progresifjaya.id, JAKARTA – Ketua Presidium Forum Komunikasi Rakyat untuk Transparansi (FORSI) yang juga pengamat kepolisian dan anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat, Berman Nainggolan Lumbanraja menyesalkan pernyataan teoritis dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun yang meminta Kapolri memecat Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto terkait kasus pemerasan terhadap warga negara Malaysia di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024. Menurut Berman, pernyataan Ubedilah yang dipublikasi media RMOL.id itu terlalu subyektif dari sudut pandang wawasan serta juga tidak komprehensif.
“Ubedilah itu dosen pendidikan sosiologi di UNJ. Apa kapasitas dia membuat pernyataan omong kosong untuk media massa perihal meminta Kapolri memecat Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto gegara kasus DWP 2024. Pernyataan dia tidak punya dasar kuat yang logis untuk dilepas ke media massa dan dipublikasikan,” tegas Berman kepada progresifjaya.id, Rabu, (8/1).
Dipaparkannya, secara keilmuwan sosiologi adalah ilmu sosial yang mempelajari masyarakat, perilaku sosial, dan hubungan manusia dengan manusia, kelompok, dan lingkungannya. Sosiologi juga mempelajari struktur dan karakter masyarakat, problematika masyarakat, fenomena sosial, dan gerakan masyarakat. Berdasarkan etimologi keilmuwan tersebut, lanjut Berman, secara jelas Ubedilah tak punya pondasi buat melepas pernyataan kontroversial tersebut ke media massa.
“Alasan dia membuat pernyataan itu kan agar kepercayaan masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional kembali terbangun. Korelasi logis versi dia adalah tindakan bawahan di institusi Polri biasanya selalu dilakukan atas perintah atasan atau sistem komando,” kata Berman.
“Pertanyaannya sekarang apakah Ubedilah lupa bahwa fakta hukum dari sistem tersebut secara penerapan tidak absolut. Tidak semua yang dilakukan bawahan diketahui atasan. Apalagi Kapolda Karyoto bukan atasan langsung dari para pelaku pemerasan.”
“Jadi, ini artinya sinkronisasi logis dari makna pernyataannya itu sangat b
absurd buat saya. Apalagi secara teori azas audie et alteram partem atau mendengarkan kedua belah pihak juga harus dilakukan. Jadi sekali lagi absurd dan asbun pernyataan Ubedilah ke RMOL.id agar Kapolri memecat Kapolda Metro terkait kasus DWP 2024,” Berman menegaskan.
Dikatakannya juga, sebagai bentuk pertanggungjawaban sebagai pimpinan Kapolda Karyoto sudah mengutuk pemecatan 31 personel bermasalah kasus DWP 2024. Sementara untuk Dirresnarkoba Polda Metro, Kombes Pol Donald Parlaungan Simanjuntak sebagai atasan langsung pelaku juga sudah diazab pemecatan oleh Kapolri.
Pola punishment yang dilakukan secara cepat ini, Berman meneruskan, sejatinya adalah satu upaya jelas dari Polri untuk membangun kepercayaan masyarakat – sebagaimana juga alasan dari pernyataan Ubedilah. Selain itu, lanjutnya, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri saat ini juga sudah cukup tinggi dan berada di angka 73,1% per Juni 2024. Jadi dalam analisis Berman, tak ada dasar kekuatan yang jelas dan logis buat Ubedilah meminta Kapolri pecat Kapolda Metro Jaya atas kasus DWP 2024.
Selain itu, masih kata Berman, mengacu dari hasil kerja nyata Kapolda Karyoto memimpin Polda Metro Jaya juga harus diakui jika situasi Kamtibmas di Jadetabek mampu terjaga aman, kondusif, terkendali. Stabilitas situasi ini paten teruji saat gelaran akbar Pemilu, Pilpres dan Pilkada. Selain itu, terus Berman, baru di masa kepemimpinan Kapolda Karyoto juga ada hotline aduan penanganan perkara di Polda Metro Jaya buat masyarakat. Terobosan ini langsung digeber Kapolda Karyoto ketika baru tiga bulan menjadi Metro 1 di tahun 2023.
“Ini adalah bukti nyata kerja Kapolda Karyoto sebagai Kapolda Metro Jaya. Beliau ingin menunjukkan citra Polri Presisi yang transparan, akuntabel dan profesional ke masyarakat bukan sebuah slogan semata. Apakah Ubedilah Badrun melihat sisi ini sebelum bikin pernyataan? No way. He’s that baloney, bro. Asbun,” tegas Berman lagi. (Bembo)