progresifjaya.id, JAKARTA — Presiden Direktur (Presdir) dan Komisaris PT. Innovative Plastic Packaging (PT. Innopack) yang bergerak di bidang packaging plastik di vonis bersalah melakukan penipuan.
“Menyatakan terdakwa Alex Wijaya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan sebagaimana dalam dakwaan Kesatu pasal 378 KUHP, menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa selama 3 tahun,” demikian amar putusan yang dibacakan majelis hakim pimpinan Tumpanuli Marbun, SH.,MH didampingi Tiares Sirait, SH.,MH dan Budiarto, SH di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (2/9-2021).
Selain itu, tambah majelis hakim, terdakwa juga tetap berada dalam tahanan dan membayar biaya perkara.

Vonis tersebut juga dijatuhkan pada terdakwa Ng. Meiliani yang menjabat sebagai komisaris, juga merupakan anak kandung Alex Wijaya pidana penjara selama 2 tahun.
Dimana, majelis hakim juga berpendapat setelah melalui keterangan saksi korban Netty Malini dan Budianto Salim yang mengaku ikut dalam beberapa pertemuan antara Netty Malini, Alex Wijaya dan kedua terdakwa yaitu bapak dan anaknya.
Karena itu, kata majelis hakim, dalam pertimbangannya anaknya tersebut sebagai turut serta bersama – sama melakukan tindak pidana penipuan.
“Menyatakan terdakwa Ng Meiliani terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP,” kata hakim.
Sebelum membacakan amar putusan, majelis hakim membacakan hal – hal keadaan yang memberatkan dan hal – hal keadaan yang meringankan.
Keadaan yang memberatkan, kata majelis hakim, kedua terdakwa tidak mengakui perbuatannya sifat dari pidana itu sendiri, dimana akibat perbuatan terdakwa merugikan orang lain dalam jumlah besar.
Sedangkan keadaan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, terdakwa belum pernah dihukum dan terdakwa Ng. Meiliani masih berusia muda, serta dapat memperbaiki diri dikemudian hari.
Atas putusan tersebut, VMF. Dwi Rudatiyani, SH didampingi Dr. Efendi Lod Simanjuntak, SH.,MH akan melakukan upaya hukum banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Menanggapi putusan majelis tersebut, VMF Dwi Rudatiyani, SH didampingi Efendi Lod Simanjuntak, SH, penasihat hukum kedua terdakwa akan menyampaikan upaya banding.
“Oh, kita sebagai penasehat hukum akan melakukan upaya hukum banding ke PT. DKI Jakarta. Karena pertimbangan tersebut tidak berdasarkan fakta – fakta hukum, jadi hanya mengambil, mengadopsi saja dari dakwaan,” ujar VMF. Dwi Rudatiyani, SH didampingi Efendi Lod Simanjuntak, SH.,MH dari Kantor Hukum “Dwi Rudatiyani & Partners” kepada Progresif Jaya ketika ditemui usai persidangan.
“Harus bandinglah, pledoi kami dikesampingkan, namun meski begitu kami sebagai penasehat hukum tetap menghormati pertimbangan dan keyakinan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan.
Klien kami, sebenarnya tidak layak dipidana, karena perkara ini jelas ranah perdata yang harus pula melalui peradilan perdata,” kata Dwi Rudatiyani.
Dikatakannya, sebelum saksi korban melaporkan perkara ini, telah terlebih dahulu ada putusan pailit dari Pengadilan Niaga Surabaya, Jawa Timur atas PT. Innopack, bahkan ada pula putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terkait kepailitan aset pribadi Alex Wijaya.

Disamping itu, kata dia, saksi Netty Malini yang mengaku korban kejahatan penipuan sudah terdaftar dan tercatat sebagai kreditur konkuren dan semua aset PT. Innopack serta aset pribadi Alex Wijaya saat ini sudah ditangani oleh Tim Kurator.
Teorinya, tambah Efendi, dakwaan itu harus dicantumkan alat – alat bukti, jadi korban itu tidak bisa kita anggap sebagai saksi sebenarnya, jadi siapa saksinya, si A, si B, minimal 2, disandingkan lagi dengan alat – alat bukti lain dan atas fakta – fakta persidangan terbukti ngga dakwaan itu.
“Pertimbangan hukum dan putusan majelis hakim terhadap kasus kedua klien kami, perlu di uji nanti. Pembelaan yang kami ajukan, jelas ada bukti nyata. Apa hubungan saksi Netty Malini dengan Alex Wijaya, hingga sampai memberikan uang sebesar Rp 22 miliar dari tahun 2013 s/d awal 2015. Secara logika, apabila Netty Malini merasa ditipu, kenapa tidak tahun 2016, 2017 atau tahun 2018 dilaporkan ke aparat berwajib, tetapi kenapa dia harus menunggu setelah ada putusan pailit,” kata Efendi Simanjuntak setengah bertanya.
Penulis: Ari