Progresifjaya.id, SERANG – Kisruh Bank Banten yang sempat pula bergulir di lingkungan DPRD Banten serta adanya berbagai kelompok menyebut adanya pembiaran dari Pemprov ( Pemerintah Provinsi Banten ) selaku pemegang saham terbesar rupanya membuat gerah Orang nomor satu di lingkungan Pemprov setempat.
Gubernur Banten, Wahidin Halim akhirnya buka suara, dirinya mengaku tak terima bila ada pihak yang menyebut melakukan pembiaran.
Menurutnya itu semua tidak benar, sebagai Gubernur Banten sudah melakukan berbagai upaya untuk menyehatkan Bank Banten sejak 2018.
Pernyataan WH disampaikan melalui Pers Release Nomor: 488/088-Kominfo/VI/2020 yang ditandatangani Kepala Dinas Kominfo Eneng Nurcahyati, yang diterima Redaksi Progresifjaya, Sabtu malam (20/6/2020)
Ironisnya, ketika Kepala BPKD (Badan Pengelola Keuangan Daerah), Rina Dewiyanti diminta penjelasan justru melemparkannya melalui seseorang bernama Mahdani.
“Upaya-upaya ini bisa lebih jelas dan konkret dan dapat dikonfirmasi langsung ke Pak Mahdani. Beliau punya data yang lengkap. Beliau sekarang kepala dinas perijinan,” tuturnya sebagai mana dilansir BantenHits.com, Sabtu, (20/6).
Disisi lain Rina juga menuturkan, dimana upaya-upaya yang dilakukan Pak Wahidin Halim sebagai Gubernur Banten sudah banyak dibahas dan disampaikan di berbagai media, tulisnya.
Sementara itu Informasi sebelumnya yang berhasil dihimpun dari dokumen pendapat hukum atau legal opinion (LO) Kejaksaan Agung Republik Indonesia tertanggal 30 Desember 2019.
Dalam LO tersebut dijelaskan proses pelaksanaan penyehatan Bank Banten terhambat karena hingga saat ini Pemprov Banten selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT) Bank Banten tak kunjung menyetorkan penambahan modal.
Di dokumen LO tersebut, tak kunjung disetorkannya modal tambahan oleh Pemprov Banten dapat berdampak terhadap keberlangsungan usaha Bank Banten, baik melalui pembekuan usaha dan atau likuidasi.
“Bahwa dalam proses pelaksanaan penyehatan Bank Banten terdapat hambatan di mana hingga saat ini Pemerintah Provinsi Banten sebagai PSPT belum menyetorkan penambahan modal sehingga dapat berdampak terhadap keberlangsungan usaha Bank Banten, baik melalui pembekuan usaha dan atau likuidasi,” demikian tertulis dalam LO Kejagung.
Kejagung juga menegaskan, upaya penyehatan Bank Banten adalah kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 JO Pasal 7 huruf b dan Pasal 9 huruf b UU No 21 Tahun 2011 tentang OJK.
Pada dokumen surat OJK dengan nomor SR 83/PB.31/2019 tertanggal 14 Juni 2019 yang menetapkan Bank Banten sebagai Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI).
Status tersebut diberlakukan OJK karena kinerja keuangan Bank Banten belum menunjukan perbaikan signifikan, bahkan terjadi peningkatan kerugian tahun berjalan.
OJK juga menyebutkan penetapan status BDPI untuk Bank Banten karena belum terealisasinya rencana tambahan modal disetor oleh Pemprov Banten selaku PSPT pada Desember 2019.
Penulis/Editor :
Asep Sopyan Af