Friday, March 28, 2025
BerandaBerita UtamaMemberantas Korupsi Sembari Korupsi: KSMAK Laporkan Jampidsus Febrie Ardiansyah ke KPK

Memberantas Korupsi Sembari Korupsi: KSMAK Laporkan Jampidsus Febrie Ardiansyah ke KPK

progresifjaya.id, JAKARTA – Harus percaya kemana lagi masyarakat sekarang ini, jika para petinggi hukum sudah menghamba kepada uang. Mereka dapat mempermainkan hukum dengan jabatan atau kedudukannya, jika ada masyarakat yang tersandung hukum meminta keadilan. Pokoknya, bagi yang punya duit hukum itu dapat ‘dibeli’ dengan memainkan pasal-pasal KUHP, UU dan juga peraturan pemerintah yang bisa meringankan tersangka atau terdakwa di tingkat penyidikan maupun penuntutan. Bahkan di tingkat pengadilan terdakwa bisa bebas.

Sebagian polisi, jaksa dan hakim maupun aparat penegak hukum KPK mungkin sudah melupakan sumpah mereka saat dilantik jadi pejabat di institusinya masing-masing. Jadi tidak heran mereka banyak melakukan korupsi, menyimpangkan hukum dan lain sebagainya.

Lihat saja di institusi Polri ada beberapa jenderal yang masuk bui. Begitu juga di Kejaksaan kini terkuak para oknum petingginya yang diduga suka bermain- main dengan hukum. Apalagi hakim yang merupakan wakil Tuhan itu sudah banyak dipenjara karena melakukan tindak pidana korupsi. Tidak hanya itu Ketua KPK terdahulu, Firli Bahuri pun terlibat kasus suap dan masih jadi tersangka sampai saat ini.

Terbaru yang menggemparkan, tiga oknum hakim pembebas Ronald Tannur yang diduga menerima suap miliaran rupiah,  masih dalam proses persidangan. Perkara suap tersebut diduga melibatkan hakim agung di MA.

Berkaitan dengan hal itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporannya terkait dugaan kasus suap tiga oknum hakim tersebut yang melibatkan eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar yang menjadi terdakwa dalam kasus mufakat jahat dan penerimaan gratifikasi terkait perkara Ronald Tannur.

Yang melaporkan adalah Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi (KSMAK). “Febri diduga turut bermain dalam penyidikan Zarof,” kata Kordinator KSMAK Ronald Lobyloby dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (11/3).

“Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi dalam buku yang memuat hasil penelitian dugaan korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah menyoroti pula dugaan kejahatan ‘memberantas korupsi sembari korupsi’ yang baunya menyengat tajam dalam kegiatan penyidikan ‘Mafia Kasus Satu Triliun,’ yang melibatkan terdakwa Zarof Ricar, mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA RI,” papar Ronald.

Dalam surat dakwaan yang dipaparkan Jaksa Penuntut Kejaksaan Agung terhadap Zarof, ia hanya dijerat dengan pasal gratifikasi terkait penerimaan uang sebesar Rp920 miliar dan 51 kilogram emas untuk pengkondisian perkara di lingkungan peradilan Mahkamah Agung (MA) pada periode 2012–2022.

Menurut Ronald, seharusnya Zarof dijerat dengan pasal suap karena ada kesepakatan awal sebelum perkara yang diputuskan dikondisikan.

“Seharusnya terdakwa Zarof Ricar lebih tepat dikenakan pasal suap. Karena diyakini terdapat meeting of minds antara pemberi dan Zarof Ricar selaku perantara penerima suap dalam kaitan dengan barang bukti yang diduga sebagai uang suap sebesar Rp920 miliar dan 51 kilogram emas itu,” ucapnya.

Lebih lanjut, Ronald menambahkan bahwa dalam surat dakwaan terkait penerimaan uang, tidak dijelaskan secara rinci perkara-perkara yang dimainkan. Ia menyoroti khususnya dugaan permainan perkara Sugar Group senilai Rp200 miliar yang mencuat dalam proses penyidikan kasus tersebut.

“Patut diduga uang sebesar Rp200 miliar itu merupakan milik hakim agung yang menangani perkara sengketa perdata antara PT Sugar Group Company (SGC/Gunawan Yusuf) dkk. melawan Marubeni Corporation (MC) dkk., sebagaimana pengakuan Zarof Ricar dalam pemeriksaan,” ujarnya.

Menurut Ronald, Febrie sengaja memberikan perlindungan kepada Zarof agar nantinya divonis bebas oleh hakim. Hal ini dilakukan dengan tidak menguraikan secara detail dalam surat dakwaan mengenai pengkondisian perkara terkait penerimaan uang hampir Rp1 triliun tersebut.

“Apabila ditinjau dari format surat dakwaan yang dibacakan JPU Nurachman Adikusumo, wajar apabila terdapat kecurigaan bahwa Zarof Ricar diberi celah perlindungan oleh Jampidsus Febrie Adriansyah untuk dapat divonis bebas. Tidak diuraikannya asal usul sumber uang suap sebesar Rp920 miliar dan 51 kilogram emas dalam surat dakwaan,” jelasnya.

Ronald mengungkapkan bahwa sebagian dari uang suap senilai Rp200 miliar itu diduga berasal dari penanganan perkara sengketa perdata antara SGC dkk. melawan MC dkk., yang menyebabkan Hakim Agung Syamsul Maarif melanggar Pasal 17 ayat (5) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

“Syamsul Maarif adalah hakim agung yang memutus perkara Peninjauan Kembali (PK) No. 1362 PK/PDT/2024, tanggal 16 Desember 2024—hanya dalam tempo 29 hari. Padahal, tebal berkas perkara mencapai tiga meter,” ungkapnya.

Menurut Ronald, Zarof telah mengungkapkan sejumlah nama hakim agung yang turut menerima uang pengkondisian perkara selama proses penyidikan. Namun, ia menilai Jampidsus Febrie sengaja menyembunyikan informasi tersebut agar tidak terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan dalam sidang Zarof.

“Konon Zarof Ricar sudah menyebut nama-nama hakim agung yang terlibat. Namun, alih-alih mendalami, Jampidsus Febrie Adriansyah malah berdalih penyidik tidak harus memeriksa. Apabila tersangka menyebutkan A sebuah argumen yang tidak logis,” ucapnya.

Selain itu, Febrie juga dilaporkan terkait dugaan korupsi dalam beberapa kasus lain yakni, yaitu kasus Jiwasraya, penyalahgunaan kewenangan dalam tata niaga batu bara di Kalimantan Timur dan Tindak pidana pencucian uang (TPPU), sebagaimana yang tertuang dalam buku serta bukti-bukti yang dilampirkan dalam pengaduan.

Febrie dilaporkan ke Direktorat PLPM KPK, Gedung Merah Putih Jakarta Selatan, pada Senin (10/3). Pihak pelapor dari Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi terdiri dari Indonesian Police Watch (IPW), Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia.

Nah, kalau sudah begini, mau kemana lagi masyarakat minta perlindungan hukum dan keadilan. Pasalnya, oknum-oknum  pemegang kekuasaan di institusi hukum sudah tidak bisa lagi dipercaya.

Penulis/Editor: Isa Gautama

Artikel Terkait

Berita Populer