progresifjaya.id, JAKARTA – Sidang terhadap terdakwa Hamdan Amang yang didakwa melanggar UU ITE Pasal 45B karena mengancam adik mantan istrinya (faktanya belum terjadi perceraian hubungan suami-isteri dikarenakan nikah-siri/dibawah-tangan) terhadap adik iparnya atau adik dari isteri siri Amang Hamdan (45) kakak kandung dari Iin Marlinawati (37), atau yang menjadi pelapor/korban yang bernama Mela Amelia Sipana, hingga saat ini masih berlangsung di Pengadilan Negeri Klas 1A Tangerang.
Jaksa Penuntut Umum, Atik Ariyosa telah menuntut terdakwa selama 5 bulan penjara dari ancaman yang pada awalnya sebelum pada agenda pengajuan pada agenda sidang berikutnya yaitu pengajuan Pledoi dan Duplik, dimana sebelumnya JPU membacakan tuntutan 10 bulan penjara pada persidangan di agenda sidang tuntutan dari pihak JPU (Jaksa Penuntut Umum) sebelum pengajuan agenda sidang Pledoi dan Duplik.
Lalu kemudian atas tuntutan tersebut, kuasa hukum Amang Hamdan bin Haji Djatra, Arif Budiman, SH., sontak mengajukan Pledoi dan Duplik setelah agenda sidang dan dibacakannya tuntutan yang dibacakan oleh JPU tersebut di atas.
Dimana pada intinya, kuasa hukum terdakwa meminta agar Amang Hamdan dibebaskan dari semua dakwaan dan tuntutan jaksa.
Sebab menurut Arif Budiman, unsur pasal 29 UU ITE tidak terpenuhi.
Hal itu, ujar dia, berdasarkan fakta dalam persidangan, jaksa tidak dapat menghadirkan bukti berupa handphone milik saksi Intan yang pertama kali menerima pesan ancaman dari terdakwa dengan alasan hilang. Namun hal itu tidak dapat dibuktikan dengan surat kehilangan dari polisi.
Kemudian kuasa hukum terdakwa juga menyebutkan bahwa jaksa tidak dapat menghadirkan saksi ahli Psikologi dalam persidangan.
Dia menyatakan, tidak terpenuhinya unsur “secara pribadi” di dalam pasal yang didakwakan yakni UU ITE karena terdakwa tidak pernah mengirimkan pesan ancaman secara pribadi kepada saksi korban Mela Amalia Sipana.
Oleh karena itu, ujar Arif, dengan tidak hadirnya saksi Psikolog, sehingga pembuktian perubahan sikap atau kejiwaan dari korban Mela adalah lemah.
Kemudian bukti handphone awal menerima pesan tidak dihadirkan. Sebab, terdakwa tidak pernah mengirimkan ancaman secara pribadi, secara langsung kepada saksi korban.
Selain itu, ujar Arif, jaksa juga tidak dapat membantah analisa Yuridis unsur “secara pribadi” yang dijelaskan oleh kuasa hukum terdakwa bahwa terdakwa tidak pernah mengirimkan pesan ancaman dimaksud, kepada handphone saksi Mela secara pribadi.
Sesuai keterangan yang diperoleh, putusan pengadilan seharusnya tanggal 7 Mei 2024, namun majelis hakim belum siap dengan putusannya, sehingga sidang putusan ditunda hingga 2 minggu ke depan yakni tanggal 21 Mei 2024. (Zul)