progresifjata.id, BIAK – Puncak peringatan Hari Bakti Angkatan Udara ke-73 di Koopsau III Biak dilaksanakan upacara peringatan secara sederhana sesuai protokol Covid-19, dengan Inspektur Upacara Pangkoopsau III Marsda TNI Ir. Novyan Samyoga, M.M. di Gedung Serba Guna Makoopsau III Biak, Rabu(29/7).
Upacara diikuti oleh Kas Koopsau III Marsma TNI Erwan Bhuana Utama, Para Asisten, Para Pejabat, serta perwakilan Perwira, Bintara, Tamtama Makoopsau III.
Pangkoopsau III Marsda TNI Ir. Novyan Samyoga, M.M., yang membacakan amanat tertulis Kasau, mengatakan, melalui peringatan Hari Bakti TNI Angkatan Udara ini, dengan mengambil tema “Nilai-nilai Kepahlawanan 29 Juli 1947”, TNI Angkatan Udara berkomitmen untuk siap mendukung adaptasi kebiasaan baru menuju Indonesia maju.
“Untuk itulah, meskipun sederhana namun Peringatan Hari Bakti ke-73 TNI Angkatan Udara, sarat akan makna pengorbanan dan perjuangan prajurit TNI Angkatan Udara dalam berbagai misi kemanusiaan untuk bangsa Indonesia,” jelasnya.
Sejarah Hari Bakti TNI AU ini bermula dari aksi Belanda yang mengingkari perjanjian Linggarjati pada tanggal 21 Juli 1947 dengan Agresi Belanda I.
Kehancuran pangkalan-pangkalan TNI AU akibat serangan Belanda ini menyebabkan kemarahan prajurit-prajurit TNI AU.
Dalam keterbatasan dan pantang menyerah, dini hari 29 Juli 1947, Pangkalan Udara Maguwo dalam keadaan masih gelap, digetarkan oleh deru pesawat yang mengemban misi penyerangan ke tangsi-tangsi militer Belanda yang berada di Salatiga dan Ambarawa oleh Kadet penerbang Sutardjo Sigit dan Suharnoko Harbani menggunakan pesawat Chureng.
Pesawat ini dilengkapi senapan mesin dengan penembak udara Kaput.
Sedangkan, pesawat Sutardjo Sigit dibekali bom-bom bakar dan penembak udaranya Sutardjo.
Kadet penerbang Mulyono menyerang Semarang menggunakan pesawat pengebom ”Driver Bomber” Guntei dengan dibebani bom 400 kg dan dilengkapi dua senapan mesin dengan penembak udara Dulrachman.
Sementara itu, Kadet Penerbang Bambang Saptoadji dengan pesawat buru sergap Hayabusha yang bertugas mengawal pesawat yang diawaki Kadet Penerbang Mulyono, terpaksa dibatalkan karena pesawat mengalami kerusakan.
Setelah mengadakan pengoboman di tiga kota itu, ketiga pesawat sebelum jam 6 pagi sudah kembali di Pangkalan Udara Maguwo.
Serangan udara ini membuat semangat juang dan rasa percaya diri bangsa Indonesia, dan sebaliknya di pihak Belanda.
Masih di hari yang sama, sore hari pesawat P-40 Kittyhawk Belanda melakukan serangan balik dengan berondongan peluru dengan sasaran Pesawat Dakota VT-CLA yang membawa obat-obatan sumbangan dari Palang Merah Malaya kepada Palang Merah Indonesia.
Mengakibatkan pesawat jatuh di Desa Ngoto, 3 km sebelah selatan Yogyakarta.
Korban yang gugur dalam musibah itu diantaranya Komodor Muda Udara Adisucipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrachman Saleh dan Opsir Muda Udara Adisumarmo.
Gugurnya tokoh-tokoh TNI AU saat itu mengakibatkan rasa kedukaan mendalam karena tenaga dan pikirannya sangat diperlukan untuk membangun dan membesarkan Angkatan Udara.
Peristiwa heroik inilah yang mendasari peringatan Hari Bakti TNI Angkatan Udara yang diperingati setiap tahun.
Dilatarbelakangi 2 peristiwa tersebut, Kasau dalam amanatnya menegaskan, “Peristiwa ini mewariskan kepada para generasi penerus, akan nilai luhur semangat juang dan pengorbanan para pendahulu TNI Angkatan Udara. Meskipun hidup di era yang berbeda, namun prajurit TNI Angkatan Udara di masa kini, harus mampu berjuang dan mengabdi dengan semangat yang sama. Sehingga peringatan bersejarah ini, dapat menjadi pendorong dan penyemangat para prajurit dalam mengabdikan diri kepada bangsa dan Negara”.
Sumber: Penkoopsau III
Editor: Hendy