progresifjaya.id, LEBAK – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia optimistis target penurunan prevalensi stunting 14 persen tahun 2024 bisa tercapai dengan melakukan berbagai intervensi untuk pencegahan.
“Kami terus berupaya dengan kerja keras agar prevalensi stunting tahun ini turun 14 persen sesuai harapan Bapak Presiden Joko Widodo,” tutur Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat (Kemenkes) RI dr Niken Wastu Palupi,MKM saat kunjungan Program Klasik di Kabupaten Lebak, Kamis (25/7/2024)
Berdasarkan data hasil intervensi penanganan stunting pada Juni 2024 secara serentak di Indonesia tercatat sekitar 21 persen atau 2 juta anak balita yang teridentifikasi stunting.
Meski berat untuk pencapaian penurunan target 14 persen angka stunting 2024, namun pihaknya berupaya untuk mensukseskan dengan berbagai intervensi dilakukan oleh Kemenkes agar tidak ada lagi kasus stunting baru untuk mempersiapkan generasi Emas 2045.
Untuk spesifik penanganan stunting Kemenkes dengan 11 intervensi mulai dari skrining anemia, konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) bagi kalangan remaja putri, pemeriksaan kehamilan (ANC), konsumsi tablet tambah darah ibu hamil, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK).
Selain itu juga pemantauan pertumbuhan balita, ASI eksklusif, pemberian MPASI kaya protein hewani bagi Bayi Usia Dua Tahun (Baduta), tata laksana Balita dengan masalah gizi.
Begitu juga peningkatan cakupan dan perluasan imunisasi, edukasi remaja ibu hamil dan keluarga termasuk pemicu bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
“Kita dorong 11 intervensi itu agar kasus prevalensi stunting bisa tercapai hingga akhir tahun 2024 mencapai 14 persen,” paparnya.
Menurut dia, penanganan stunting itu dari mulai remaja putri, calon pasangan pengantin, ibu hamil, persalinan dan pasangan usia subur.
Begitu pula penanganan stunting harus dilakukan kolaborasi dengan melibatkan pemangku jabatan, Organisasi Perangkat Daerah (OPD), mitra daerah dan tanggung jawab swasta.
Untuk pencegahan pernikahan dini bisa dilakukan intervensi dengan melibatkan OPD yang terkait di antaranya Kementerian Agama, pemerintah daerah, tokoh agama dan masyarakat setempat.
Begitu juga peran OPD lainnya, posyandu bekerja sama dengan puskesmas dan pemerintah desa untuk membantu persalinan hingga pemeriksaan USG kepada ibu hamil.
Selain itu juga penanganan sensitif Dinas Sosial dengan memberikan bantuan sosial juga Dinas Ketahanan Pangan memberikan program pangan berupa beras.
“Kami mengapresiasi penanganan stunting di Lebak dinilai berhasil dengan kolaborasi dan sinergitas itu berjalan dengan baik,” sebutnya.
Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana pada Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak, Tuti Nurasiah mengatakan pihaknya bertekad mencegah munculnya kasus stunting baru dan mewujudkan “zero new stunting” untuk menyiapkan Generasi Emas 2045.
Ia menyatakan, pemerintah daerah fokus melakukan intervensi terhadap keluarga anak stunting, ibu hamil, ibu bersalin, remaja, calon pengantin, dan pasangan usia subur.
“Penanganan stunting bagi anak usia di atas dua tahun dilakukan melalui pemberian makanan tambahan guna meningkatkan status gizi mereka,” katanya.
Untuk pencegahan stunting, menurut dia, diperlukan kolaborasi dengan pemangku kepentingan, organisasi perangkat daerah (OPD), mitra, dan tanggung jawab sosial dari pihak swasta.
“Sebab, untuk mewujudkan zero new stunting itu harus dilakukan mulai sejak remaja dengan pemberian tablet tambah darah bagi calon pengantin. Selanjutnya pemeriksaan ibu hamil di puskesmas dan klinik,” jelasnya.
Begitu juga bagi pasangan usia subur harus mendapatkan pelayanan reproduksi agar benar – benar menjalani persalinan dengan layak.
“Kami mengoptimalkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat agar mengetahui upaya pencegahan stunting ini,” kata Tuti. (R. R)