progresifjaya.id, JAKARTA – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, kembali menarik perhatian publik dengan kebijakan terbarunya yang akan mengubah kurikulum pendidikan di Indonesia, khususnya di tingkat pendidikan dasar.
Salah satu langkah revolusioner yang diumumkan adalah penerapan mata pelajaran Artificial Intelligence (AI) dan coding untuk siswa kelas 4 SD.
Kebijakan ini bertujuan untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia menghadapi tantangan dunia digital yang semakin berkembang.
Dalam pengumumannya pada Rabu, 13 November 2024, Mu’ti menegaskan bahwa mata pelajaran baru ini akan dimulai pada kelas 4 hingga kelas 6 SD, meskipun hanya akan diterapkan sebagai mata pelajaran pilihan, bukan wajib.
“Beberapa sekolah di Jakarta dan Aceh sudah mulai mengajarkan coding di tingkat SD. Ini bukan hal yang baru,” ujar Mu’ti, yang berharap sekolah-sekolah di seluruh Indonesia bisa mengikuti jejak ini.
Kendati begitu, Mu’ti juga menekankan bahwa tenaga pengajar yang memadai dan metode pengajaran yang tepat harus dipersiapkan terlebih dahulu.
“Kami akan memikirkan format perekrutan pengajarnya belakangan,” kata Mu’ti, menyiratkan bahwa pelatihan guru akan menjadi langkah penting dalam merealisasikan kebijakan ini.
Abdul Mu’ti juga memperkenalkan kebijakan baru yang tak kalah menarik, pengajaran matematika di tingkat pendidikan usia dini atau taman kanak-kanak (TK).
Menurutnya, pengajaran matematika sejak dini dapat membentuk dasar berpikir logis dan analitis pada anak-anak.
“Kami sudah mempersiapkan platform khusus untuk pembelajaran matematika di TK dan SD. Ini adalah keputusan final, tinggal menunggu teknis pelaksanaannya,” ujar Mu’ti, menjelaskan bahwa implementasi program ini sudah sangat dekat.
Selain pembaruan dalam mata pelajaran, Mendikdasmen Abdul Mu’ti juga menyoroti pendekatan baru dalam cara belajar yang akan diterapkan, yaitu deep learning atau pembelajaran mendalam.
Pendekatan ini berbeda dengan metode pembelajaran tradisional yang lebih menekankan hafalan, dengan memberikan ruang bagi siswa untuk mengeksplorasi pemahaman mereka secara lebih mendalam.
“Deep learning itu bukan kurikulum, itu adalah pendekatan belajar yang akan digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran,” jelas Mu’ti.
Ia juga menambahkan bahwa kementeriannya akan terus mengevaluasi materi pelajaran agar tidak membebani siswa, dengan tujuan membuat proses belajar lebih efektif dan menyenangkan.
Kebijakan ini tidak lepas dari sorotan publik, khususnya terkait dengan perubahan besar dalam pendekatan belajar dan materi yang diajarkan di sekolah dasar.
Banyak pihak yang menyambut baik ide untuk mengenalkan coding dan AI sejak dini, namun ada juga yang mempertanyakan kesiapan infrastruktur pendidikan dan pelatihan guru dalam menghadapi perubahan ini.
Namun, Mu’ti tetap optimis bahwa perubahan ini akan membawa dampak positif bagi sistem pendidikan di Indonesia, yang akan semakin relevan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan dunia kerja di masa depan.
Jangan Gonta-ganti Kurikulum
Sebelumnya, anggota Komisi X DPR RI Sofyan Tan mengingatkan pemerintah untuk tidak gonta-ganti kurikulum pendidikan.
Persoalan isu perubahan kurikulum ini sempat disinggung Sofyan dalam Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti beberapa waktu lalu.
Sofyan menyebut wajar apabila masyarakat merasa resah dengan isu pergantian perubahan kurikulum.
“Karena anak-anak juga baru mulai terbiasa dengan Kurikulum Merdeka. Termasuk orang tuanya yang juga pasti ikut beradaptasi untuk berbagai kebutuhan anak,” tutur Politisi Fraksi PDI- Perjuangan ini.
Sofyan mengingatkan, pergantian kurikulum akan berdampak terhadap berbagai infrastruktur layanan pendidikan, terutama dari sisi infrastruktur sumber daya manusia (SDM). Khususnya bagi guru-guru di seluruh Tanah Air yang berjumlah 3.328.000 orang.
“Pergantian kurikulum akan akan mempengaruhi lebih dari 3 juta guru. Kasihan, mereka harus harus kembali belajar dan adaptasi terhadap kurikulum baru. Padahal yang kemarin aja mereka juga sudah kesulitan,” sebutnya.
Sofyan menilai, Pemerintah semestinya melakukan penyesuaian terhadap kebijakan yang sudah ada, termasuk dalam hal kurikulum. Ia menyebut, bukan berarti semua harus diubah total.
“Adjust aja. Hal-hal yang baik harus diteruskan atau dilanjutkan. Yang masih kurang diperbaiki. Saya percaya perubahan itu penting, tapi ya bukan berarti harus terus melakukan perubahan karena dampaknya sangat signifikan,” terang Sofyan.
Anggota Komisi X DPR RI yang membidangi urusan atau sektor pendidikan ini menambahkan, perubahan kurikulum juga akan berpengaruh terhadap keadilan layanan pendidikan di Indonesia.
Sofyan mengatakan, hal tersebut menyangkut kesiapan setiap-setiap sekolah yang berbeda.
“Kita tidak bisa menutup mata, akses kualitas dan infrastruktur pendidikan belum merata di Indonesia. Bayangkan kalau yang di daerah yang akses pendidikannya belum memadai, harus memulai sesuatu hal baru lagi. Saya rasa akan sangat berat,” tuturnya. (Red)