progresifjaya.id, JAKARTA – Keterangan Bona Pesius Sibarani (BPS) sebagai saksi kunci yang diharapkan saksi pelapor Teddy Hadi Subrata (THS) sebagai menantu Ali Sugiarto almarhum untuk membantunya menjebloskan terdakwa Peter Sidharta ke dalam penjara, terindikasi kuat memberikan keterangan bertolak belakang alias bohong.
Pasalnya, Peter Sidharta yang saat ini berstatus terdakwa atas tuduhan telah memasuki pekarangan tanpa izin dan tuduhan pemalsuan dari saksi pelapor Tedy Hadi Subrata (THS) yang dibantu keterangan Bona Pesius Sibarani dengan tegas dibantahnya.
“Saya tidak pernah memasuki area tanah obyek yang dipersengketakan tanpa izin, justru dia (BPS) yang memberikan izin tersebut dari usaha pergudangan menjadi usaha industri, semua atas izin dia,” ujar terdakwa Peter Sidharta dengan tegas didepan majelis hakim pimpinan Tumpanuli Marbun, SH., MH., didampingi Tiares Sirait, SH., MH., dan Budiarto, SH., di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, juga dihadapan Astri R sebagai jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara, Selasa (9/6-2020).
BPS itu, sambungnya, jelas berkata bohong, Indriwaty Yanto itu bukanlah ibunya.
Selain itu, tambahnya, BPS itu mengaku bekerja di kantor almarhum Ali Sugiarto sejak tahun 1970-an sampai dengan akhir tahun 2005 dari mana dia mengetahui bahwa sejak tahun 2006 sewa gudang tidak dibayar dan kenapa tidak dibayar.
Menurutnya, sewa gudang tersebut dibayar per bulan dari tahun 1951 hingga akhir tahun 2005, awal tahun 2006 tidak dibayar lagi, karena setelah dikonfirmasi ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Jakarta Utara dikatakan tanah tersebut telah menjadi tanah negara, sehingga tanah tersebut diajukan permohonannya menjadi hak miliknya.
“Setelah saya konfirmasi ke BPN Jakarta Utara ternyata tanah tersebut adalah tanah negara, karena itulah saya ajukan permohonan menjadi hak milik,” ujarnya.
Sebagaimana fakta yang terungkap sebelumnya, saksi pelapor THS yang tidak lain adalah menantu almarhum Ali Sugiarto didepan majelis hakim dengan percaya diri mengatakan, bahwa tanah yang disengketakan tidak pernah ada rencana mau diperjualbelikan oleh para ahli waris dan menuduh terdakwa telah memalsukan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Sebelumnya, BPS yang diharapkan THS untuk membantunya menjerat terdakwa kedalam balik jeruji besi dengan mengatakan terdakwa telah memasuki pekarangan tanpa izin dan para ahli waris tidak pernah berencana untuk menjual tanah sengketa terindikasi kuat bersaksi bohong.
Pasalnya, sebagaimana fakta yang terungkap dalam persidangan sebelumnya saksi pelapor yakni, THS mengakui bahwa tanah tersebut tidak pernah mau dijual. Sedangkan saksi BPS awalnya juga mengakui hal tersebut.
Namun, setelah Yayat Surya Purnadi, S.Ag.,SH.,MH dari Kantor Hukum YSP & Partners sebagai penasehat hukum terdakwa mencecar saksi BPS dan menunjukkan bukti-bukti bahwa tanah tersebut pernah mau dijual oleh Pinantun Hutasoit selaku kuasa dari para ahli waris bersama BPS yang bekerja dibagian umum kantor Ali Sugiarto kepada terdakwa pada tahun 1995 saksi BPS tidak berdaya membantahnya.
“Majelis Hakim Yang Mulia, saksi BPS mengaku para ahli waris tidak pernah mau menjual tanah tersebut, karena itu ada bukti-bukti bahwa tanah tersebut mau dijual kepada klien kami, namun para ahli waris tidak dapat menunjukkan bukti-bukti kepemilikan sah atas tanah tersebut sehingga klien kami saat itu tidak bersedia melakukan transaksi jual beli,” kata Yayat sambil menunjukkan bukti-bukti bahwa tanah tersebut mau dijual para ahli waris didepan majelis hakim.
“Saya bekerja di kantor Ali Sugiarto (Lie Boen Tek) sejak rahun 1970 sampai dengan akhir tahun 2005 tidak pernah ada rencana dari ahli warisnya untuk menjual tanah yang terletak di Bandengan Utara No. 52/5 A, Kelurahan Pejagalan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara,” kata BPS didepan majelis hakim pimpinan Tumpanuli Marbun, SH.,MH didampingi Tiares Sirait, SH.,MH dan Budiarto, SH di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, juga dihadapan Astri R sebagai jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara, Selasa (9/6-2020).
Selain itu, lanjutnya, dia tidak mengenal terdakwa dan tanah yang sedang dalam obyek sengketa hanya disewakan kepada CV.Pacifik Toy (CV. PT) sejak tahun 1973 hingga tahun 2005 dengan sewa dibayar per bulan, tetapi awal tahun 2006 terdakwa tidak memberikan bayaran lagi.
“Saya tidak pernah memberikan izin kepada terdakwa untuk memasuki area tanah tersebut, sebab yang saya kenal hanya ibu terdakwa yaitu, Indriwaty Yanto salah satu pimpinan CV. PT,” ujarnya.
“Saudara saksi kenapa transaksi jual beli dengan terdakwa tidak terlaksana,” tanya majelis hakim. “Ya karena tidak ada kesepakatan,” jawab BPS. Karena pertanyaan tersebut diajukan berulangkali oleh majelis hakim.
“Transaksi jual beli kepada terdakwa tidak jadi terlaksana karena para ahli waris tidak dapat menunjukkan bukti-bukti sah kepemilikan tanah sebagaimana permintaan terdakwa sehingga transaksi tersebut batal,” jawab saksi merasa terdesak dengan jawaban ketidakjujurannya dari awal sidang.
Seusai persidangan Yayat Surya Purnadi kepada sejumlah wartawan mengatakan, baik saksi pelapor THS dan saksi bagian umum kantor Ali Sugiarto yaitu, BPS memberikan keterangan yang bertolak belakang dan sangat jelas kebohongannya.
“THS mengatakan para ahli waris tidak pernah merencanakan jual beli tanah tersebut, tapi saksi yang diharapkannya membantu laporannya, mengakui telah pernah melakukan transaksi jual beli dihadapan notaris kepada klien kami pada tahun 1995 dan setelah klien kami meminta kelengkapan dokumen kepemilikannya, para ahli waris almarhum Ali Sugiarto tidak dapat membuktikannya,” kata Yayat Surya Purnadi.
Ditambahkannya, bagaimana mungkin terdakwa memasuki tanah tersebut tanpa izin, sedangkan yang memberikan izin dari pergudangan ke usaha industri adalah saksi BPS sendiri sebagaimana pengakuannya.
Penulis/Editor: U. Aritonang