Monday, May 12, 2025
BerandaHukum & KriminalIwan Fernando, SH : Hakim Dimohon Batalkan Dakwaan "Hasil" Adopsi

Iwan Fernando, SH : Hakim Dimohon Batalkan Dakwaan “Hasil” Adopsi

progresifjaya.id, JAKARTA – Terpidana penipuan “dendam” berdalih menjadi korban penipuan pelapor. Sangat ironis upaya dendam tersebut mendapat dukungan dari oknum aparat Polda Metro Jaya dan JPU dari Kejati DKI Jakarta. Ditengarai memutarbalikkan fakta yang sebenarnya.

Jeritan pilu nestapa seorang ibu-ibu korban penipuan yang dikriminalisasi oleh mantan terpidana yang telah menjalani hukuman penjara selama 8 bulan dengan berkolaborasi bersama oknum penegak hukum.

Surat dakwaan Rianiuly Naretta, S.Kom., SH., MH., sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta kepada terdakwa Fatkul Janah (42) dinilai hanya “hasil” adopsi atau hanya berupa foto copy dari berkas perkara yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, namun JPU memakai kembali.

“Kami mohon kepada majelis hakim dalam putusan sela, menerima eksepsi dan menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum atau setidak-tidaknya menyatakan dakwaan tidak dapat diterima, membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, serta memerintahkan agar terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan,” ujar Tim penasehat hukum terdakwa yakni, Iwan Fernando, SH., Abdul Arif, SH., dan Tio Helen, SH., dari Kantor Hukum Iwan Fernando & Partners dalam nota eksepsi yang dibacakan didepan majelis hakim pimpinan Maskur, SH., MH., di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (8/10/2020).

Dikatakannya, surat dakwaan jaksa hanya berdasarkan laporan pelapor Ricci ke Polda Metro Jaya dinilai telah “mendukung” menghitamkan dan menyesatkan masa depan terdakwa bersama anak-anaknya.

Ditambahkannya, dakwaan tersebut adalah merupakan hasil konspirasi dan penzoliman secara sistematik oleh oknum penyidik dengan saksi pelapor yang telah menjalani hukuman selama 8 bulan penjara, karena pelapor telah terbukti secara sah bersalah menurut hukum sesuai dengan amar putusan nomor : 1364/Pid.B/2018/PN.Jkt.Ut yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT) tertanggal 19 Februari 2019 di PN Jakarta Utara.

Dijelaskannya, permasalahan tersebut berawal ketika kampanye putaran kedua Pilkada Gubernur DKI Jakarta, saat ini pelapor yang mengaku sebagai korban, ketika itu (tahun 2017) adalah pelaku penipuan dan ngaku sebagai keponakan salah satu konstentan Cawagub DKI Jakarta kepada korban, yang saat ini dijadikan terdakwa, meminta uang kepadanya total sebesar Rp 358 juta lebih yang diberikan secara bertahap.

Untuk meyakinkan korban saat ini dijadikan terdakwa, laniutnya, pelapor yang telah menjalani hukuman penjara memberikan nomor pin BBM yang bernama Fahmi dan diakuinya Fahmi itu adalah keponakan salah satu konstentan Cawagub DKI Jakarta. Padahal nomor pin tersebut adalah punya pelapor yang telah menjalani hukuman penjara, tetapi dia berpura-pura berperan sebagai penghubung korban yang saat ini dijadikan terdakwa.

Namun, ketika korban yang telah menjadi terdakwa saat ini berjalan bersama pelapor yang telah menjalani hukuman mengirim pesan terhadap Fahmi, ternyata kiriman BBM tersebut masuk ke telepon seluler (ponsel/hp) milik pelapor (terpidana). Oleh karena itu, korban yang menjadi terdakwa saat ini menjadi curiga.

Seiring berjalannya waktu, lanjutnya, selidik punya selidik, ternyata tidak ada yang namanya Fahmi dalam keluarga salah satu Cawagub DKI Jakarta (Sandiaga Uno). Sehingga, korban yang kini berpisah dengan anak-anaknya karena mengalami penahanan titipan JPU di Polda Metro Jaya melaporkan perbuatan pelapor telah menjadi mantan terpidana.

Sebagaimana dengan dakwaan dan tuntutan JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara ketika itu mengatakan, atas perbuatan terdakwa yang saat ini berubah menjadi korban/pelapor mengalami kerugian sebesar Rp 358 juta lebih, atas perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 378 KUHP.

Hal itu pun diperkuat dengan adanya amar putusan majelis hakim PN Jakarta Utara yang menyatakan, perbuatan terdakwa Ricci telah terbukti secara sah bersalah menurut hukum telah melakukan penipuan sebagaimana diatur pidana dalam pasal 378 KUHP, menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 8 bulan.

“Majelis hakim akan bertindak secara teliti dan cermat dalam memberikan putusan sela. Klien kami dalam perkara ini jelas dikriminalisasi, dizolimi dan jelas sangat dirugikan,” kata Iwan Fernando kepada Progresif Jaya usai pembacaan eksepsinya di PN Jakarta Utara.

Dia menambahkan, seandainya pelapor merasa dirugikan dan merasa telah tertipu hampir Rp 400 juta, kenapa dia menerima putusan majelis hakim dan menjalani hukuman dipenjara selama 8 bulan tanpa melakukan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

Penulis/Editor: Ari

Artikel Terkait

Berita Populer