Tuesday, May 20, 2025
BerandaBerita UtamaRepublik Haiti Dikuasai Preman, Bahrawi: Negara Kehilangan Harga Diri, Abai Menyelesaikan Premanisme...

Republik Haiti Dikuasai Preman, Bahrawi: Negara Kehilangan Harga Diri, Abai Menyelesaikan Premanisme Sejak Awal

progresifjaya.id, JAKARTA – Baru saja negara ini dikuasai preman dan gangster. Situasinya kacau balau hingga warga ketakutan dan banyak bersembunyi di rumah demi keamanan diri dan keluarga. Itulah yang terjadi di negara Republik Haiti yang berpenduduk hanya 12 juta jiwa. Keadaannya kini semakin memanas. Preman dan gangster-gangster semakin menguasai berbagai wilayah negeri itu pasca runtuhnya pemerintahan di Kepulauan Karibia tersebut.

Sejak tiga tahun pemerintah setempat memerangi preman atau gangster ganas di negara tersebut. Penguasa di negera kecil seluas 27,750 km2 itu sudah melabelkan para preman teroganisir itu sebagai teroris yang harus diperangi. Namun seiring berjalannya waktu gengster dan kelompok preman di sana makin besar, hingga pihak keamanan polisi dan tentara kewalahan. Kemudian seminggu belakangan ini secara bertahap mereka dapat menguasai ibukota negara Post-au-Prince.

Melansir The Economist, Kamis (8/5), koalisi geng terbesar di Haiti, Viv Ansanm telah mengambil alih lebih dari 85% wilayah Port-au-Prince, ibu kota negara. Setiap hari terjadi baku tembak, di mana polisi dan warga sipil berhadapan dengan koalisi geng Viv Ansanm.

Warga sendiri tak bisa kabur lantaran bandara internasional telah ditutup. Satu-satunya jalan masuk atau keluar adalah dengan helikopter atau dengan tongkang yang menyusuri pantai untuk menghindari wilayah geng di selatan.

“Ini adalah bencana yang tidak dapat dipertahankan. Kita bisa kehilangan Port-au-Prince kapan saja,” kata Claude Joseph, mantan perdana menteri seperti dikutip NCBCIndonesia.

Berbagai kelompok preman juga telah mengepung kantor Digicel. Ini merupakan perusahaan jaringan seluler utama Haiti yang digunakan sebagian besar warga untuk terhubung ke internet. “Jika Digicel mati, negara akan gelap,” kata seorang pakar keamanan memperingatkan.

Dilaporkan pula bagaimana para preman dan gangster tersebut menggunakan sistem satelit Starlink milik Elon Musk untuk berkomunikasi, mengorganisasi diri mereka sendiri hingga mampu mengendalikan akses ke pelabuhan Haiti. Preman-preman itu juga memeras pengemudi truk dan operator bus yang melintas di sepanjang jalan utama negara itu.

Sementara itu, PBB melaporkan bahwa pada Februari dan Maret lebih dari 1.000 orang tewas. Sebanyak 60.000 orang mengungsi, menambah 1 juta orang atau hampir 10% dari populasi, yang telah meninggalkan rumah mereka dalam dua tahun terakhir.

Haiti Tengah, yang dulunya relatif damai, juga terpecah menjadi wilayah kekuasaan. Mirebalais, kota yang terletak di antara Port-au-Prince dan perbatasan dengan Republik Dominika, sekarang dikuasai oleh kelompok preman-preman.

“Negara ini telah menjadi perusahaan kriminal. Ini adalah dunia barat yang liar,” kata seorang pejabat asing.

Perlu diketahui, pada 2 Mei, Amerika Serikat (AS) telah menetapkan Viv Ansanm dan organisasi sejenisnya sebagai kelompok teroris. Penetapan ini membuka pintu bagi hukuman pidana yang lebih berat bagi mereka yang memberi mereka uang dan senjata.

Saat ini kehidupan publik di Haiti sudah tak berfungsi. Sebagian besar sekolah, toko-toko dan rumah sakit tutup. Akibatnya para penduduk kesulitan mendapat pasokan pangan dan penyakit kolera terus mewabah.

Menanggapi jatuhnya Haiti ke tangan preman, tokoh NU, Islah Bahrawi menyorotinya pentingnya ketegasan negara dalam memberantas premanisme sejak dini.

Ia bahkan menyinggung kondisi tragis yang dialami Haiti sebagai peringatan keras bagi Indonesia. “Haiti adalah negara yang kehilangan harga diri karena abai menyelesaikan preman terorganisir sejak awal,” Islah menuturkan.

Islah bilang, kasus Haiti menjadi contoh nyata kegagalan negara dalam menegakkan supremasi hukum dan memberikan rasa aman bagi warganya.

Ia menilai, Indonesia harus belajar dari pengalaman pahit tersebut. “Dari kegagalan Haiti seharusnya kita belajar,” ujarnya.

Penulis/Editor: Isa Gautama

Artikel Terkait

Berita Populer