Sunday, April 27, 2025
BerandaHukum & KriminalMurni Perkara Perdata, Hakim Diminta Bebaskan Peter Sidharta

Murni Perkara Perdata, Hakim Diminta Bebaskan Peter Sidharta

progresifjaya.id, JAKARTA – Keterangan para saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) di persidangan tidak berkesesuaian, bahkan cenderung memberikan keterangan bohong. Oleh karena itu, penasihat hukum terdakwa Peter Sidharta, Yayat Purnadi, SH., MH., CPL., meminta majelis hakim PN Jakarta Utara pimpinan Tumpanuli, SH., MH., agar membebaskan Piter Sidharta dari segala dakwaan maupun tuntutan hukum.

“Klien kami tidak melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa atas tuduhan pelapor. Karenanya, tak berlebihan kiranya kalau kami meminta hakim membebaskannya dari jerat pidana,” ujar Yayat di PN Jakarta Utara, Rabu (29/7).

Hal itu juga diajukan dalam dupliknya yang dibacakan di PN Jakarta Utara. Alasannya, perkara yang melibatkan kliennya murni perkara perdata, namun dibawa-bawa ke ranah pidana.

Ditambahkannya, pembatalan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama Piter Sidharta oleh Kanwil BPN DKI setelah diawali pencabutan surat keterangan tidak sengketa RW dan Lurah Penjaringan sama sekali tak bisa dijadikan alat bukti. Bahkan, petunjuk adanya tindak pidana pemalsuan. Sebab, yang berwenang menentukan suatu dokumen negara palsu hanyalah pengadilan.

Sementara dalam kasus Piter Sidharta pembatalan SHGB dilakukan Kanwil BPN DKI sebelum ada putusan pengadilan memutuskan surat keterangan tidak sengketa tersebut palsu.

Selain itu, Ali Sugiarto maupun ahli warisnya tidaklah mempunyai kedudukan hukum terkait tanah di Bandengan, Penjaringan. Sebab, tanah yang selama ini disewa Peter Sidharta bukan milik atau atas nama Ali Sugiarto maupun ahli warisnya.

Lahan seluas hampir 670 meter persegi itu tercatat atas nama orang lain. Jadi, di samping tak mempunyai kedudukan hukum ahli waris tak berwenang sebagai pelapor sekaligus pemilik atas obyek sengketa tersebut.

“Karena itu, majelis hakim yang mulia, kami berharap diputuskan bahwa dakwaan dan tuntutan JPU tidak terbukti dan tidak dapat dibuktikan. Karena saksi pelapor tidak memiliki kualitas sebagai pelapor,” kata Yayat.

Disebutkannya, bahwa tanah obyek sengketa berasal dari Eigendom Verponding. Sesuai ketentuan UURI No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria bahwa objek tanah yang hak alas kepemilikannya Eigendom Verponding secara otomatis menjadi  “tanah negara” jika sampai tahun 1980 tidak dikonversi atau dimohonkan hak kepemilikannya.

Orang tua terdakwa (Sie Tjok Khoo) sejak Tahun 1951 benar telah menguasai secara fisik dan yuridis tanah Eigendom Verponding No. 5976 atas nama Tan Tjie Hian alias Tan Koen Jauw, Tan Tjie Kin, Lie Hong Nio istri Thio Oen Hoey dan Lie Hiang Nio.

Namun baik ayah terdakwa maupun pihak atas nama dalam Verponding Nomor: 5976 tersebut terhitung sejak tahun 1960 sampai tanggal 24 September 1980 ternyata tidak mengajukan permohonan peningkatan hak atas tanah tersebut. Karenanya, terhitung per tanggal 24 September 1980 hak mereka untuk mengajukan permohonan peningkatan haknya gugur.

Itu berarti, lanjutnya, saat terdakwa memperoleh peralihan hak penguasaan atas tanah obyek permohonan dari ayahnya pada tanggal 22 November 1996, tanah tersebut sudah berstatus tanah negara.

Sehingga menjadikan hak prioritas bagi penggarap atau yang menguasainya untuk mengurus dan mengajukan permohonan sertifikat peningkatan hak atas tanah negara yang dikuasainya menurut prosedur dan tata cara pendaftaran hak atas tanah negara yang ditentukan.

Dikatakannya, atas dasar itu maka perkara yang didakwakan JPU tidak tepat. Sebab permasalahannya murni keperdataan terkait sewa menyewa lahan tahun 1951, berikut gudang berada di Jalan Bandengan Utara No 52/A5 yang melulu hanya berdasarkan klaim oleh ahli waris Ali Sugiarto.

Itu pun, surat sewa menyewa terkait lahan itu bukan dari orang tua Ali Sugiarto, Sio Tjo Kho, namun dalam perjanjian tersebut penyewa bernama Lou Tak Siang.

Oleh karena, tambahnya, lahan yang disewa tersebut bukan atas nama ahli waris Ali Sugiarto  (pelapor) tetapi masih atas nama orang lain sehingga sejak akhir tahun 2005 terdakwa tidak lagi membayar sewa kepada ahli waris Ali Soegiarto. Bahkan terdakwa memohonkan hak kepemilikan atas tanah tersebut dan dikabulkan pemerintah.

Penulis/Editor: U. Aritonang

Artikel Terkait

Berita Populer