progresifjaya.id, JAKARTA – Hadiah spesial jam tangan mewah Rolex dari Presiden Prabowo seharga Rp 200 jutaan untuk setiap para pemain Timnas Indonesia memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat dan atlet. Bisa dibayangkan berapa miliar dana yang dikeluarkan jika jam tangan mewah itu diberikan kepada seluruh pemain dan official.
Meski hadiah istimewa itu diberikan kerena untuk kali pertama Indonesia berhasil menembus babak playoff di kualifikasi Piala Dunia, namun tetap saja membuat iri para atlet lain yang juga berprestasi. Seperti nya hanya olah raga sepak bola saja yang dianakemaskan, padahal banyak olah raga lain, atlet-atlet nya berprestasi di skala dunia.
Ini dirasakan tidak adil, karena dalam mengefisiensi anggaran, hampir semua cabang olah raga (cabor) yang ada dipangkas dana pembinaannya. Sebaliknya, sepakbola malah dikucurkan dana Rp 200 miliar.
Perasaan ketidakadilan itu timbul, karena pemerintah dinilai tidak konsisten dalam memperlakukan seluruh atlet yang berprestasi di berbagai cabor lain di Tanah Air. Seperti Lindswell Kwok (34) yang dikenal dengan, “Ratu Wushu” Indonesia, menyuarakan keadilan bagi seluruh atlet di Indonesia. Sudah adilkah pemerintah?
Mantan atlet Wushu dan penerima Satyalancana Dharma Olahraga, penghargaan olahraga tertinggi di Indonesia itu, mengritik pemerintah lewat akun Instagramnya. Dia menyoroti adanya kesenjangan perhatian dari pemerintah terhadap atlet cabang olahraga lain.
“Tentu bangga dengan prestasi sejawat. Tapi sudah adil belum pemerintah dalam memfasilitasi atlet-atletnya,” tulis Lindswell.
Menurutnya, prestasi seharusnya menjadi tolok ukur utama dalam mendapatkan fasilitas dan perhatian dari pemerintah. Kritik yang disampaikan ini bukanlah untuk menyerang para atlet timnas, melainkan menyoroti peran pemerintah yang dinilai belum adil dalam mendukung semua cabor.
Lindswell yang juga sebagai pembina atlet wushu mengungkapkan kondisi sulit yang dihadapi atlet junior akibat kebijakan efisiensi anggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Atlet-atlet muda tersebut dipulangkan secara sepihak melalui zoom setelah menjalani masa pelatihan nasional (pelatnas) dan harus meninggalkan sekolah demi mengorbankan waktu untuk mengharumkan nama bangsa.
“Mereka mengorbankan sekolah untuk fokus di pelatnas, tapi tiba-tiba dipulangkan. Sekali lagi. Mereka dipanggil, mereka dikumpulkan, mereka juga dipulangkan secara tidak layak,” papar Lindswell.
Proses pemulangan atlet wushu muda tersebut berlangsung secara mendadak dan tanpa komunikasi yang layak, bahkan pemberitahuannya hanya lewat aplikasi meeting zoom. Hal ini membuat Lindswell mempertanyakan sikap pemerintah yang lebih memprioritaskan efisiensi anggaran daripada kesejahteraan dan persiapan atlet.
“Bukan karena sejawat kita dapat apresiasi, lalu kita kepanasan. Tapi lihat dulu siapa yang kasih. Di mana cabor lain dicuekin, cabor yang terkenal dan banyak peminat diperhatikan,” tegas Lindswell.
Lebih lanjut, Lindswell menjelaskan kronologi pemulangan para atlet wushu muda. Mereka dipanggil dan dikumpulkan secara mendadak, menjalani seleksi, dan masuk pelatnas, yang membuat mereka harus meninggalkan sekolah.
Namun, setelah delapan bulan menjalani pelatnas, pada akhir Maret 2025, mereka mendapat kabar pemulangan lewat zoom. “Karena ini adalah program Kemenpora, tentu kita tidak punya daya untuk mempertahankan,” ujar Lindswell.
Ia menegaskan bahwa masalah yang dialami atlet wushu ini hanya satu dari sekian banyak kasus yang juga menimpa cabor unggulan lain yang kurang mendapat perhatian setimpal. “Ini cuma salah satu dari sekian banyak yang dialami cabor-cabor unggulan tapi gak seterkenal bola. Jadi, bisakah cabor lain lebih diperhatikan pemerintah” lanjut Lindswell.
Sebagai penutup, Lindswell menyatakan kritik ini merupakan bentuk keprihatinan dan harapan agar pemerintah bisa memperbaiki sistem dan sikap dalam memfasilitasi seluruh atlet di Indonesia secara adil. Ia berharap masyarakat juga dapat melihat situasi ini secara objektif.
“Kalau kalian fans, lalu kalian pro dengan ketidakadilan, maka kalian ikut membantu pemerintah menjadi semakin terpuruk kinerjanya. Yang kita harapkan adalah kemajuan di segala sektor, segala bidang. Sudah kewajiban aku sebagai orang yang berkecimpung di dunia olahraga untuk speak up,” pungkasnya.
Editor: Isa Gautama