progresifjaya.id, MAJALENGKA – Beberapa perusahaan di Kabupaten Majalengka belum mengembalikan kerugian negara hasil temuan BPK RI tahun anggaran 2022.
Jumlah kerugian negara hasil temuan BPK tahun anggaran 2022 yang wajib dikembalikan oleh perusahaan nilainya cukup fantastis.
Secara keseluruhan berdasarkan temuan BPK RI pada tahun anggaran 2022 jumlahnya mencapai miliaran rupiah. Ada diantaranya yang harus melakukan pengembalian pada kas negara hingga ratusan juta.
Mengacu pada regulasi serta rekomendasi BPK, pengembalian kerugian negara tersebut harus sudah diselesaikan atau dibayarkan pada kas negara paling lama 60 hari setelah diterimanya hasil LHP BPK.
Dari penelusuran diketahui, LHP BPK tahun 2022 sudah disampaikan pada Pemkab Majalengka pada Mei 2023.
Meski sudah melewati satu tahun anggaran, nyatanya sampai tahun anggaran 2024 masih ada perusahaan (pengusaha) yang belum melakukan pengembalian atas kerugian negara tersebut, dengan nilai yang masih mencapai ratusan juta.
Kerugian negara yang belum dikembalikan ke kas negara meski sudah melampaui batas waktu yang ditentukan oleh BPK RI sebagian besar pada paket pekerjaan Belanja Modal Gedung dan Bangunan, serta Belanja Modal Jalan Irigasi, dan Jaringan Irigasi di Dinas PUTR.
Seperti Belanja Modal Peningkatan Struktur Jalan dengan nama penyedia CV NC. Perusahaan bersangkutan berdasarkan hasil temuan BPK RI harus melakukan pengembalian Rp 608.633.411.
Hingga terbitnya LHP BPK perusahaan tersebut masih menyisakan kewajiban bayar atau pengembalian sebesar Rp 558.633.411.
Kemudian Belanja Modal dan Bangunan Puskesmas Cikijing dengan penyedia CV MM yang harus melakukan pengembalian ke kas negara sekitar 88 juta.
Dalam LHP BPK, perusahaan bersangkutan tidak masuk dalam rekomendasi untuk ditagih, atau telah menyelesaikan pembayaran pengembalian.
Sekretaris Dinas PUTR Majalengka, Ruchyana membenarkan bahwa masih ada perusahaan yang belum menyelesaikan kewajibannya, melakukan pengembalian kerugian negara.
“Betul, aampai sekarang belum semua perusahaan menyelesaikan kewajiban melakukan pengembalian pada akas negara,” ucapnya, Selasa (21/5/2024).
Menurut Ruchyana, besaran jumlah pengembalian itu didasarkan pada LHP BPK RI. Dalam hal ini dinas memiliki tugas untuk menagih sebagaimana direkomendasi oleh BPK RI.
Karena itu, setiap waktu pihaknya selalu mengingatkan pengusaha atau perusahaan bersangkutan untuk menyelesaikan kewajibannya.
“Dinas terus melakukan penagihan. Jumlahnya yang semula di kisaran angka Rp 2 miliar sudah berkurang. Karena ada pengusaha mencicil meski masih cukup besar juga kekurangannya,” jelasnya.
Ironisnya pelaku usaha yang belum menyelesaikan pengembalian kerugian negara berdasarkan hasil temuan BPK RI tersebut masih mendapat kepercayaan mengerjakan proyek-proyek pemerintah. Dan hal itupun tidak dibantah oleh Sekdis PUTR. (Bram)