Friday, October 11, 2024
BerandaPendidikanAlasan Klasik Soal DAK Sekolah Dasar, Salah Upload

Alasan Klasik Soal DAK Sekolah Dasar, Salah Upload

CIANJUR. PROGRESIF JAYA – Tudingan labrak aturan tender dengan sumber anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Sekolah Dasar (SD) Tahun Anggaran 2020 di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Cianjur sepertinya mulai ada titik terang. Bak bermain catur dengan memajukan benteng pertahanan, alasan klasik salah upload dokumen menjadi manuver klise.

Informasi dihimpun, Disdikbud memberikan bantahan dan memastikan hal itu bukan faktor kesengajaan. Melainkan hanya kesalahan upload dokumen. Tindakan segera sudah dilakukan dengan pergantian dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK).

“Salah upload, sudah dikoreksi dan dilakukan upload ulang, bakal diadendum,” ungkap seorang pegawai Disdikbud yang berhasil ditemui, Kamis (18/6/2020) lalu.

Menanggapi hal tersebut, aktivis Cianjur, Ujang Ruslandi (UR) memberikan kritik pedas. Pasalnya, alasan salah upload yang menjadi dasar bantahan merupakan alasan klasik yang selalu dijadikan tameng.

“Ini uang rakyat dan peruntukkannya untuk generasi penerus bangsa alias pendidikan, nilainya pun miliaran. Alasan salah upload itu secara tegas memperlihatkan kurang kompeten dan tidak profesionalnya seorang pegawai,” kritiknya.

Ruslandi mencontohkan, para pencari kerja saja dalam meng-upload lamaran kerja dan curriculum vitae (daftar riwayat hidup, red) dicek beberapa kali sebelum meng-upload untuk menghindari salah kirim. Sedangkan ini proses tender yang pesertanya seluruh Indonesia dan petunjuk teknisnya pun sudah baku, seharusnya tingkat kehatian-hatian lebih tinggi.

“Apalagi ini dapat diikuti penyedia di seluruh Indonesia, jangan lakukan hal macam-macam. Cukup sekali nama dunia pendidikan Cianjur tercoreng, jangan bikin malu Cianjur lagi,” cetusnya.

Ruslandi yang bergelar sarjana hukum mengatakan dugaan penggiringan ke salah satu korporasi dapat dikategorikan tindak pidana korupsi. Menurutnya aturan itu sudah jelas di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor).

“Jika sampai terjadi kasus lagi seperti sebelumnya (OTT KPK, red), yang dirugikan itu generasi penerus bangsa, anak didiknya yang rugi bukan penyelenggara negaranya,” pungkasnya.

Penulis: Endang

Editor: Asep Sofyan

Artikel Terkait

Berita Populer