Monday, July 14, 2025
BerandaBerita UtamaIran, Negara Para Mullah yang Sudah Modern: Bangsa Ahli Strategi Perang, Tidak...

Iran, Negara Para Mullah yang Sudah Modern: Bangsa Ahli Strategi Perang, Tidak Pernah Takut Lawan Negara Besar

progresifjaya.id, JAKARTA – Iran yang dulu dikenal sebagai Persia dan kini secara resmi bernama Republik Islam Iran belakangan menjadi sorotan dunia, karena berani melawan negara super power Amerika Serikat (AS). Sebuah negara yang terletak di Asia Barat ini mampu menandingi senjata canggih Israel dalam perang 12 hari.

Meski kedua negara yang berseteru itu mengklaim kemenangan dalam perang tersebut, tapi nyatanya Israel kewalahan menghadapi serangan misil atau peluru kendali (rudal) Iran yang sempat memporak-porandakan kota-kota di Israel, termasuk ibukotanya Tel Aviv.

Para analis militer memprediksi Iran akan menang dalam perang melawan Israel, jika tidak dibantu AS. Pengeboman situs nuklir Iran oleh Amerika mengakhiri perang antar dua negara tersebut dengan gencatan senjata yang diprakarsai Presiden AS, Donald Trump. Padahal, Israel kelihatannya sudah keteter dengan semangat perang bangsa Persia itu.

Lihat saja, setelah Amerika ngebom fasilitas nuklir, Iran langsung balas penyerang pangkalan militer AS di Qatar. Banyak kerusakan akibat tembakan misil Iran yang canggih. Namun semua itu tidak tersiar ke luar. Sekutu menutup berita itu dengan rapi.

Selama ini banyak orang salah menilai Iran. Mereka pikir itu negeri lemah yang pemimpinnya keras kepala. Padahal keberadaan bangsa Iran adalah peradaban agung yang nenek moyangnya ahli strategi perang. Negeri yang tahu siapa jati dirinya. Ini dibuktikan, Iran membangun instalasi senjata nuklir yang siap digunakan menyerang, jika memang mendesak untuk digunakan. Fakta ini jarang diketahui masyarakat dunia termasuk orang Indonesia.

Iran dipimpin oleh Rahbar, ulama tertinggi yang dipilih oleh Dewan Majelis, bukan oleh partai politik atau kekuatan modal kapitalis. Sedangkan presiden yang dipilih rakyat, bertugas hanya menjalankan pemerintahan saja tanpa bisa mengambil kebijakan negara.

Dibandingkan dengan Amerika, yang sering dipimpin oleh tokoh dari kalangan pengusaha besar, hasil dari pertarungan kampanye miliaran dolar. Pemilihan bukan soal kebijaksanaan, tapi kekuatan dana dan lobinya. Namun Iran tidak demikian.

Pemerintah Iran yang hidup di bawah embargo ketat, tapi justru dari tekanan itu mereka tumbuh, mengembangkan teknologi sendiri, memproduksi vaksin, menguasai sistem pertahanan siber, dan bahkan drone tempurnya membuat kerepotan zionis Israel.

Jangan dikira negara yang sepertinya tertutup dari hiruk pikuk globalisasi, Iran memiliki pusat perbelanjaan atau mal yang sangat luas. Hampir 7 kali lipat lebih luas dari Grand Indonesia. Tapi yang banyak orang luar tercengang, tak ada McDonald’s, KFC, Starbucks, H&M, atau brand global lainnya. Isinya hanya produk dalam negeri.

Rakyat Iran bangga memakai produk dalam negerinya sendiri hingga ekonomi tumbuh dari brand milik bangsanya. Sementara di negeri lain, termasuk Indonesia, mal-mal penuh dengan brand asing, menciptakan budaya konsumtif dan ketergantungan pada ekonomi global.

Di negara para Mullah ini, nama-nama dan foto syuhada tertulis di jalan-jalan utama. Keluarga mereka diberi penghormatan dan fasilitas oleh negara, sehingga kehidupan mereka terjamin. Lain dengan di Amerika, banyak veteran perang yang justru hidup menggelandang, mengalami ketergantungan dan terabaikan oleh sistem kesehatan negara yang mahal.

Yang bikin orang terheran-heran, di kota-kota besar Iran tidak ada pengemis. Pemerintah hadir menjaga kehidupan rakyatnya. Bandingkan dengan Amerika, negara adidaya yang memiliki lebih dari ratusan ribu tunawisma, bahkan di pusat kota besar seperti New York dan Los Angeles.

Di negara yang terletak di Asia Barat ini, terutama kota seperti Qom dan Teheran, memiliki perpustakaan besar yang dibuka siang dan malam. Anak-anak muda membaca filsafat, tafsir, hingga riset ilmiah. Sebaliknya di Amerika, budaya literasi digerus oleh TV Netflix, dan scroll tak berujung di media sosial.

Jangan dikira di Negara Republik Islam Iran ini tidak ada hiburan seperti di negara global. Justru banyak. Tempat hiburan malam modern, kafe-kafe dan restoran tersebar di beberapa kota. Juga pantai (beach) yang indah banyak diserbu wisatawan lokal dan manca negara. Pemerintah sekarang, tidak memaksa wanita harus menggunakan jilbab atau hijab. Warga di kota-kota besar, terutama kaum perempuannya banyak yang sudah melepas hijab seperti wanita modern. Rambut mereka yang pirang, menambah rupawan dipandang mata.

Tempat hiburan bioskop yang khusus memutar filem produksi dalam negeri banyak tersebar di kota-kota besar. Film bermutu para sineas Iran sudah banyak diputar pada festival film dunia, di Cannes maupun Oscar. Sebab, cerita yang menyentuh. Nilai-nilai moral dan spiritual ditanamkan tanpa propaganda. Tidak seperti film Hollywood, meski megah, sering menjual kekerasan, seksualitas, dan konsumerisme. Hiburan menjadi dagangan, bukan lagi sarana refleksi jiwa.

Embargo membuat Iran semakin kreatif menciptakan segalanya sendiri, dari drone hingga sistem keamanan digital. Ketekunan mereka bukan pilihan, tapi keharusan yang ditempa oleh keadaan. Ini bisa dibuktikan, ketika perang terjadi. Israel terkejut dengan serangan balasan Iran yang mematikan.

Drone dan misil berterbangan di udara Israel sebelum meledak di darat memporak porandakan gedung-gedung.

Negara Iran memberikan layanan kesehatan murah, bahkan gratis, kepada rakyatnya. Rumah sakit ramai, pelayanan pasien berjalan dengan baik. Para pasien semua terlayani tanpa diskriminasi.

Yang tidak kalah pentingnya dalam melayani masyarakatnya, Iran menyediakan transportasi murah yang sangat terjangkau bagi semua rakyatnya. Iran punya sistem metro bawah tanah modern di kota besar seperti Teheran. Harga tiket hanya 10.000 Rial Iran, atau sekitar Rp3.500 – Rp5.000 sekali jalan. Murah, bersih, dan cepat.

Lebih hebat lagi, harga bensin subsidi di Iran hanya sekitar Rp. 3.000 – Rp5.000 per liter, jauh lebih murah 2 kali lipat dibandingkan Pertalite di Indonesia yang sudah menembus lebih dari Rp10.000/liter.

Ditilik dari fakta-fakta itu, Iran adalah cermin untuk belajar. Bukan untuk ditiru secara total, tapi untuk direnungkan dengan hati yang jernih. Karena bisa jadi, di tengah hiruk pikuk globalisasi dan ketergantungan, orang lupa bagaimana caranya berdiri dan berkreasi dengan produk dan jasa dari negeri sendiri.

Pesan yang disampaikan, semoga bangsa Indonesia sadar, hingga bisa bangkit dan lebih baik lagi. Baik dalam perekonomian, transportasi, literasi dan peradaban di masa depan dengan berkaca pada Iran.

Editor: Isa Gautama

Artikel Terkait

Berita Populer