progresifjaya.id, LAMPUNG – Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Lampung berhasil membongkar kasus dugaan korupsi pada pengadaan pembebasan lahan petani untuk genangan dalam Program Strategis Nasional atau PSN Bendungan Margatiga di Desa Trimulyo, Kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Timur, tahun anggaran 2020-2022.
Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Umi Fadilah Astutik, SSos., SIK., MSi., dalam konferensi pers di Gedung Serba Guna Presisi Polda Lampung Lampung Selatan, Senin (27/11/23), menjelaskan, pada kasus tersebut, polisi berhasil mengamankan uang negara senilai Rp 9,3 miliar.
Ia menyebut dugaan korupsi terjadi pada penggantian ganti rugi lahan yang terdampak pembangunan Bendungan Margatiga yang sudah terbayar namun tertunda untuk 48 pemilik lahan.
Meski telah melakukan penyitaan barang bukti berupa uang sekitar Rp9,3 miliar, ia menyebut pihaknya belum menetapkan tersangka pada kasus dugaan korupsi tersebut. Menurut Umi, polisi masih melakukan pendalaman dan akan melakukan gelar perkara kembali.
“Untuk tersangka belum ada, Ditreskrimsus akan melakukan gelar perkara kembali. Dalam waktu dekat akan kita umumkan, mohon bersabar,” ucapnya, dikutip dari Kompas TV.
Sebelumnya, polisi telah memeriksa 262 saksi pada kasus tersebut. Beberapa saksi di antaranya, satu pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan tanah, satu PPK bendungan, ketua pelaksana pengadaan tanah (KA BPN Lampung Timur), sekretaris pelaksana pengadaan tanah, 28 anggota satgas B, 32 penitip tanam tumbuh, bangunan dan kolam.
Kemudian, seorang kepala desa, 191 pemilik bidang lahan dengan jumlah bidang sebanyak 331 bidang, dua petugas BPN pusat, seorang petugas Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Jakarta, dan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) Kemenkeu RI.
Sementara berdasarkan hasil audit, potensi kerugian negara pada kasus tersebut sebesar Rp43 miliar.
Pada kasus tersebut, lanjut dia, Polda Lampung juga telah melakukan penyelidikan atas bidang-bidang tanah lahan genangan bendungan terhadap 1.438 dan 306 bidang yang belum dibebaskan pada tahun anggaran 2020-2022.
Adapun audit dilaksanakan dalam dua tahap, yakni tahap pertama terhadap 1.438 bidang dengan temuan potensi kelebihan pembayaran akibat adanya penanaman setelah penetapan lokasi, mark up dan perhitungan fiktif atas tanaman, bangunan, kolam dan ikan yang belum dibebaskan.
Nilai potensi penyelamatan kerugian negara mencapai Rp425.397.437.600 dari usulan pengajuan uang ganti kerugian sebelum audit sebesar Rp507.598.939.743.
Sehingga, jumlah yang layak untuk dibayarkan sebagai uang ganti kerugian kepada para pemilik bidang sebesar Rp82.201.502.142.
Pada tahap kedua, terdapat potensi kelebihan bayar untuk 306 bidang akibat adanya penanaman setelah penetapan lokasi, mark up dan perhitungan fiktif atas tanaman, bangunan, kolam dan ikan yang belum dibebaskan.
Nilai potensi penyelamatan kerugian negara sebesar Rp14.148.053.186 dari usulan pengajuan uang ganti kerugian sebelum audit sebesar Rp23.983.448.885.
Sehingga jumlah yang layak untuk dibayarkan sebagai uang ganti kerugian kepada para pemilik bidang sebesar Rp9.835.395.698.
Penanganan Masalah Hukum
Secara terpisah, petani dari tiga desa yakni Desa Trinulyo, Desa Mekarmulya dan Desa Tri Sinar sangat menyayangkan atas penanganan masalah hukum yang dikorbankan kepada mereka.
Mereka bertanya-tanya, mengapa hanya tiga desa terakhir saja menjadi korban kebijakan oleh para pemangku kepentingan yaitu diaudit dan memakai citra satelit yang berbanding terbalik dengan sosialisasi awal oleh Tim P2T bahwa petani dipersilahkan menanam tanaman apa saja di lahan mereka sendiri namun setelah penlok tidak bisa diperjualbelikan.
“Kami sangat heran kenapa upaya bersih-bersih tersebut ditudingkan hanya kepada kami tiga desa terakhir. Apakah dari 20 desa lainnya, pihak pemerintah sudah husnul yaqin bersih dari upaya praktik kotor tersebut,” tanya salah satu petani Desa Mekarmulya yang enggan disebutkan namanya.
Petani desa lainnya juga mengaku kecewa kepada pemerintah yang tebang pilih dan tidak profesional dalam memecahkan suatu persoalan di lapangan sehingga mengakibatkan kerugian materil, sosial dan penyesalan mereka merelakan tanahnya dibuatkan bendungan yang notabenenya hanya menguntungkan daerah lain.
“Entah apa dalam benak pemerintah ini menangani dugaan masalah hukum di Desa Trimulyo menjadi melebar kepada kami dua desa terakhir yang sangat berdampak pertama kalinya jika dibendung,” ucap salah satu petani Desa Tri Sinar.
Dia melanjutkan, bahwa pada dua desa terakhir yaitu Desa Mekarmulya dan Desa Tri Sinar ini sepertinya mau dijadikan ‘tumbal’ atas banyaknya keruwetan masalah sejak pertama kali dilalukan pembebasan genangan di 21 desa sebelumnya.
“Kami desa terakhir ini sampai detik ini belum pernah menerima uang ganti rugi sejak diukur tahun 2021 silam, kenapa kami saja yang dikorbankan? Terhadap 20 desa sebelumnya harus dilakukan audit juga oleh pemerintah agar azas keadilan sesama petani terdampak PSN, Pak Presiden Jokowi ini menjadi adil dan terang benderang,” pintanya.
Selain itu, dari proses awal sosialisasi di Balai Desa Mekarmulya kemudian pengukuran Satgas A dan B hingga pada proses penilaian Tim KJPP tahun 2022 silam, Desa Mekarmulya dan Desa Tri Sinar berjalan lancar.
Ketika ada indikasi di desa lain, dua desa terakhir menjadi dampak sehingga kebijakan citra satelit, audit dan lain-lain, akhir-akhir ini dipaksakan kepada mereka yang telah terbebani selama 3 tahun tak bisa lagi menggarap sawahnya.
Pihak yang Bertanggung Jawab
Ketua Relawan Pro Jokowi (Projo) Provinsi Lampung, Faishol Sanjaya menyoroti adanya kesan terburu-buru dalam konferensi pers yang dilakukan oleh Polda Lampung.
Pasalnya dalam konferensi pers tersebut tidak diumumkan siapa saja pihak yang bertanggungjawab dalam permasalahan hukum yang telah hampir satu tahun dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh pihak Polres Lamtim dan Polda Lampung.
“Seharusnya agar PSN pak Jokowi ini tidak terkatung-katung lagi, apa salahnya dalam konferensi pers hari ini Polda Lampung langsung mengumumkan juga siapa saja pihak-pihak yang bertanggung jawab. Kalau begini kan kesannya hanya mencari sensasi saja terburu-buru umumkan namun calon tersangka masih berkeliaran,” paparnya kepada progresifjaya.id.
Menurutnya, pemerintah dalam hal ini pihak BBWS, BPN, Polda Lampung dan BPKP Lampung juga harus terlihat clear and balance, meng-clear-kan semua desa-desa sebelumnya yang telah menerima uang ganti rugi.
Artinya, semua pihak pemerintah yang menangani persoalan Bendungan Margatiga ini juga harus bersikap clear and balance yaitu bisa menelisik kembali terhadap 20 desa lainnya untuk dilakukan audit tujuan tertentu.
“Karena 23 desa ini semua sifatnya sama memakai uang negara, berdampak sosial kelangsungan hidup manusia dan yang terdampak pun sama yaitu petani kecil hanya menggantungkan hidup mereka dengan bertani di lahan mereka,” tegas Faishol.
Seperti diketahui, dalam dampak genangan PSN Bendungan Margatiga ini terdapat 23 desa yang akan tergenang. Namun masih banyak permasalahan yang belum tuntas jelang pemilu 2024.
Petani berharap Presiden Jokowi melalui segala instrumen kekuasaannya segera menuntaskan kegaduhan dibawah bermusyawarah yang baik dengan petani.
Apalagi Presiden juga telah mengetahui persoalan yang menimpa para petani kecil di Lampung Timur tersebut.
Agar tidak menjadi preseden buruk diakhir masa jabatannya, petani meminta keadilan benar-benar bisa dilihat dan dirasakan jika pada 20 desa lainnya pun ikut diaudit oleh BPKP bahkan jika perlu Presiden menurunkan BPK RI dan KPK RI. (Ans/Red)