Monday, May 19, 2025
BerandaBerita UtamaKotak Pandora Dugaan Makelar Proyek BTS 4G Bakti Mulai Terkuak

Kotak Pandora Dugaan Makelar Proyek BTS 4G Bakti Mulai Terkuak

progresifjaya.id, JAKARTA – Anggaran jumbo proyek BTS 4G Bakti jadi bancakan banyak pihak. Uang disetor sana-sini untuk bagi-bagi fee hingga menutup jejak korupsi. Uang ratusan miliar ditebar demi menutup kerugian negara.

Setidaknya ada tiga klaster aliran fulus dana korupsi dana BTS Bakti, yaitu klaster persetujuan anggaran di DPR, pengaturan dan pemenangan tender proyek serta klaster pemberesan perkara.

Pengakuan-pengakuan saksi mahkota sudah begitu gamblang menjadi fakta baru yang tidak bisa ditutup-tutupi. Tidak ada alasan lagi bagi Kejaksaan Agung untuk pilah-pilih penegakan hukum dalam kasus korupsi BTS 4G Bakti. Sebab, sesungguhnya, tidak ada siapapun yang lebih sakti ketimbang hukum itu sendiri terlebih hanya segelintir pelaku korupsi

Satu persatu nama makelar pengurusan BTS 4G Bakti mulai terkuak. Nama Menpora Ario Bimo Nandito Ariotedjo atau Dito disebut telah menerima Rp 27 miliar. Setidaknya ada enam pihak yang disebut menerima total dana Rp 106 miliar.

Pada Selasa, 26 September lalu, nama-nama penerima aliran dana korupsi BTS di sebut. Nama-nama tercetus dari Irwan Hermawan dan Windi Purnama, keduanya adalah saksi mahkota atau saksi kunci dalam persidangan dengan terdakwa Jhony G Plate, Anang Achmad Latif dan Yohan Suryanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Irwan adalah Komisaris PT Solitech Media Sinergy yang juga jadi terdakwa dalam kasus BTS 4G Bakti. Irwan mengaku telah memberikan uang Rp 27 miliar kepada Dito untuk membereskan atau menututp penyilidikan korupsi BTS. Untuk membereskan perkara tersebut, Irwan bahkan menemui Dito dan seseorang bernama Resi di tahun 2022 lalu.

Menurut keterangan Irwan, Resi memberikan uang sebesar Rp 27 miliar kepada Dito. Serah terima uang itu, menurut Irwan, dilakukan di dalam rumah Dito. Keterangan Irwan bisa menjadi fakta baru dan pendalaman bagi Kejaksaan Agung untuk bisa mengungkap apakah benar ada keterlibatan dari Menpora Dito Ariotedjo dalam mengamankan kasus korupsi proyek BTS.

Kejaksaan Agung sebenarnya telah mengendus keterlibatan Dito yang telah diperiksa selama lima jam di Gedung Bundar. Namun menteri berusia 32 tahun itu hanya menjawab diplomatis pertanyaan wartawan usai diperiksa penyidik Kejagung. Dito membantah menerima aliran uang tersebut.

Boleh jadi para makelar kasus ini berjejaring atau kenal satu sama lain, sebab entah kebetulan atau tidak nama Dito direkomendasikan oleh Windu Aji Sutanto, yang sudah lebih dulu mengantongi uang Rp 66 miliar untuk membereskan kasus tapi tidak berhasil.

Namun kini Dito tidak bisa berkelit lagi. Fakta persidangan 26 September lalu telah memutarbalikkan semua drama. Keterangan saksi mengungkap uang diserahkan Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purmana bersama karyawannya Resi kepada Dito dan Haji Onny. Diketahui Haji Onny adalah Onny Hendro Adhiaksono yang juga dikenal dengan Kaji Edan.

Siapa sangka dibalik sosok menterengnya, Edward Hutahaean alias Naek Parulian Washington disebut melakukan pemerasan terhadap Anang Latif cs. Saksi mengaku sejak terjadi keterlambatan pembangunan BTS, pihak bank digempur kanan kiri. Keterlambatan disoal hingga diancam diperkarakan.

Namun ujung-ujungnya mereka menawarkan diri untuk meredam kasus tersebut. Modus inilah yang dilancarkan oleh Edward Hutahean hingga bisa mengantongi Rp 15 miliar. Sejak Mei 2022, Edward menjabat Komisaris Independen PT Pupuk Niaga Persero. Diyakini saat melakukan pemerasan berkedok pendampingan hukum, Edward masih menjabat komisaris BUMN tersebut. Namun sejak namanya disebut-sebut di pusaran makelar kasus BTS, Edward mengundurkan diri pada 14 Juli 2023.

Namun rupanya tak hanya Dito seorang, saksi mahkota Irwan menyebut Edward dan Windu Aji Sutanto turut menerima aliran uang. Sedikitnya uang Rp 108 miliar sudah digelontorkan kepada para mafia kasus tersebut. Namun semuanya nihil tak berbuah hasil.

Irwan dan Widi Purnama adalah saksi kunci yang paham betul seluk beluk uang BTS. Uang disetor ke sana sini mengalir ke orang-orang berpengaruh hingga lembaga tinggi negara.

Mengalir ke Lembaga Tinggi

Kuat diduga uang BTS mengalir ke Senayan. Di persidangan terungkap uang Rp 70 miliar mengalir ke Komisi I DPR RI. Uang disetor sebanyak dua kali oleh PT Multimedia Berdikari Sejahtera kepada Nistra Yohan. Windi diperintahkan oleh Dirut Bakti, Anang Achmad Latif untuk menyerahkan uang kepada anggota Komisi I DPR RI melalui Nistra Yohan, Staf ahli Sugiono anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Gerindra.

Meski sudah dua kali dipaggil untuk pemeriksaan di Kejaksaan Agung, hingga kini Nistra belum menampakkan batang hidungnya. Sejak Juli lalu, Nistra juga sudah tidak beredar lagi di Gedung DPR. Meski nama komisinya santer disebut menerima aliran dana BTS 4G, pimpinan dan anggota Komisi I DPR “masih adem-adem” saja.

Ketua Komisi I Meutya Hafid juga enggan berkomentar pada Juni lalu dilansir dari Realitas Metro TV. Sementara anggota Komisi I DPR, Dave Laksono menyebut, naiknya anggaran Kominfo 2021 dan 2022 semata-mata demi mendukung program pemerintah yaitu percepatan transformasi digital. Dave pun menampik dugaan bagi-bagi duit ke Komisi I.

Uang Rp 70 miliar sangat fantastis. Akal waras publik berbicara rasa-rasanya hamper tidak mungkin seorang Nistra meminta uang Rp 70 miliar atas inisiatifnya sendiri. Sebab, Nistra bukanlah siapa-siapa yang bisa membuat atau mempengaruhi kebijakan dan keputusan.

Monitoring Kasus

Celakanya, disoal aliran uang di Komisi I DPR, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana justru menyebut kekurangan alat bukti untuk menjerat Nistra sebagai tersangka.

“Hanya salah satu orang (saksi) saja. Kita tidak bisa mngklarifikasi berdasarkan satu keterangan saksi. Apalagi kesaksian itu akan menentukan nasib seseorang berikutnya. Jadi kita masih memerlukan keterangan-keterangan yang lain untuk mendukung keterangan saksi lainnya. Keterangan saksi sudah muncul dalam BAP. Maka, kita ingin semua (saksi-saksi) lebih transparan lagi dan terbuka. Kita memotoring kasus ini,” katanya.

Dan untuk kesekian kalian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga terseret. Lembaga audit tertinggi negara ini ternyata turut kecipratan fulus haram. Saksi Windi Purnama mengaku menyerahkan uang senilai Rp 40 miliar kepada seseorang bernama Sadikin. Penyerahan uang diperintahkan langsung oleh mantan Dirut Bakti Anang kepada Windi.

Uang pecahan dolar Amerika dan Singapura senilai Rp 40 miliar dalam sebuah koper diberikan Windi kepada Sadikin di parkiran Grand Hyatt. Uang disetor melalui Sadikin, yang diduga oknum BPK demi menutup celah temuan penyimpangan dalam audit Kominfo tahun 2021. Terlebih BPK telah menaikan statusnya dengan melakukan audit khusus pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

Saat dikonfirmasi, Kepala Humas BPK Yudi Ramdan hanya menjawab diplomatis. Kata Yudi, akan mengikuti proses hukum yang berlaku.

Ketua Indonesia Autid Watch, Iskandar Sitorus mendorong penyidik segera menyelidiki fakta-fakta baru persidangan. Kejaksaan Agung diminta tidak tebang pilih mnuntaskan korupsi berjamaan proyek BTS 4G Bakti.

“Kita lihat saksi-saksi mahkota, dua orang menyebut nama Dito yang sekarang dikaitkan publik bahwa itu adalah Menpora, baru ada nama Nistra dikaitkan dengan DPR RI. Baru ada penyebutan nama lain terhadap anggota BPK yaitu Sadikin. Kan ngga susah kalau diperiksa Sadikin. Kira-kira bertambah ngga pelakunya? Bertambah. Itu obsruction of justice. Tapi kalau pokok persoalannya diperiksa lebih jauh, hitungan kami minimal 50 orang terlibat pada tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Kesaksian Irwan, Windi dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simajuntak telah mengungkap teka-teki penikmat fulus proyek BTS Bakti. Sederet nama disebut mulai dari orang berpengaruh, elit politik hingga petinggi negeri. Irwan mengaku mendapat banyak tekanan dan ancaman saat memberikan kesaksian. Di persidangan pun gurat ketakutan masih terlihat begitu nyata. (Red/Realitas Metro TY)

Artikel Terkait

Berita Populer