Oleh: Saiful Huda Ems.
SUDAH sejak lama saya selalu curiga dengan sepak terjang Mahfud MD sebagai Menko Polhukam di Kabinet Indonesia Maju Jokowi. Di setiap langkah gerakan politiknya saya lihat Mahfud ini selalu zigzag, kadang pro ke kubu Jokowi kadang pro ke kubu para penentang Pemerintahan.
Misalnya, saat menjelang kedatangan Rizieq Shihab dari Arab Saudi, Mahfud membuat statement agar Polisi atau aparat keamanan sebaiknya tidak terlalu mencurigai dia.
Rizieq menurut Mahfud tidaklah terlalu berbahaya, hingga aparat keamanan tidak perlu mencari-cari kesalahannya. Namun ternyata, kedatangan Rizieq saat itu disambut oleh lautan manusia, hingga dari jalan tol menuju Bandara Soekarno Hatta dan bandara itu sendiri, penuh sesak orang yang mau menjemput Rizieq Sihihab.
Terjadi juga perusakan beberapa fasilitas di bandara internasional itu. Tak hanya itu, Rizieq kemudian melakukan beberapa tindakan melawan hukum hingga yang bersangkutan dipenjara.
Apakah sampai disitu saja pembelaan Mahfud MD terhadap penentang utama Pemerintahan Jokowi, yakni Rizieq itu? Tidak!
Ada lagi pembelaan Mahfud MD terhadap Rizieq, yakni ketika Ponpes miliknya yang berdiri di atas tanah milik PTPN di Megamendung Bogor, yang harusnya diserahkan pada negara, namun saat itu Mahfud justru mengusulkan agar Ponpes itu tetap dikelola oleh para pengikut Rizieq yang Ormasnya dinyatakan berbahaya, bertentangan dengan Pancasila hingga harus dibubarkan Pemerintah.
Sangat kontroversial sekali langkah-langkah Mahfud MD ini, namun sayangnya kontroversialnya sangat berbahaya bagi kehidupan demokrasi dan juga berbahaya bagi stabilitas dan keamanan negara.
Sekarang Mahfud kembali lagi berulah, jika dahulu ia nampak mencari perhatian dari Rizieq, kali ini ia nampak mencari perhatian dari sosok politisi mantan Presiden RI dua periode, yakni SBY.
Pertama, bagaimana mungkin pembicaraan tertutup tiga orang penting (Presiden Jokowi, Kemenkumham Yasonna Laoly dan Menko Polhukam Mahfud MD sendiri) bisa dipublish?
Saya pribadi sangat menyayangkan sekali insiden ini, meskipun saya sebenarnya juga masih meragukan pernyataan Pak Mahfud MD, apa benar Presiden Jokowi telah mengarahkan Menkumham dan Menko Polhukam untuk tidak mensahkan hasil Kongres Luar Biasa Partai Demokrat pimpinan Dr. Moeldoko? Ini rahasia kebijakan Presiden loh, yang berarti rahasia negara juga, lah kok bisa-bisanya main buka saja?
Kedua, saya pikir kok sangat tidak rasional, bagaimana mungkin proses peradilan yang masih berjalan di PTUN dan di Mahkamah Agung terkait gugatan dan judicial review AD/ART Partai Demokrat 2020, serta gugatan terkait Keputusan Menkumham kok tiba-tiba mau dipaksa berhenti oleh Mahfud MD dengan menyatakan sidang dismissal di PTUN mestinya langsung mensahkan keputusan Kemenkumham, karena bagi Mahfud Keputusan Kemenkumham sudah sah, sebab Muktamar (mungkin maksudnya Menteri ini Kongres) yang dilakukan di luar pengurus itu tidak sah.
Loh…loh…nanti dulu Pak, Mahfud nampaknya ketinggalan informasi, bahwa KLB itu dilakukan oleh para pengurus dan buktinya setelah itu mereka dipecatin satu persatu oleh AHY.
Selain itu, Sidang Dismisal di PTUN kan sudah selesai Pak, dan kemudian lanjut di pembahasan pokok materi gugatan sampai kemudian menghadirkan para saksi fakta. Lha masak tiba-tiba mau disemprit, distop oleh Pak Menko Polhukam? Ini tarung hukum Pak, bukan tarung gulat. Mekanismenya berbeda jauh.
Ketiga, pernyataan Mahfud MD mantan Ketua Team Sukses Prabowo-Hatta di Pilpres 2014 ini bahwa Partai Demokrat kubu AHY yang sah, bagi saya itu selain merupakan sirene pemberontakan terselubung Mahfud MD pada Jokowi, juga merupakan “kedipan mata” Mahfud MD pada SBY bapaknya Ketum dan Waketum Partai Demokrat (AHY dan Ibas) yang juga Ketua Fraksi dan Ketua Panggar DPR RI dari Partai Demokrat (gila dirangkap semua oleh anaknya SBY ya? mirip group arisan keluarga-red.).
Terhadap sirene pemberontakan pada Jokowi yang dilakukan oleh Mahfud saya tidak kaget, karena Mahfud bisa saja mengharap akan dipecat oleh Pak Jokowi kemudian dia akan menyanyikan lagu jadul SBY, dizalimi. Lalu Mahfud berharap akan jadi bintang kontestan Capres atau Cawapres 2024 seperti SBY dan Anies Baswedan.
Dan untuk soal kedipan mata Mahfud pada SBY, saya pikir salah alamat, karena di Pemilu 2024 Partai Demokrat pimpinan AHY akan nyungsep tak memenuhi parliamentary threshold, apalagi jika kemudian PTUN memenangkan Partai Demokrat pimpinan Dr. Moeldoko, maka SBY dan AHY akan putar haluan profesi menjadi Group Band Cikeas!
Last but not least, mohon Mahfud MD berpikir ulang sebelum tersapu gelombang manusia-manusia cerdas Indonesia masa depan, yang berdiri tegak lurus pada tiang demokrasi.
Apa yang dilakukan oleh Mahfud MD itu merupakan penghianatan sejati dari demokrasi, karena meluruskan partai politik dalam hal ini Partai Demokrat yang dikuasai oleh keluarga Cikeas bahkan yang berkuasa melebihi di sistem kerajaan sekalipun adalah suatu keteladanan yang baik!
Jangan pernah sekalipun memadamkan api perjuangan kami yang ingin menegakkan demokrasi!
Dan bagi kami nilai-nilai juang itu jauh lebih utama daripada mencari kekuasaan belaka. Kami sangat lelah berpuluh tahun berjuang untuk memperbaiki keadaan politik di negeri ini, Pak. Jangan dikotori oleh tindakan-tindakan politik dagang sapi dan kerbau yang terselubung, sangat memuakkan!
Saiful Huda Ems (SHE), Lawyer dan Pemerhati Politik