progresifjaya.id, JAKARTA – Dua orang kakak beradik Dicky dan Dita warga Kemang Selatan XII Kav 5, RT.006/RW.001, Kel.Cipete Selatan, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, korban penipuan berkedok investasi bodong minta keadilan.
Satu-satu rumah serta tanah warisan milik tuanya telah berpindah tangan secara sepihak atas nama orang lain, dan kini rumah itu berada di bawah penguasaan Kejaksaan Negeri dengan hukum kekuatan tetap.
Hal ini diungkapkan Dicky dan Dita dengan nada sedih serta histeris, kepada sejumlah wartawan, Rabu (22/5/2024).
“Rumah itulah satu-satunya milik orang tua untuk kami. Tempat kami tinggal dan berteduh, namun dengan tiba-tiba kami diusir untuk keluar dan pergi begitu saja,” katanya pilu.
Sebelumnya, dua kakak beradik menuturkan, awalnya ada yang menawarkan bisnis dengan untung menggiurkan.
Karena tidak mempunya uang, maka sertifikat rumah orangtuanya jadi jaminan untuk meminjam.
“Awalnya mau kerjasama bisnis. Dicky minjam Rp 4 miliar dengan jaminan sertifikat rumah. Berjalanya waktu, bisnis tersebut tidak berjalan semestinya,” tutur Dita.
Ironisnya, saat ini, rumah milik orangtuanya sudah bersertifikat atas nama orang lain. Bahkan disita Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.
“Waktu butuh dana untuk bisnis, sebagai modal awal kami minjam Rp 4 miliar. Jaminannya sertifikat rumah. Kami dipinjami uang oleh Setiyo Joko Santoso,” ujarnya.
Lebih lanjut dituturkanya, lama tak terdengar mengenai proses bisnis atau investasi yang dijanjikan, tahu-tahunya di lokasi rumah sudah tertancap plang Kejaksaan Negeri Jakarta Timur dengan berkekuatan hukum tetap.
Artinya, bahwa lokasi tersebut berada dalam pengawasan Kejaksaan. Dan diminta langsung mengosongkan lokasi.
Atas kondisi tersebut, Dicky dan Dita meminta keadilan dan agar kasus yang menimpa mereka diusut tuntas.
“Sebagai warga negara kami minta keadilan, seadil-adilnya. Kami ini korban penipuan. Para pelaku harus diusut tuntas,” ujarnya.
Dita menambahkan, bahwa dirinya sudah meminta tolong kepada pengacara agar mendampingi dan memberi perhatian kepada masalah yang menimpanya
“Kami sudah tidak punya apa-apa. Untuk makan pun kami menjual barang-barang yang ada di rumah. Kami benar-benar menderita,” ujarnya sambil berurai air mata.
Penulis/Editor: Asep Sofyan Afandi