progresifjaya.id, JAKARTA – Pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan yang benar-benar substansial yang dapat menyentuh sistem hukum. Dimana sistem hukum adalah bagian yang terintegritasi dan tidak terpisahkan dari sistem lainnya.
Hal itu diungkapkan oleh pengacara senior Hartono Tanuwidjaja, SH.,MSi.,MH., CBL., disela-sela bincang-bincangnya dengan Progresif Jaya di Jakarta baru-baru ini. Sebab, persidangan secara online atau melalui dari jarungan (daring) berpotensi menimbulkan masalah yuridis dan dalam pelaksanaannya pun bertentangan dengan Ketentuan Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dikatakannya, selama ada ketentuan pasal 153 KUHAP, persidangan secara online merupakan suatu pelanggaran dan bertentangan pula dengan prinsip yang menyebutkan sidang pengadilan harus terbuka untuk umum. Bahkan, putusan dapat batal demi hukum jika ketentuan pasal ini dilanggar.
Disebutnya, sebagaimana pasal 154 KUHAP jo pasal 196 KUHAP yang mengharuskan terdakwa di ruang sidang, juga pasal 159 KUHAP jo pasal 160 KUHAP jo pasal 167 KUHAP yang mengharuskan saksi hadir secara langsung di ruang persidangan.
Sebagaimana pasal 181 KUHAP, lanjutnya, yang pada prinsipnya menyebutkan, majelis hakim wajib memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti, namun pada faktanya saat ini dalam beberapa persidangan barang bukti diperlihatkan melalui virtual.
Pengacara senior, kolektor batu permata dan pengoleksi lukisan, juga pemilik Sasana “Hartono Tanuwidjaja Boxing Camp” mengatakan, sangat berharap kepada pemerintah dalam upayanya untuk melakukan pencegahan penularan virus corona yang tidak dapat diprediksi sampai kapan berakhirnya, agar membuat aturan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP terkait persidangan pidana secara teleconference.
“Untuk menjamin dan menjaga peradilan pidana berlangsung secara sederhana, cepat dengan biaya ringan dan murah serta dapat pula untuk mengurangi objektivitas hakim dalam memutus perkara,” kata Hartono Tanuwidjaja.
Dikatakannya, dengan adanya aturan yang jelas, peradilan pidana secara online diharapkan bisa mencapai fungsi dari hukum acara untuk menemukan kebenaran materiil, juga dapat memperoleh pelaksanaan dan putusan pengadilan sesuai dengan tujuan sistem peradilan pidana.
“Bahwa hukum pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil, kemudian mendapatkan keadilan yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat seluruh Indonesia,” jelasnya.
Dimasa Pandemi Covid-19 (Corona Virus), tambahnya, dalam sidang perkara pidana telah diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan MA dan Badan Peradilan Yang Berada Dibawahnya.
Juga dengan adanya perjanjian kerja sama antara MA No. 402/DJU/HM.01.1/4/2020, Kejaksaan Agung RI No. KEP-17/E/Ejp/04/2020 dan Kementerian Hukum dan HAM No. PAS-08.HH.05.05 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference.
Terakhir, melalui SEMA Nomor ; 6 tahun 2020 tentang Sistem Kerja di Lingkungan Mahkamah Agung RI dan Badan Peradilan Yang Berada Dibawahnya dalam tatanan normal baru (new normal).
Penulis/Editor: U. Aritonang