progresifjaya.id, JAKARTA – Aksi unjuk rasa yang berjalan ricuh di Patung Kuda, Jumat, (19/4) kemarin, seketika memancing dua pemimpin Polri kewilayahan segera bergegas terjun langsung untuk melerai. Kedua pimpinan Polri kewilayahan dimaksud tersebut adalah Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto dan Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro.
Kericuhan aksi unjuk rasa itu sendiri sebenarnya bisa dinilai sebagai perbuatan bodoh. Kenapa? Karena itu terjadi akibat kelakuan tolol sejumlah pendemo dari barisan massa 01 yang melemparkan sejumlah benda seperti tanah, botol air mineral, dan batu ke barisan massa 02 yang baru tiba di Patung Kuda. Bisa dicap sebagai kelakuan tolol karena aksi dilakukan tanpa ada kejelasan tujuan.
Dan makin kelihatan bodoh lagi karena para pelakunya adalah orang dewasa bukan bocah cilik (bocil). Miris sebenarnya melihat hal seperti ini terjadi. Apalagi yang bergesekan adalah pendukung Capres -Cawapres nomor urut 1 dan 2.
Dan bikin lebih malu lagi gesekan tersebut muncul pasca-konstelasi panggung pemilihan usai dan hasil akhir juaranya sudah diumumkan.
Mungkin, sekelumit penilaian dan pandangan model ini juga yang bikin Kapolda Karyoto dan Kapolres Susatyo terpancing untuk bergegas turun meleraikan. Poin penting yang ingin dituju sih, sederhana tapi tak perlu gamblang diucapkan: “Hello, jangan bertindak dungu dan bikin malu Indonesia, ya”.
Secara nyata dan pasti, dugaan untuk mencapai tujuan itu jelas terlihat dari arah pergerakan Kapolda Karyoto dan Kapolres Susatyo di lokasi unjuk rasa. Keduanya langsung menyisir ke arah massa pengunjuk rasa. Kapolda Karyoto bersama Kapolres Susatyo terlihat berbincang dengan perwakilan atau koordinasi aksi di lokasi.
Sikap kedua pimpinan Polri yang seperti ini bak jadi contoh nyata pembuktian pemikiran seorang Dianne Feinstein, senator California lebih dari tiga dasawarsa yang juga pelopor perempuan dalam dunia politik AS dan jadi anggota tertua Senat AS sebelum wafat di usia 90 tahun.
Dalam karier panjang politiknya ketika itu, wanita bernama lengkap Dianne Goldman Berman Feinstein ini pernah berucap dalam bahasa negaranya,
“Ninety percent of leadership is the ability to communicate something people want”. Kalau lidah Indonesia bicaranya, “Sembilan puluh persen kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengomunikasikan sesuatu yang diinginkan orang”.
Singkat dan sederhana secara ucapan. Tapi ilmiah dan cerdas secara pemahaman. Sementara untuk praktiknya harus pakai rumus panjang x lebar x tinggi. Inilah yang kemarin terlihat dilakukan Kapolda Karyoto dan Kapolres Susatyo ke para pengunjuk rasa beraroma politis.
Keduanya terlihat sangat mampu untuk berkomunikasi ringan tapi berisi dengan massa pendemo guna mendapatkan win-win solution. Apa saja yang diinginkan pendemo mampu dikomunikasikan dengan baik dan akhirnya dipahami bersama dengan damai tanpa kericuhan.
Dan memang nyata terbukti, setelah Kapolda Karyoto dan Kapolres Susatyo berkomunikasi enak dan asyik dengan pendemo, atmosfer kericuhan seketika reda dan terkunci rapat. Proses unjuk rasa masih tetap diizinkan lanjut tapi suasananya sudah beda menjadi lebih sejuk.
Dan harus fair diakui, itu bisa tercipta cepat berkat kualitas dan kapabilitas komunikasi Kapolda Karyoto dan Kapolres Susatyo sebagai pemimpin. Salut. (Bembo)