progresifjaya.id, BANDUNG – Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon Sofyan Agung Maulana, S.H.,menuntut Kuwu (Kepala Desa) Ciwaringin, Wawan Gunawan, selama 7 tahun hukuman penjara.
Wawan Gunawan dinyatakan JPU terbukti bersalah melanggar dakwaan primer yakni Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Tuntutan itu dibacakan JPU Sofyan Agung Maulana, SH., dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung yang dipimpin oleh hakim Agus Komaruddin pada Rabu, 26 Pebruari 2025.
Dalam pertimbangan tuntutan JPU menyebutkan bahwa terdakwa Wawan dituntut 7 tahun penjara, denda Rp.200 juta. Jika tidak dibayar diganti hukuman selama 3 bulan kurungan. Selain itu, juga dihukum untuk membayar uang pengganti Rp 500 juta, dengan dikurangi Rp 40 juta yang telah dititipkan ke Kejaksaan Negeri Cirebon.
Sebelum membacakan tuntutannya, jaksa Sofyan Agung mempertimbangkan hal-hal yang meringankan yakni terdakwa bersikap sopan selama persidangan, mengembalikan sebagian kerugian negara.
Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya akan disita oleh negara. Namun, apabila tidak ditemukan harta benda milik terdakwa yang mencukupi, hukuman akan diganti dengan pidana tambahan berupa kurungan selama 3 tahun dan 3 bulan.
Perbuatan yang dilakukan terdakwa yakni, penyalahgunaan dana desa Rp 500 juta.
Kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun Anggaran 2023 oleh Wawan Gunawan yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 500.012.233. Berdasarkan hasil audit Inspektorat Kabupaten Cirebon, dana desa tersebut digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya, antara lain:
Dana pengelolaan tanah kas desa sebesar Rp 226,6 juta, yang seharusnya masuk ke Pendapatan Asli Desa (PAD), tetapi justru dikuasai oleh terdakwa.
Dana penyelenggaraan pemerintahan desa sebesar Rp 788,1 juta, termasuk dana musyawarah perencanaan desa dan operasional Badan Permusyawaratan Desa (BPD), namun banyak kegiatan yang tidak terlaksana.
Belanja barang dan jasa untuk fasilitas desa, seperti pengadaan alat tulis kantor, pengelolaan sampah, hingga program kesehatan desa yang tidak direalisasikan sesuai anggaran.
Pengadaan kendaraan operasional senilai Rp 250 juta, di mana mobil yang dibeli hanya seharga Rp 222 juta, meninggalkan selisih Rp 28 juta yang diduga diselewengkan.
Dalam pelaksanaan APBDes, terdakwa mengelola keuangan desa tanpa melibatkan Pejabat Pelaksana Kegiatan Desa (PPKD), sehingga tidak ada transparansi dalam pengalokasian dana.
Sejumlah anggaran yang sudah dicairkan tidak digunakan sebagaimana mestinya, sementara laporan pertanggungjawaban tetap dibuat seolah-olah kegiatan telah berjalan.
Selanjutnya sidang akan digelar kemabli dengan agenda pembelaan dari pihak terdakwa dijadwalkan akan digelar pada Rabu, 5 Maret 2025. (Yon)