. BEO setelah adanya perubahan kapasitas, karena ada presentasi ulang dan tawar-menawar antara PT BEO yang diwakilkan oleh saudara Bob Nurariyanto dengan saudara Ahmad Bachtiar bersama saudara Syarifudin.
Pada saat itu, tambahnya, saat yang bersamaan ada dinas di site produksi, sedangkan saudara terdakwa Yanuar tidak mengikuti proses tawar- menawar karena memang saudara Yanuar tidak dilibatkan dalam proses pengadaan mesin HAP ataupun diturutsertakan ke dalam divisi tim R&D.
Masih dalam nota pledoinya disebutkan, disini terdakwa Rian bisa memberikan referensi chat langsung mengenai proses negosiasi yang berlangsung antara perwakilan PT. BEO dan PT KHBL, bahwa yang bernegosiasi langsung dengan PT BEO adalah saudara Ahmad Bachtiar dan bukan saudara terdakwa Yanuar.
Sebagaimana pengakuan terdakwa Rian, kata dia, Ahmad Bachtiar juga mendapatkan instruksi langsung dari direktur PT KHBL untuk bernegosiasi dengan PT BEO agar bisa memberikan diskon sebesar Rp130 juta dari penawaran harga 3.480 miliar.
Keterangan dari PT. BEO yang menyatakan tidak mengetahui penawaran Rp 3,480 miliar sangat-sangat tidak sesuai dengan fakta kronologis, karena saudara Bob mengikuti semua alurnya sampai ke negosiasi, hanya dengan saudara Bachtiar.
Dikatakannya, sebagaimana keterangan saksi Ahmad Bachtiar, Aldi dan Bob, jelas sandiwara dan penuh kemunafikan, karena sepengetahuan terdakwa Yanuar sangat berbeda dengan fakta yang terjadi.
Sebagai Tim penasehat hukum para terdakwa, mohon majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara berkenan dalam amar putusannya, menyatakan kedua terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan dan tuntutan JPU, membebaskan kedua terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan.
Sebelumnya, Rico Sudibyo, SH selaku JPU mengajukan tuntutan hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan penjara, menurut JPU kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar sebagaimana diatur dalam pasal 374 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP. (ARI)