Monday, May 19, 2025
BerandaHukum & KriminalKarakteristik Wanprestasi dan Penipuan Berakar Adanya Hubungan Hukum Kontraktual

Karakteristik Wanprestasi dan Penipuan Berakar Adanya Hubungan Hukum Kontraktual

progresifjaya.id, JAKARTA – Tidak ada kewajiban pelaksanaan yurisprudensi bagi hakim, kecuali yurisprudensi tersebut bagus. Hal itu diungkapkan oleh Prof. Dr. Arce Sanjaya mantan Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung RI ketika dihadirkan sebagai ahli hukum perjanjian oleh Jan Untung R Situmorang, SH., MH dan Diving Safni, SH sebagai kuasa hukum penggugat Arwan Koty di depan Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri, SH, MH didampingi Drs. Tugianto, BC IP.,SH.,MH dan Agung Purbantoro, SH.,MH di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (1/10).

Dikatakannya, dasar dari perjanjian hukum perdata sebagaimana diatur dalam pasal 1320, sudah dewasa, cakap dalam membuat perjanjian dan bertanggung jawab.

Suatu perjanjian, tambahnya, adalah satu kesepakatan yang timbul dari hati, dalam membuat kesepakatan antara para pihak yang melakukan transaksi dalam perjanjian jual beli untuk menyepakati masalah harga penjualan dan pembelian.

“Dari keempat syarat sah perjanjian, yang termasuk ke syarat subjektif adalah kesepakatan dan kecakapan para pihak. Sedangkan adanya objek perjanjian dan sebab yang halal merupakan syarat objektif. Tidak dipenuhinya syarat sah perjanjian akan berujung pada pembatalan perjanjian,” terangnya

Ditambahkannya, apabila terjadi pembatalan perjanjian, maka pihak yang merasa dirugikan harus melakukan gugatan ke Pengadilan, sebab apabila tidak melalui pengadilan itu hanya kepentingan sepihak. Sebagaimana pasal 1266 KUHAPerdata untuk melakukan pembatalan perjanjian harus mengajukan gugatan melalui pengadilan.

“Saudara ahli tolong jelaskan,  kalau terjadi penipuan dalam perjanjian kesepakatan, apakah itu dapat dimaksud dalam hukum pidana,” tanya majelis.

“Bukan! Ada perbedaan anatomi tipuan dengan penipuan. Itu sangat beda sekali,” jawab ahli.

Ahli mengilustrasikan, ada transaksi jual beli satu buah mobil. Ada si anak utang 100 juta akan dibayar dalam tempo enam bulan. Setelah enam bulan tidak dibayar lalu si anak bilang, tunggulah bulan depan saya bayar karena saya mau jual mobil. Padahal tidak punya mobil. Itu bukan penipuan. Harus ada serangkaian kebohongan yang diucapkan pada saat sebelum perjanjian disepakati baru bisa dikatakan sebagai penipuan, tidak cukup dengan satu kebohongan saja.

Dikatakannya, perjanjian mengakibatkan hak dan kewajiban. Kalau tidak memenuhi perjanjian itu disebut melanggar perjanjian atau cidera janji, bagi yang melakukan pelanggaran kesepakatan sesuai janji yang telah disepakati bersama akan menerima sanksinya seperti, yang dirugikan minta ganti rugi, uang dirugikan memohon pelaksanaan, bisa janji dilaksanakan, bisa janji dibatalkan dan penggantian gant irugi dan sebagaimana pasal 1250 KUHAPerdata, kalau berupa uang, hanya bunga uang dan pemenuhan ganti rugi kepada barang yang dirugikan.

Ditegaskannya, karakteristik wanprestasi dan penipuan berakar pada hubungan hukum yang terjadi diantara para pihak selalu “didahului“ atau “diawali” dengan hubungan hukum kontraktual.

Letak batasan antara wanprestasi dan penipuan dalam konteks perjanjian pada “tempus delictinya” atau waktu perjanjian/kontrak itu ditutup/disepakati oleh kedua belah pihak. Bila setelah (post factum) kontrak ditutup diketahui ada tipu muslihat, rangkaian kata bohong atau keadaan palsu dari salah satu pihak, maka perbuatan itu adalah wanprestasi.

Sebelumnya pendapat yang sama juga dikatakan oleh Henni Wijayanti SH MH sebagai ahli hukum perdata, bahwa wanprestasi atau cidera janji merupakan suatu perbuatan yang mengingkari isi perjanjian yang telah dibuat, ditandatangani dan disepakati dua pihak secara bersama.

Jika salah satu pihak melanggar atau menciderai isi perjanjian maka pihak tersebut telah mencederai hukum perdata dan perjanjian kerja sama itu sendiri. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli (jual beli) diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Sebagaimana diketahui, Arwan Koty sebelumnya menggugat PT Indotruck Utama suatu Perseroan Terbatas (PT) anak perusahaan Indomobil yang telah memilki nama besar dan terkenal dalam hal pemasaran dan penjualan berbagai macam alat berat Exacavator terutama dengan merk Volvo.

Gugatan diajukan Arwan Koty melawan PT Indotruk Utama berawal dari jual beli Excavator bermuara pada persengketaan, yang mana dua unit alat berat yang sudah dibayar Arwan Koty tidak kunjung diserahkan PT Indotruck Utama sebagaiman pemenuhan Perjanjian Jual Beli (PJB), sejak tahun 2017, 3 tahun silam.

Karena PT Indotruck Utama (PT. IU) tidak merealisasikan PJB itu, maka PT IU diminta untuk mengembalikan uang yang telah dibayarkan oleh Arwan Koty atas pembelian Excavator Volvo EC 210D. Atau PT IU menyerahkan unit Excavator Volvo EC 210D dalam keadaan baru kepada penggugat yang telah membayar lunas.

Menurut kuasa hukum Arwan Koty yakni, J Untung Situmorang menyebutkan perkara bermula saat Arwan Koty ingin mengembangkan salah satu lini bisnisnya dalam bidang pertambangan. Untuk itu Arwan Koty membutuhkan alat berat Crawler Excavator. Maka pada 27 Juli 2017 Arwan Koty melakukan proses jual beli alat berat jenis Excavator dengan tergugat PT. IU.

Kedua belah pihak setuju dan sepakat untuk mengadakan dan menandatangani perjanjian jual beli 1 unit Crawier Excavator Volvo EC 210D sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Jual Beli Nomor 157/PJB/ ITU/JKT/ Vu / 2017 tanggal 27 juli 2017.

Ditambahkannya, gugatan yang diajukan, dikarenakan tergugat (PT IU) tidak mempunyai itikat baik menyelesaikannya.

Penggugat, lanjutnya, setuju membeli 1 unit Excavator Volvo EC 210D dari tergugat PT IU seharga Rp 1.265.000.000 atau Rp 1,2 miliar lebih sebagaimana tertuang sesuai Perjanjian Jual Beli (PJB). Dengan begitu, tergugat wajib menyerahkan 1 unit Excavator Volvo EC 210D kepada penggugat selambatnya 1 minggu setelah DP lunas.

Dalam perjanjian jual beli diatur pula tempat penyerahan barang. yang mana mengacu pada Pasal IV ayat 4 tergugat berkewajiban untuk menyerahkan 1 unit Excavator Volvo EC 210D di Yard PT IU dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima barang oleh para pihak yaitu Arwan Koty dan pihak PT IU.

Terkait perjanjian jual beli, tergugat mengirimkan surat tagihan (invoice) kepada penggugat sebagaimana invoice No.G-1100 CI-170006850 tanggal 20 November 2017. Padahal, sebelum tergugat mengirimkan invoice kepada Arwan Koty, yang bersangkutan telah memenuhi kewajibannya yaitu melakukan pembayaran secara lunas atas pembelian 1 unit Excavator Volvo EC 210D senilai Rp1.265.000.000 dengan perincian: tanggal 12 Oktober 2017 senillal Rp 265 juta sebagaimana Official Receipt No 124873 tanggal 12 Oktober 2017 dan tanggal 17 November 2017 senilal Rp 1 miliar sebagaimana Official Receipt No 124874. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembeli merupakan costumer yang beritikad baik karena telah membayar lunas sebelum waktu jatuh tempo.

Meskipun Arwan Koty telah memenuhi kewajibannya membayar lunas pembelian unit Excavator Volvo EC 210D, tergugat hingga saat ini belum juga menyerahkan unit Excavator Volvo EC 210D yang telah dibelinya lunas.

Atas cidera janji atau wanprestasi tersebut, penggugat mohon kepada Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri untuk mengabulkan seluruh gugatannya. Juga menyatakan sah dan berharga Perjanjian Jual Beli Nomor 157/ PJB /ITU/JKT/VII/ 2017 tanggal 27 Juli 2017.

Atas gugatan Anwar Koty tersebut, kuasa hukum PT. Indotruck (PT. IU) tidak berkenan dikonfirmasi untuk memberikan tanggapan.

Penulis/Editor: U. Aritonang

Artikel Terkait

Berita Populer