progresifjaya.id, JAKARTA – Perkara pencopotan jabatan secara paksa yang dilakukan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Manado, H. Arif Supratman, SH., MH., terhadap bawahannya berbuntut panjang.
Adalah Satrio Priyatno, SH., MH., seorang Panitera PT Manado yang terzolimi oleh kelakuan bejat Arif sampai-sampai ia meninggal dunia. Saat masih aktif bertugas di PT Manado, Satrio tak habis-habisnya dicaci maki dan dicecar dengan kata-kata kasar. Ia bahkan sampai disebut bodoh dan dianggap tak bisa bekerja.
Hati nurani Arif bahkan tak terketuk sedikit pun ketika Satrio meminta izin cuti berobat ke Surabaya. Alih-alih menolong, ia justru menolak permohonan cuti mentah-mentah dan malah menyerahkan surat pencopotan jabatan. Penyakit Satrio pun makin parah hingga akhirnya ia harus meregang nyawa.
Kecewa, sedih, sakit hati dan geram, keluarga besar almarhum pun menuntut balas. Mereka melayangkan surat pengaduan kepada Mahkamah Agung RI guna mencari keadilan.
Dalam surat tersebut, pihak keluarga menyebut Arif telah melanggar PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS yang seharusnya menjadi kewenangan MA (Pejabat Eselon I di pusat).
Arif juga dituding telah melakukan perbuatan semena-mena terhadap bawahannya, yang pasal-pasalnya juga sudah diatur sebagai bentuk pelanggaran terhadap PP 53 Tahun 2010.
“Perbuatan Ketua Pengadilan Tinggi Manado mencopot Panitera Satrio Priyatno, SH., MH., merupakan perbuatan tanpa dasar hukum yang jelas alias pasal-pasal gregetan atau benci terhadap bawahannya, dan tidak ada satupun pasal dalam PP 53/2010 yang dilanggar almarhum selama hidupnya. Malah Ketua Pengadilan Tinggi Manado yang melakukan perbuatan tidak terpuji, yaitu tidak memberikan izin cuti berobat ke Surabaya di saat Panitera Satrio Prayitno sakit parah (keratin 6 saat itu), malah memberinya Surat Keputusan Pencopotan Jabatan nomor W19U/1184/KP.01/VI/2020 Tertanggal 08 Juni 2020, tanpa ada kesalahan maupun pelanggaran yang telah diperbuat almarhum,” bunyi surat tersebut.
Penolakan izin cuti berobat dan pemberian SK Pencopotan Jabatan dinilai jadi momok runtuhnya mental dan kesehatan Satrio. Usai dicopot dari jabatannya, kondisi almarhum makin drop. Ia dilarikan ke RS Kandao Manado pada tanggal 29 Juni 2020 dan meninggal 2 hari kemudian tepatnya pada tanggal 1 Juli 2020 pukul 19.00 WITA.
Keluarga mengecam Arif, Ketua PT Manado yang tak manusiawi dan sang pelanggar HAM yang telah melawan KUHP pasal 531 tentang pelanggaran terhadap orang yang membutuhkan pertolongan.
Perlu diketahui, almarhum semasa hidupnya bukan orang bodoh seperti yang dituduhkan Arif kepadanya. Ia selalu bekerja dengan baik dan berprestasi. Ia adalah peraih ranking 2 dalam gelaran fit and proper test untuk meraih jabatan Eselon II di lingkungan Mahkamah Agung.
Pengalaman kerjanya pun beragam. Ia pernah dipercaya bertugas di PN Jombang, PN Surabaya, PN Malang, PN Tanjung Karang dan PN Banjarmasin sebelum dikirim ke PT Manado. Ia adalah pegawai yang bersih, tak pernah melakukan perbuatan melanggar disiplin ASN maupun kode etik di lingkungan MA.
Penerbitan SK Pencopotan Jabatan Panitera Pengadilan Tinggi Manado menjadi bukti bahwa Arif telah melanggar PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawan Negeri pasal 13 Hukuman Disiplin Tingkat Berat, ayat 1.
“Menyalahgunakan wewenang sebagaimana dalam pasal 4 angka 1 yang dapat dikenakan hukuman disiplin pembebasan jabatan atau pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri sebagai PNS atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. (Ketua PT Manado, red) juga telah melanggar KUHP pasal 531 termasuk melalaikan memberikan pertolongan sehingga menyebabkan kematian,”
Atas dasar tersebut, keluarga besar almarhum pun mendesak Ketua MA, Ketua Bawas MA, Ketua Komisi Yudisial dan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk:
1. Membatalkan Surat Keputusan Pencopotan Panitera PT Manado nomor W19U/1184/KP.01/VI/2020 Tertanggal 08 Juni 2020 tentang Pencabutan Jabatan Panitera PT Manado, Satriyo Priyatno, SH., MH dikarenakan cacat hukum dan memulihkan nama baik, harkat dan martabat almarhum.
2. Mencopot jabatan Arif sebagai Ketua PT Manado /dan memecat karena telah melakukan pelanggaran berat terhadap PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, penyalahgunaan kewenangan dan melanggar KUHP Pasal 531 tentang perlanggaran terhadap orang yang membutuhkan pertolongan.
“Selama Pengadilan Tinggi Manado di bawah kepemimpinan Arif Supratman, tidak bisa menjadi role model dan tidak akan bisa meraih predikat WBK/WBBM,” demikian penutup surat tersebut.
Melihat seriusnya masalah ini jika terus dibiarkan, anak almarhum yang juga seorang praktisi hukum berniat menuntut Arif atas perbuatan yang melecehkan sang ayah.
Penulis: Arfandi Tanjung
Editor: Zulkarnain