Thursday, March 20, 2025
BerandaBerita UtamaRamai-ramai Tolak Perluasan PIK 2: Apdesi Diduga Terlibat Pembebasan Lahan Warga...

Ramai-ramai Tolak Perluasan PIK 2: Apdesi Diduga Terlibat Pembebasan Lahan Warga di Beberapa Desa Pantura Tangerang

Oleh : Komarudin

BERBAGAI elemen masyarakat Banten seperti aktivis, ormas, jawara dan ulama, khususnya warga dan pemilik lahan di wilayah Pantura Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, menolak perluasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Mereka juga meminta agar Presiden Prabowo Subianto membatalkan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang disandang PIK 2.

Pasalnya, cara perusahaan atau korporasi memperoleh lahan untuk pengembangan proyek raksasanya itu dilakukan tidak sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Seperti penguasaan pantai dan pembuatan pagar laut serta pembebasan lahan warga di lebih dari 20 desa yang masuk zona PIK 2, ternyata bermasalah hingga merugikan dan menyengsarakan rakyat.

Seperti diketahui pengembang PIK 2 yang belakangan dilabelkan PSN oleh pemerintah sebenarnya sudah ada di wilayah Kecamatan Kosambi dan Teluk Naga. Pemukiman mewah, area komersial dan bisnis berdiri megah. Sudah banyak gedung perkantoran dan apartemen eksklusif menjulang tinggi dalam kawasan PIK 2 di pinggir laut hasil reklamasi.

Sebagian lahan tampak masih dalam proses pembangunan untuk pusat bisnis maupun pemukiman super mewah yang diperuntukan bagi pengusaha besar dan tempat tinggal para konglomerat.

Meski demikian, proyek PIK 2 belakangan meluas ke desa-desa lain yang berada di sepanjang Pantura Kabupaten Tangerang, bahkan sampai ke Kabupaten Serang dan kini sedang giat-giatnya melakukan pembebasan lahan serta penguasaan pantai atau laut untuk direklamasi.

Proyek besar yang disebut-sebut dibidani perusahaan konsorsium PT Agung Sedayu ini akan menyulap hutan mangrove seluas 1.775 hektar di Pantura Kabupaten Tangerang, akan dijadikan Tropical Coastland atau semacam destinasi wisata internasional.

Namun dalam mengembangkan proyek tersebut banyak menimbulkan berbagai persoalan, terutama terkait pembebasan lahan dan dampak sosial bagi warga Pantura Kabupaten Tangerang.

Mirisnya sejumlah kepala desa yang tergabung dalam Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) berperan aktif dalam proses pembebasan lahan di wilayah desa mereka. Ini terlihat adanya sebuah Kantor Pembebasan Lahan Proyek tersebut dengan mencantumkan nama PT Kukuh Mandiri Lestari Didukung Apdesi Kabupaten Tangerang pada banner yang dipasang di depan kantor tersebut.

Hal ini tentu saja menimbulkan pertanyaan mengenai independensi dan integritas para kepala desa dalam melindungi hak-hak warganya. Beberapa warga mengaku bahwa lahan mereka diambil alih tanpa proses musyawarah yang memadai, dengan kompensasi yang jauh di bawah harga pasar. Selain itu, ada laporan tentang intimidasi dan tekanan terhadap warga yang enggan melepaskan lahannya.

Diperkirakan ada sebanyak 22 desa yang masuk ke dalam pengembangan PIK 2. Wilayah itu mencakup Desa Muara dan Desa Tanjung Burung di Kecamatan Teluk Naga. Kemudian Desa Kohod, Kramat, Sukawali dan Suryabahari, Kecamatan Pakuhaji. Lalu Desa Karang Serang di Kecamatan Sukadiri.

Selanjutnya Desa Tanjung Anom, Marga Mulya, Ketapang dan Desa Mauk Barat, Kecamatan Mauk. Lebih lanjut Desa Patra Manggala, Karang Anyar dan Desa Lontar di Kecamatan Kemiri. Setelah itu Desa Pagedongan, Desa Keronjo dan Desa Muncung di Kecamatan Kronjo.

Sedangkan di wilayah Kabupaten Serang Desa Pedaleman di Kecamatan Tanara, Desa Sukajaya di Kecamatan Tirtayasa dan Desa Lindu di Kecamatan Pontang.

Proses pembebasan lahan yang kontroversial di beberapa desa di sana berdampak signifikan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Banyak warga kehilangan mata pencaharian utama mereka, seperti pertanian dan perikanan, akibat alih fungsi lahan yang nantinya akan menjadi area komersial.

Selain itu, pembangunan infrastruktur proyek, seperti tembok pembatas dan pagar laut, membatasi akses warga ke sumber daya alam yang vital bagi kehidupan sehari-hari. Hal ini kedepannya akan memperparah ketimpangan sosial antara kawasan elit PIK 2 dengan warga atau penduduk asli yang terpinggirkan.

Munculnya dugaan keterlibatan para oknum kepala desa dalam kasus ini menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek berskala besar. Masyarakat dan berbagai organisasi sipil menuntut penegakan hukum yang tegas terhadap para pejabat yang diduga menyalahgunakan wewenang mereka. Selain itu, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pembebasan lahan dan pemberian kompensasi, agar hak-hak masyarakat terlindungi dan kesejahteraan mereka terjamin.

Sebenarnya biang kerok yang membuat rakyat di masing-masing desa kehilangan lahan mereka karena ulah oknum kepala desa yang didukung Apdesi. Mereka menggunakan kaki tangannya, baik dalam mengintimidasi, menekan dan menakut-nakuti warga pemilik lahan darat, sawah maupun tambak untuk melepas tanah hak milik mereka kepada pengembang. Kadang warga ditakut-takuti bahwa lahan mereka harus dibebaskan karena PIK 2 merupakan proyek pemerintah atau PSN.

Penulis bersama aktivis dan ormas lainnya telah melakukan peninjauan langsung ke lokasi yang menjadi areal pengembangan PIK 2. Mereka dan seluruh elemen masyarakat Banten terus gigih dalam menentang perluasan PIK 2, dan menilai pembebasan lahan untuk kepentingan proyek tersebut tidak berdasarkan asas keadilan.

Sikap penolakan lantaran banyaknya laporan terkait dengan dugaan intimidasi berupa ancaman hingga, manipulasi harga dalam proses pembebasan lahan masyarakat yang masuk dalam perencanaan PIK 2.

Penulis berharap kepada pemerintah, baik pusat dan daerah agar secepatnya menyelesaikan masalah ini dan meminta kepada Presiden Prabowo agar membatalkan PSN untuk PIK 2 karena bertentangan dengan program pemerintah sebagaimana Perpres No 3 Tahun 2016 dan Perpres No 109 Tahun 2020.

Penulis juga menilai bahwa lembaga Apdesi Kabupaten Tangerang bila memang tidak memberikan perlindungan kepada warga di masing-masing desanya, sebaiknya di bubarkan saja, karena keberadaan organisasi perangkat desa itu yang seharusnya memberikan perlindungan kepada warga, justeru sebaliknya malah menyengsarakan masyarakat. (*)

Penulis adalah Aktivis Tangerang

Artikel Terkait

Berita Populer