Tuesday, April 22, 2025
BerandaBerita UtamaKasus Suap Perkara Onslag Rp 60 miliar: Sebelum Vonis, 4 Oknum Hakim...

Kasus Suap Perkara Onslag Rp 60 miliar: Sebelum Vonis, 4 Oknum Hakim dan Panitera Bagi-bagi Duit dari Pengacara

progresifjaya.id, JAKARTA – Sepertinya oknum hakim ini tidak punya moral yang baik saat menjadi ‘wakil Tuhan’ di pengadilan. Dengan niat busuknya mereka diduga dengan sengaja memvonis onslag atau lepas dari hukuman terdakwa korporasi yang merugikan keuangan negara triliunan rupiah. Hal ini terbukti ketika  Kejaksaan Agung (Kejagung)  mengungkap perkara suap 4 hakim terkait putusan onslag tersebut dengan menerima sogokan Rp 60 miliar untuk dibagi-bagi. Padahal jaksa menuntut  terdakwa korporasi masing-masing harus membayar uang pengganti kerugian negara yang cukup besar. Rinciannya, Rp 937 miliar kepada Permata Hijau Group. Lalu, uang pengganti kepada Wilmar Group sebesar Rp 11,8 triliun, dan uang pengganti sebesar Rp 4,8 triliun kepada Musim Mas Group.

Namun majelis hakim yang menyidangkan perkara korupsi tersebut memvonis onslag atau lepas dari hukuman. Artinya perbuatan 3 korporasi terbukti, tetapi tidak dapat dihukum.

Majelis hakim yang melepaskan tuntutan jaksa itu masing-masing Agam Syarif Baharudin (ASB), Ali Muhtarom (AM) dan  Djuyamto (DJU). Mereka  sudah dicokok penyidik Kejagung dan langsung dijebloskan ke dalam rumah tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejagung.

Selain itu, Kejagung juga akan menelusuri aset tiga hakim yang menerima suap untuk memberikan vonis lepas kepada terdakwa korporasi korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.

Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan, penelusuran aset akan dilakukan terhadap tiga hakim yang telah ditetapkan sebagai tersangka oknum hakim tersebut.

“Untuk penelusuran aset kepada 3 tersangka yang telah ditetapkan pada malam hari ini, juga sama, masih terus berlanjut,” kata Qohar lagi, Senin (14/4).

Menurut Qohar, penyidik Jampidsus Kejagung terus bergerak dalam mengungkap kasus dugaan suap itu. Dia mengatakan penyidik juga telah menggeledah sejumlah rumah terkait kasus dugaan suap.

“Tadi saya sampaikan, ada beberapa tempat rumah digeledah, namun tidak sampai di situ saja, penyidik bahkan malam ini masih bergerak, seperti apa hasilnya? Kami sampaikan dalam waktu lain,” jelasnya.

Diungkapkan Qohar, uang suap tersebut dibagi-bagi kepada tiga oknum hakim itu. Mulanya, oknum hakim Agam Syarif Baharudin menerima uang senilai Rp 4,5 miliar dari Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang sudah ditetapkan juga jadi tersangka.

“Setelah menerima uang Rp 4,5 miliar tadi, oleh ASB dimasukkan ke dalam goody bag, dan setelah keluar ruangan dibagi kepada 3 orang yaitu ASB sendiri, AL, dan DJU,” ujar Qohar.

Kemudian, Arif Nuryanta yang kala itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat menyerahkan lagi sejumlah uang untuk ketiga hakim itu pada September 2024. Uang yang diberikan dalam bentuk dolar Amerika.

Jika dirupiahkan, uang yang dibawa tersangka oknum hakim Arif senilai Rp 18 miliar. Uang tersebut diserahkan kepada oknum hakim Djuyamto.

“ASB menerima uang dolar bila dirupiahkan Rp 4,5 miliar, DJU menerima uang dolar jika dirupiahkan Rp 6 miliar, dan AL menerima uang berupa dolar Amerika bila disetarakan rupiah Rp 5 miliar,” kata Qohar.

Ketiga oknum hakim itu, jelas Qohar, mengetahui tujuan penerimaan uang tersebut agar perkara diputus onslag alias divonis lepas.

Sebelumnya, Kejagung sudah menetapkan 4 tersangka suap dan gratifikasi putusan onslag ini. Mereka adalah, pihaknya telah menetapkan Muhammad Arif Suryanta mantan Wakil Ketua PN Jakpus yanv kini menjabat Ketua PN Jaksel. Kemudian Wahyu Wiguna (WG) yang kini merupakan panitera muda di PN Jakarta Utara. Lalu,  Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) keduanya berprofesi sebagai pengacara. Total tersangka dalam kasus suap ini menjadi 7 tersangka, 4 oknum hakim, satu oknum panitera dan 2 oknum advokad.

Seperti diberitakan di media online ini  kasus suap ini bermula saat Majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili kasus ini memberikan vonis lepas kepada tiga terdakwa korporasi itu pada 19 Maret 2025. Padahal, tuntutan jaksa tiga terdakwa korporasi itu harus mengganti kerugian negara sekitar Rp 5 triliun.

“Kemudian terhadap tuntutan tersebut, masing-masing terdakwa korporasi diputus oleh majelis hakim, yaitu terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu bukanlah merupakan suatu tindak pidana oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” kata Abdul Qohar.

Tim penyidik Kejagung lalu mencium kejanggalan dalam putusan lepas itu. Serangkaian pengusutan lalu mengungkap adanya dugaan suap yang dilakukan pengacara terdakwa korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto kepada Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Penulis/Editor: Isa Gautama

Artikel Terkait

Berita Populer