progresifjaya.id, JAKARTA – Lagi-lagi kemacetan parah terjadi di kawasan Jakarta Utara hingga meluas ke wilayah yang berbatasan dengan Utara Jakarta, terutama di kawasan strategis seperti RE Martadinata, Cilincing, Koja, Ancol, Sunter dan akses ke Pelabuhan Tanjung Priok, telah menjadi keluhan harian masyarakat dan para pelaku usaha logistik. Kemacetan ini bukan hanya mengganggu mobilitas, tapi juga berdampak besar terhadap ekonomi dan produktivitas nasional, mengingat kawasan ini merupakan salah satu urat nadi pendistribusian logistik Indonesia.
Di tengah kondisi ini, kerja dan kinerja Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok serta Kapolres Jakarta Utara mulai dipertanyakan. Publik mempertanyakan sejauhmana tanggung jawab dan komitmen mereka dalam mengatasi permasalahan yang sudah berlangsung bertahun-tahun ini.
Kurangnya koordinasi antara Polres Jakarta Utara dan Polres Pelabuhan dalam pengaturan dan penegakan hukum lalu lintas menjadi sorotan utama. Ketidakhadiran petugas di titik-titik rawan kemacetan, pembiaran terhadap pelanggaran lalu lintas seperti parkir liar dan kendaraan berat yang melintas di luar jam operasional, serta tidak adanya solusi jangka panjang membuat masyarakat kehilangan kepercayaan.
Lebih dari itu, penegakan hukum yang lemah dan terkesan pilih-pilih turut memperparah situasi. Pelanggaran dibiarkan tanpa tindakan tegas, dan tidak ada langkah antisipatif maupun responsif yang terlihat dari kedua institusi tersebut. Padahal, dengan sistem kerja yang terkoordinasi dan komando yang jelas dari Kapolres masing-masing, potensi kemacetan bisa diminimalkan.
Saat ini, masyarakat menunggu aksi nyata, bukan lagi retorika. Diperlukan kepemimpinan yang tegas, strategi yang terukur, serta keberanian untuk turun langsung ke lapangan dari para Kapolres guna mengembalikan ketertiban dan kelancaran lalu lintas di Jakarta Utara.
Tanpa evaluasi menyeluruh dan perbaikan koordinasi lintas wilayah, maka kemacetan di Jakarta Utara akan terus menjadi bukti kegagalan aparat dalam menjalankan fungsi dasar mereka sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.
Pertanyakan Kinerja Buruk Wali Kota dan Suku Dinas Perhubungan Jakarta Utara
Kemacetan total dalam keseharian, Kamis (17/4/2025) kemarin menjadikan kawasan dan objek vital seperti Jalan Raya Cilincing, Jalan Yos Sudarso, Jalan Enggano, hingga akses menuju dan dari Pelabuhan Tanjung Priok, menjadi langganan macet setiap harinya. Kondisi ini tidak hanya menimbulkan kerugian waktu dan biaya bagi masyarakat, tetapi juga memengaruhi distribusi logistik nasional dan menurunkan kualitas hidup warga.
Di tengah situasi tersebut, kinerja Wali Kota Jakarta Utara dan Suku Dinas Perhubungan (Sudinhub) Jakarta Utara dinilai tidak bekerja secara maksimal. Penanganan kemacetan terkesan lamban, tidak terkoordinasi dengan baik, dan cenderung bersifat reaktif ketimbang preventif.
Berbagai persoalan seperti parkir liar, kendaraan berat yang melintas di luar jam operasional, minimnya petugas pengatur lalu lintas di lapangan, serta tidak adanya solusi permanen terhadap titik-titik kemacetan, mencerminkan lemahnya pengawasan dan pengendalian di tingkat pemerintah kota.
Kurangnya terobosan kebijakan, minimnya inovasi pengaturan lalu lintas, dan lemahnya sinergi antara Pemkot, Sudin Perhubungan, dan aparat kepolisian memperburuk kondisi di lapangan. Hingga kini, belum terlihat langkah konkret dan terukur yang mampu menjawab kebutuhan warga Jakarta Utara akan lalu lintas yang tertib dan lancar.
Masyarakat berharap, Wali Kota Jakarta Utara sebagai pemimpin wilayah dan Sudinhub sebagai ujung tombak pengaturan lalu lintas tidak hanya hadir dalam rapat dan seremonial, tetapi turun langsung ke lapangan untuk melihat realita. Dibutuhkan kepemimpinan yang proaktif, responsif, dan tegas dalam menyusun serta menegakkan kebijakan transportasi yang efektif.
Tanpa perbaikan manajemen dan sinergi lintas sektor, kemacetan di Jakarta Utara hanya akan menjadi catatan kegagalan tata kelola wilayah yang tak kunjung terselesaikan. (Musfar)