progresifjaya.id, JAKARTA – Ketika suami berusaha memperbaiki keadaan perekonomian keluarga dan keadaan kondisi perusahaan yang sedang dalam penurunan omzet, istrinya malah menolak. Bahkan sang istri berniat memenjarakannya dengan melaporkan dugaan pemalsuan tandatangan dan sidik jari/cap jempol.
Selain itu, sang istri juga pernah untuk memenjarakan suaminya dengan tuduhan telah melakukan perbuatan Kekerasan Dalam Rumqh Tangga (KDRT) pada Nopember tahun 2016. Namun laporan KDRT tersebut oleh Kepolisian diterbitkan SP-3 pada Juni 2017, lantaran laporan tersebut tidak cukup bukti.
Hal itu diungkapkan oleh terdakwa Hasim Sukamto yang menjabat sebagai Direktur PT. Hasdi Mustika Utama (PT. HMU) ketika diperiksa dan didengar keterangannya didepan majelis hakim pimpinan Djuyamto, SH.,MH didampingi Agus Darwanto, SH dan Taufan Mandala, SH.,MHum di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rabu.
Ketika itu diterangkannya, perusahaan PT. HMU adalah perusahaan keluarga yang pemilik sahamnya adalah para anggota keluarga, sama sekali tidak ada pemilik saham dari luar, karena itulah dirinya jelas membantah keterangan istrinya Melliana Susilo yang mengaku memiliki sebagian saham dalam perusahaan PT. HMU.
“Pembelian aset berupa satu unit Rumah Toko (Ruko) di Sunter Agung dan satu unit gudang di Yos Sudarso adalah hasil dari uang perusahaan dan atas nama saya serta kakak saya Hasan Sukamto. Jadi tidak benar keterangan dan pengakuan istri saya Melliana Susilo yang mengatakan bahwa kedua aset tersebut dibeli dari uang tabungan kami, Pak Hakim Yang Mulia,” jelasnya.
“Apakah aset perusahaan berupa satu unit Ruko dan satu unit gudang tersebut betul dibeli dari uang hasil perusahaan dan apakah pbelian tersebut ada sebagian dari uang pribadi saudara,” tanya majelis hakim menegaskan.
“Betul, Yang Mulia ! Kedua aset tersebut betul murni dibeli dari uang hasil perusahaan yaitu, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 7317/Sunter Agung dan SHGB No. 883/Sungai Bambu adalah atas nama saya dan kakak saya Hasan Sukamto. Jadi bukan harta bersama dan istri saya Melliana Susilo mengetahui bahwa aset tersebut adalah milik perusahaan,” terangnya.
Ditambahkannya, bahwa ketiga anaknya mengetahui hal tersebut, memang tidak ada uang pribadinya dan kakaknya, tetapi murni uang dari hasil perusahaan. Juga, ketika penandatangan perjanjian kredit dengan Bank Commonwealth, istrinya ikut menandatanganinya. Bahkan, hal itu disaksikan oleh kakaknya Hasan Sukamto dan istrinya Alida Nur.
“Kami berusaha agar perusahaan keluarga yang sedang mengalami penurunan omzet, karena itulah kami mengadakan pertemuan di Kantor PT. HMU bermusyawarah bersama para pemegang saham agar membuat kesepakatan memindahkan kredit dari Bank Commonwealth yang suku bunganya saat itu tinggi sebesar 13%/tahun ke Bank CIMB Niaga yang suku bunganya saat itu lebih rendah dan menawarkan 8%/tahun,” jelasnya.
Ditambahkannya, dengan adanya penurunan bunga yang begitu besar, jelas menguntungkan dan menghemat pengeluaran perusahaan yang menanggung biaya kehidupan para karyawan, anak istrinya, para pengurus PT. HMU.
Dan menurut dia, Melliana Susilo mengetahui bahwa kedua aset yang dijaminkan ke Bank Commonwealth yang dialihkan ke Bank CIMB Niaga tersebut. Bahkan dia memberikan persetujuan saat terjadinya perjanjian kredit.
“Tidak ada sama sekali kerugian istri saya terkait dengan pemindahan kredit atau take over kredit tersebut,” ujarnya seraya mengutip pernyataan istrinya yang mengatakan dia mengalami kerugian sebesar Rp 23 miliar atas pengalihan kredit tersebut.
“Karena hingga saat ini pembayaran kredit yang dilakukan oleh PT. HMU berjalan lancar, terbukti hingga saat ini hutang PT. HMU semakin mengecil dan sama sekali tidak ada kemungkinan bahwa kedua aset yang dijaminkan akan disita oleh pihak Bank CIMB Niaga,” tegas Hasim Sukamto didepan majelis hakim.

Sementara itu, Tim penasehat hukum terdakwa masing-masing, Teddi Adriansyah, SH., MH., Henrius Nani, SH., dan Albert Frans Nova, SH., dari Kantor Hukum “BAP Law Firm” dalam menanggapi tuntutan Iqram Saputra, SH., MH., sebagai jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara mengatakan, bahwa terdakwa terbukti berasalah telah melakukan tindak pidana sesuai pasal 266 ayat (1) KUHP adalah tidak benar-benar terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana tuduhan istrinya Melliana Susilo.
Sebab, berdasarkan uraian keterangan saksi pelapor Melliana Susilo sama sekali tidak bersesuaian dengan keterangan sejumlah saksi lainnya yang dihadirkan oleh jaksa. Bahkan terlebih dengan keterangan terdakwa tambah jelas ketidak sesuaiannya.
Pasalnya, tambahnya, keterangan Melliana Susilo sangat bertentangan antara Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tanggal 4 Maret 2019 di Kepolisian dengan keterangannya dan pengakuannya di depan majelis hakim dipersidangan pada tanggal 15 Maret 2020.
Diantaranya, dia mengaku bahwa kedua aset dibeli dari uang tabungannya bersama terdakwa, padahal yang sebenarnya adalah kedua aset tersebut milik PT. HMU yang dibeli dengan menggunakan uang perusahaan.
Bahkan, kedua aset tersebut saat pembeliannya diatasnamakan terdakwa beserta kakaknya saksi Hasan Sukamto dan kedua saudara terdakwa lainnya yakni, Hadi Sukamto dan Lita Sukamto tidak keberatan atas dilakukannya kedua aset tersebut sebagai jaminan take over kredit baik di Bank Commonwealth maupun di Bank CIMB Niaga.
Ditambahkannya, dia juga mengaku didepan persidangan sempat datang ke Kantor PT. HMU untuk menghadiri pertemuan tetapi dicegah oleh terdakwa dan kakaknya, keterangan tersebut adalah tidak benar dan bohong. Karena menurut sejumlah saksi tidak pernah melihat kedatangan Melliana Susilo ke Kantor PT. HMU saat dilakukannya pertemuan dalam rangka proses akad take over pinjaman kredit.
Kebohongan lainnya, tambahnya, ketika dikatakannya tidak mengenal saksi Achmad Bajumi, SH., MH., Notaris rekanan Bank CIMB Niaga, lantaran ketika penandatanganan pinjaman kredit ke Bank Commonwealth, Meliana Susilo ikut menandatanganinya yang turut disaksikan oleh Hadi Sukamto dan Hasan Sukamto.
Terdakwa, katanya, tidak pernah menyuruh siapapun untuk memasukkan keterangan yang tidak benar atau palsu ke dalam suatu akta dan terdakwa hanya sekali bertemu dengan Achmad Bajumi ketika penandatanganan perjanjian kredit dan Akta PPAT SKMHT di Kantor PT. HMU.
Ketika dalam pertemuan di Kantor PT. HMU, lanjutnya, Melliana Susilo tidak hadir karena ada kegiatan lain, sehingga terdakwa membawa dokumen akta tersebut ke rumahnya dan menunjukkan kepada Melliana Susilo dan memberitahukan keperluannya. Selanjutnya, dokumen Akta PPAT SKMHT ditandatangani di rumah.
Ditambahkannya, pencairan kredit dari Bank CIMB Niaga ke PT. HMU sebesar Rp 18 miliar lebih adalah merupakan kredit modal kerja. Pencairan kredit tersebut adalah untuk membayar take over kredit ke Bank Commonwealth sebesar Rp 16 miliar lebih dan sisanya adalah untuk kepentingan operasional PT. HMU. Dimana hal itu juga diterangkan oleh para saksi yakni, Diana Suryani, Hasan Sukamto, Alida Nur, Hadi Sukamto, Achmad Bajumi dan Indra.
“Klien kami secara pribadi tidak bisa mempergunakan kredit pinjaman tersebut, karena kalau untuk mencairkannya harus ada persetujuan dari direksi lainnya dari PT. HMU dan terkait dengan saksi Achmad Bajumi sebagai rekanan Bank CIMB Niaga hanya dapat disuruh oleh pihak Bank CIMB Naga dan tidak dapat disuruh oleh klien kami,” tegasnya.
Untuk itu, sebagai Tim penasehat hukum memohon sudilah kiranya agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memberikan putusan yang, menyatakan terdakwa Hasim Sukamto tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan/dituntut.
Membebaskan terdakwa atau setidak-tidaknya melepaskannya dari segala tuntutan hukum, memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta marbatnya sebagaimana semula.
Penulis/Editor: U. Aritonang