progresifjaya.id, JAKARTA – Jumlah pemudik Lebaran 2025 diperkirakan turun 24,34% dari 193,6 juta tahun lalu menjadi 146,48 juta, menurut Badan Kebijakan Transportasi. Ekonom serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia alias Kadin menilai penyebabnya yakni maraknya Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK dan daya beli turun.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menilai ada beberapa faktor penyebab jumlah pemudik Lebaran 2025 turun. Pertama, pendapatan masyarakat berkurang, khususnya di kelompok menengah ke bawah.
“Sebagian yang menunda mudik yakni para korban PHK yang masih bertahan mencari pekerjaan informal di kota besar,” kata Bhima dikutip Sabtu (29/3).
Menurut Bhima, masyarakat saat ini memakai tabungan untuk memenuhi kebutuhan primer dan membayar cicilan utang. Hal ini terlihat dari porsi simpanan perorangan di bank terus terkontraksi.
Dana Pihak Ketiga atau DPK perorangan turun 2,6% secara tahunan atau year on year (yoy) pada Januari 2025, setelah terkontraksi 2,1% yoy pada Desember 2024, menurut data Bank Indonesia alias BI.
CELIOS mencatat porsi DPK perorangan merosot menjadi 46,4% sebelum Lebaran.
Kedua, efisiensi anggaran pemerintah. Kebijakan ini dinilai membuat sektor perhotelan, sewa transportasi dan pengadaan barang tertekan.
“Hal ini membuat misalnya, pekerja hotel di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi alias Jabodetabek menunda mudik, karena gaji atau jam kerja yang dipangkas,” kata Bhima.
Ketiga, masyarakat berhemat untuk menghadapi risiko kenaikan biaya hidup pasca-Lebaran, terutama di tengah melemahnya kurs rupiah yang berpengaruh terhadap inflasi barang-barang impor. “Daya beli masyarakat turun,” kata Bhima.
Daya beli adalah kemampuan individu atau masyarakat untuk membeli barang dan jasa dalam jumlah tertentu dengan pendapatan yang dimiliki.
Pemerintah memang mendorong daya beli misalnya, dengan menyediakan diskon tiket pesawat hingga 14%. Menurut Bhima, harga tiket pesawat tetap mahal, khususnya untuk masyarakat di luar Jawa.
“Sebagian yang tidak pulang kampung. Mereka hanya mengirimkan uang sisa THR ke keluarga. Kemudian ada ketidakpastian kondisi politik dan kebijakan, terutama di tengah maraknya aksi menolak UU TNI di berbagai daerah,” ujar dia.
Kadin juga mengungkapkan sejumlah faktor penyebab jumlah pemudik Lebaran 2025 turun. Pertama, jarak libur Natal dan Tahun Baru serta Idul Fitri yang sangat berdekatan. Masyarakat yang sempat berlibur selama Nataru, tidak lagi merencanakan liburan atau pulang kampung saat libur Idul Fitri.
Kedua, adanya tekanan dalam faktor ekonomi yang ditandai dengan maraknya PHK. Ketiga, turunnya daya beli karena pendapatan berkurang imbas PHK. Keempat, dalam kondisi ekonomi saat ini, masyarakat cenderung menghemat. Terlebih lagi, beberapa bulan ke depan akan memasuki tahun ajaran baru yang memerlukan biaya masuk sekolah.
Tradisi mudik dengan perputaran uang yang mencapai triliunan rupiah, menjadi indikator penting dari aktivitas ekonomi selama periode Ramadan dan Lebaran. Mudik menjadi penggerak ekonomi, terutama bagi daerah-daerah yang jarang mendapatkan aliran dana besar di luar periode liburan.
Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR, yang kini terpisah menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, mencatat perputaran uang selama periode Ramadan dan Lebaran sebagai berikut:
2022: Rp 150 triliun 2023: Rp 240 triliun, jumlah pemudik 123,8 juta 2024: Rp 157,3 triliun (perkiraan Kadin), jumlah pemudik 193,6 juta 2025: Rp 138 triliun (perkiraan Kadin), jumlah pemudik 146,48 juta (prediksi Badan Kebijakan Transportasi)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan perputaran uang selama Lebaran tahun ini tetap stabil, karena berbagai program, termasuk bantuan sosial alias bansos, telah berjalan dan turut menopang daya beli masyarakat.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian meyakini ekonomi nasional saat ini menunjukkan ketahanan yang baik, yang didukung