progresifjaya.id, JAKARTA – Perusahaan tanpa membuat laporan keuangan tahunan yang valid, bukan hanya merugikan salah satu pihak sebagai pemohon yang hendak mengetahui adanya laporan keuangan perusahaan, namun akan berpotensi merugikan pendapatan keuangan negara dibidang sektor perpajakan.
Hal itu diungkapkan oleh Alvin Lim, SH., MH (c) Msc., CFP dari Law Firm LQ Indonesia dan Natalia Rusli, SH., MH., dari Master Trust Law Firm yang bertindak sebagai kuasa hukum pemohon Pho Kiong usai persidangan permohonan pemohon dengan termohon PT. Fortune Nestindo Sukses (PT. FNS) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rabu (7/10-2020).
“Kami sebagai kuasa hukum pemohon sangat puas atas keterangan kedua ahli, baik yang kami ajukan maupun yang diajukan oleh pihak termohon. Karena kedua ahli tersebut dalam memberikan keterangan sangat netral dan tidak berpihak, juga kebetulan kedua ahli tersebut dari Universitas Trisakti,” ujar Alvin Lim didampingi Natalia Rusli dan rekannya.
Dia katakan, berhubung PT. FNS yang bergerak di bidang sarang burung walet berada di wilayah Jakarta Utara, maka permohonan pemohon untuk dilakukan pemeriksaan perusahaan terkait ada tidaknya laporan keuangan perusahaan diajukan di PN Jakarta Utara.
Sebelumnya, tambahnya, pemohon telah mengajukan permintaan secara tertulis kepada Direksi atau perusahaan, juga hal itu telah disampaikan ketika penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham-Luar Biasa (RUPS-LB) agar dibuatkan laporan keuangan perusahaan.
Dilanjutkannya, perusahaan tersebut ditenggarai kuat telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH), sebagaimana dalam Undang-Undang Perseroan disebutkan “Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan wajib diberikan, wajib dibuat oleh organ perusahaan”, namun perusahaan PT. FNS ini tidak pernah membuat laporan keuangan selama bertahun-tahun.
Ditegaskannya, siapapun saat ini sebagai pengurus perusahaan tersebut harus bertanggung jawab atas ada atau tidak adanya laporan keuangan. Tanpa ada laporan keuangan, setiap pengurus tidak akan mengetahui bahwa perusahaan tersebut untung atau rugi !
Dia katakan, keterangan ahli DR. Renti Maharaini, SH., MH., dan ahli DR. Arief Wicaksana, SH., MH., yang kebetulan dari Universitas Trisakti dalam keterangannya didepan hakim tunggal Pintanuli Marbun, SH., MH., mengatakan, seseorang yang sudah tidak menjabat lagi sebagai Direktur Utama (Dirut) di sebuah perusahaan, tidak bisa membuat laporan keuangan pada perusahaan tersebut.
Sebab, diuraikannya, dia bukan lagi menjabat sebagai Dirut, tetapi yang harus membuat laporan keuangan perusahaan adalah Dirut baru hasil penunjukan melalui penyelenggaraan RUPS-LB yang telah memenuhi kuorum.

Natalia Rusli juga yang bertindak sebagai kuasa hukum pemohon Pho Kiong menambahkan, bahwa pemohon secara tertulis telah meminta agar dibuatkan dan diberikan laporan keuangan.
“Kami atas nama klien telah melayangkan somasi pertama dan somasi final tertanggal 2 Agustus 2020 dan tertanggal 10 Agustus 2020 melalui kuasa hukum PT. FNS untuk meminta kembali hasil laporan keuangan, tetapi hingga saat ini (permohonan pemohon diajukan di PN Jakarta Utara) kami belum mendapatkannya,” ujarnya, sambil menunjukkan bukti surat somasi pemohon dan tanda bukti terima dari PT. FNS.
Sementara itu, C. Suhadi, SH., MH., dari Kantor Hukum “C. Suhadi, SH., MH & Partners” di luar persidangan mengatakan, RUPS adalah organ perusahaan tertinggi perusahaan, dimana keputusan RUPS yang telah memenuhi kuorum harus ditaati oleh para pengurus perusahaan.
“Kami dalam konteks ini mempunyai bukti-bukti dan data-data dalam penyelenggaraan RUPS tersebut yang telah diselenggarakan sesuai dengan prosedur. Pemohon hadir dan menandatangani serta menyepakati adanya penunjukan auditor,” kata Suhadi kepada sejumlah wartawan ketika ditanyakan terkait penyelenggaran RUPS tersebut.
Dikatakannya, ketika pemohon Pho Kiong menjabat sebagai Dirut di PT. FNS sejak tahun 2016 hingga ada pergantian susunan pengurus, tidak pernah membuat dan memberikan laporan keuangan.
“Saat dia menjabat sebagai Dirut di perusahaan tersebut, kenapa dia ngga pernah membuat laporan keuangan setiap tahunnya, tetapi setelah dia tidak menjabat lagi, kok hal itu dipertanyakan kepada orang yang baru menjabat. Ngga bisa dong gitu. Itu namanya ‘jeruk makan jeruk’ harusnya dia lakukan dong ketika dia menjabatnya,” ujar C. Suhadi sambil meninggalkan PN Jakarta Utara.
Untuk diketahui, pemohon Pho Kiong adalah mantan Dirut PT. FNS juga pemegang saham sebanyak 30 %. Sejak didirikan dibawah hukum Indonesia pada tahun 2016, namun pada tahun 2020 ketika itu diselenggarakan RUPS-LB terkait pemilihan pengurus, pemohon digantikan oleh Bun Hui pejabat baru sebagai Dirut.
Atas penggantian tersebut, maka pemohon meminta dokumen perusahaan untuk membuat laporan keuangan tahunan, namun permintaan pemohon tersebut tidak diberikan pihak PT. FNS (termohon) karena pemohon sudah tidak sebagai Dirut lagi.
Sehingga, dengan tidak diberikannya dokumen tersebut, maka pemohon mengajukan permohonan pemeriksaan perusahaan tersebut di PN Jakarta Utara.
Penulis/Editor: U. Aritonang